Conversations with the Earth

Endapan mineral di Finlandia dan Swedia

Perjalanan saya ke lingkaran kutub utara

Atlas of ore minerals: my collection

Basic information of ore mineralogy from different location in Indonesia

Sketch

I always try to draw a sketch during hiking

Apa itu inklusi fluida?

Inklusi fluida adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya fluida yang terperangkap selama kristal tumbuh. Gas dan solid juga bisa terperangkap di dalam mineral.

Situ Cisanti di Pengalengan, Bandung

50 km dari Bandung, Situ Cisanti terkenal karena menjadi sumber mata air sungai Citarum

Thursday, July 3, 2014

Nasionalisme di Perbatasan Indonesia

Kesempatan yang cukup langka, bisa berkesempatan mengeksplorasi potensi Kabupaten termuda di Kalimantan Timur, Kabupaten Mahakam Ulu. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kutai Barat, pada tahun 2012. Kabupaten ini memang belum lama berdiri, dan saat ini pun masih dipimpin oleh Pejabat Sementara, dimana pemilihan Bupati baru akan dilaksanakan pada tahun 2015. Selama akhir Juni hingga awal Juli, saya sedikit mengubek-ubek pedalaman yang dilintasi oleh sungai Mahakam, sungai terbesar di Provinsi Kalimantan Timur.

sumber: Peta Dasar - BNPB, 2009

Selamat datang di Mahakam Ulu. Nadi perekonomian Mahakam Ulu sangat bergantung pada keberadaan sungai Mahakam. Untuk mencapai Ibukota Kabupaten ini, yaitu Ujoh Bilang, kita perlu datang ke Melak, kemudian melanjutkan perjalanan menuju Tering, yaitu dermaga yang berada di sebelah Barat kota Melak. Perjalanan menuju Ujoh Bilang ditempuh dengan menggunakan speed boat, mengingat jalan darat hingga ke ibukota kabupaten tersebut belum sepenuhnya tersambung dengan jalan raya. Perjalanan dengan menggunakan speed boat ditempuh selama 4 jam, karena speed boat harus melawan arus menuju hulu Mahakam. Di tengah perjalanan, kami berhenti di “rest area” di Datah Dawai, dan saya mencicipi makanan setempat, gule daging rusa dan tempoyak, alias fermentasi durian, yang rasanya tidak terlalu kuat dibanding tempoyak yang pernah saya coba di Jambi.




Kabupaten ini mempunyai 5 kecamatan yang cukup besar, yaitu Laham yang berbatasan dengan Kalimantan Tengah dan Kalbar, Long Hubung , Long Bagun yang menjadi ibukota kabupaten Mahakam Ulu, Long Pahangai yang berada di Utara berbatasan dengan Malinau dan Serawak, dan serta Long Apari yang berada paling jauh dan berbatasan dengan Serawak dan Kalbar. Saya tergabung dalam tim, dimana kami harus memetakan potensi mineral dan batubara di Kabupaten yang mempunyai luas mencapai 18rb meter persegi.
 
Sebenarnya, bukan hanya mineral dan batubara yang berada di lokasi ini. Banyak potensi lain yang dapat dikembangkan oleh pemerintah daerah sebagai potensi dan asetnya. Eksplorasi minyak bumi pernah dilakukan oleh Belanda pada tahun 1930-an, namun rig, kompresor dan peralatan lain terpakasa harus ditinggalkan karena adanya pendudukan oleh Jepang. Dilaporkan juga oleh penduudk, adanya gas yang keluar dari tanah, yang saya perkirakan itu adalah gas metana, yang berada di Formasi pembawa batubara.


Foto Eksplorasi Mahakam Ulu oleh Belanda 
(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kutai_Barat)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kutai_Barat#mediaviewer/Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Groepsportret_van_controleur_J.P.J._Barth_met_zijn_reisgevolg_tijdens_de_bestuursvestiging_in_het_Dajakgebied_aan_de_Boven_Mahakam_Midden-Borneo._TMnr_60010382.jpg

Sebelum kita masuk ke Ujoh Bilang, kita akan menjumpai singkapan batugamping yang sangat tinggi di tepi kanan darii arah Tering, yang disebut sebagai batu dinding. Batu dinding merupakan batu gamping yang menunjukkan adanyafosil yang berukuran mikro, namun sebenarnya tidak semuanya berukuran mikro. Beberapa di antaranya masih bisa kita lihat dengan mata telanjang. Menurut legenda, batu dinding ini adalah akibat adanya pesta adat yang dilanggar, karena hewan ikut serta dalam pesta  adat dayak tersebut. Dewa pun marah, dan menjatuhkan batu hanya di satu kampung tersebut, yang sekarang disebut sebagai batu dinding.






Jika menilik potensi mineral, memang kabupaten Mahakam Ulu ketiga kriteria yang diperlukan untuk terbentuknya endapan. Adanya sumber, perangkap, dan media, membuat potensi mineral, terutama yang berhubungan dengan emas alluvial sangat mudah ditemukan di sepanjang sungai Mahakam. Namun, bukan kegiatan eksplorasi jika tidak menemukan sumber-nya. Intrusi sintang yang  berada di sekitar sungai Mahakam, serta adanya granit Era, diperkirakan menjadi sumber adanya potensi emas yang melimpah di sepanjang sungai. Hampir semua anak sungai bermuara ke Sungai Mahakam, sebut saja sungai Boh, sungai Meraseh, sungai Oga, sungai Alan, sungai Ratah, dan sungai Nyerimbungan, semua nya menjadi media transportasi emas yang terbawa ke sungai. Mencari sumber emas bukan pekerjaan yang mudah. Tutupan lahan yang didominasi oleh semak belukar dan pepohonan, serta kemiringan lereng yang cukup ekstrim, membuat eksplorasi potensi mineral, terutama emas menjadi tantangan tersendiri. Namun, saya cukup menikmati kegiatan eksplorasi ini, mengingat insting kita sebagai seorang eksplorer benar-benar diasah, karena kita berada di perbatasan dengan Negara lain, yang harga komoditinya sangat jauh lebih mahal di banding lokasi lain.






Sebagai gambaran, untuk sekali makan nasi dengan lauk dan sayur, anda memerlukan 30rb rupiah. Mash normal? Mungkin ini yang membuat anda tercengang. Air mineral gelas 2rb rupiah, bensin bervariasi dari 10rb rupiah di Ujoh Bilang, 15rb rupiah di Long Pahangai, dan mencapai 20rb rupiah di Long Apari.  Hmmmmm, cukup mencengangkan bukan? Selamat datang di daerah perbatasan.  Orang-orang disini mungkin sudah terbiasa dengan harga yang cukup mencengangkan untuk kebanyakan orang-orang yang terbiasa hidup di kota dengan segala kemudahannya. Yap, kita harus banyak bersyukur, bahwa di tempat yang kita diami, harga komoditasnya mungkin tidak akan semahal ini. Sehingga, boleh saja saya berpendapat, bahwa seharusnya dengan harga yang seperti ini, subsidi bahan bakar dan pembangunan harusnya diutamakan ke penduduk di daerah perbatasan seperti ini, bukan terpusat di Jawa.Jika harga bensin naik, selalu orang-orang di perkotaan yang demonstrasi. Wong yang di perbatasan dari dulu harga sudah membumbung tinggi juga tidak pernah protes. Yah yah, Indonesia belum merdeka juga ternyata…


Untuk potensi batubara, memang ada potensi batubara, karena memang di daerah ini sedikit termasuk ke dalam Cekungan Kutai. Potensi batubara di sungai Medang, sungai Betunuung  dan sungai Mahakam, terutama berlokasi di Kampung Mamahak. Jumlahnya memang harus di eksplorasi lebih lanjut dengan eksplorasi yang lebih detail, namun saya sangat tertarik pada struktur geologi yang ada di lokasi ini. Memang, lokasi yang saya jumpai berada di zona lipatan, batubara seperti kue lapis yang sudah diacak-acak saja. Belum lagi saya sempat merenung, bagaimana bisa ada batubara dengan rank yang rendah, gambut mungkin, berada di antara dua seam batubara yang sudah lebih mature. Periode pembatubaraan yang berbeda saya rasa, yaitu ketika batubara seam tengah terbentuk, belum sepenuhnya menjadi batubara, sehingga hanya menjadi  dirty coal.




Dari 5 kecamatan, saya sudah cukup banyak berinteraksi dengan potensi Long Bagun, dan sedikit saja melihat dari dekat Kecamatan Long Pahangai. Ingin rasanya saya kembali lagi ke Long Pahangai yang berada di Utara, terutama ingin melihat lagi riam pernah saya lalui, dan membuat saya menganga, mengingat motoris, atau nahkoda speedboat sangat cekatan melewati riam atau jeram yang berbahaya, karena kami melawan arus. Konon katanya, setiap tahun ada saja kecelakaan yang meminta korban nyawa di riam-riam tersebut, sehingga tidak sembarang orang berani melewati riam menuju Long Pahangai, maupun Long Apari. Saya sendiri sempat mengabadikan, betapa ganasnya riam yang diterjang oleh speedboat. Memang, alam bukan untuk di lawan, namun untuk dipahami.




Semoga saja, nanti saya bisa kembali lagi ke tempat ini, entah kenapa ada satu potensi yang banyak dibicarakan dan diteliti oleh peneliti sebelumnya, namun selalu berakhir dengan cerita yang kurang menyenangkan, potensi uranium. Hmmmm, uranium dalam granit membuat saya ingin belajar lebih dalam tentang endapan ini. Di salah satu riam itulah, yang secara tidak sengaja saya lewati ketika saya menuju Datah Dawai, ternyata batuannya adalah granit yang mengandung uranium. Damn, saya tidak sadar, dan baru tahu setelah saya di basecamp lagi.Disana saya hanya terlongok, kenapa ya batuan yang besar-besar ini berwarna hitam kemerah-merahan. Semoga saja saya masih bisa mampir kesana. Sampai jumpa Mahakam Ulu, semoga kelak resmi menjadi Kabupaten baru. 



Ada beberapa foto lapangan, edisi dibuang sayang, warnanya menarik seperti mangga, harum juga,, ternyata, aseeeem buanget... selamat menikmati buah Pangin dari pedalaman Mahakam


Tangkapan lokal, namanya ikan jelawat,,, bukan jerawat ya... :D

Mejeng setelah bos-bos koordinator lapangan diinterview untuk siaran di RRI perbatasan

Share:

Monday, June 16, 2014

Memori Indonesian Students Mining Competion 7 yang Terwujud 4 tahun Berselang

 Jepretan saya waktu rock drilling,,, situasi hujan rintik-rintik (2010)

Tulisan ini diperbaharui pada 16 Juni 2014, 4 tahun setelah tulisan pertama dibuat. Dan, harapan yang dipanjatkan semenjak pertama, akhirnya terwujud, yaitu pelaksanaan ISMC yang diselenggarakan oleh ITB dengan berskala Internasional. Memang masih banyak kekurangan, namun selamat karena telah melangkah untuk maju lebih baik dari waktu ke waktu. Dulu saya pernah menulis tentang harapan tentang ISMC ke-8, tepat setelah LPJ Kepengurusan dan LPJ ISMC pada tahun 2010. Dan setelah 4 tahun kemudian, saya bisa tersenyum simpul karena cita-cita itu terwujud juga




-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
[2010] Salah satu acara akbar yang dimiliki oleh Himpunan Mahasiswa Tambang ITB adalah Indonesian Students Mining Competition, yang sampai saat ini sudah berjalan untuk ke 7 kali nya (tahun 2010). Acara ini diadaptasi dari kontes serupa, yang diadakan di Australia, 14 atau 15 tahun yang lalu. 



Seingat saya, tahun 1996 HMT ITB pertama kali turut serta dalam perlombaan tersebut, dan banyak yang menceritakan kepada saya, bahwa ketika itu, mahasiswa yang ikut perlombaan tersebut sampai harus menggembel dan dititipkan di beberapa rumah WNI yang sedang belajar di Australia. Saya menjadi terbayang, betapa hebatnya perjuangan mahasiswa tambang ketika itu. Dan akhirnya setelah sekian lama ISMC berjalan, the first prize berupa keturut sertaan pemenang utama dalam kegiatan serupa di Australia akhirnya dihapuskan, yang artinya pemenang utama ISMC tidak akan diikutkan dalam kejuaraan yang serupa di Australia. Memang kontes tersebut tidak hanya dimiliki oleh ITB dan Australia, beberapa kampus juga melakukan hal yang sama, seperti USMC yang digagas oleh Unisba, Dinamite yang digagas oleh UPN Veteran Jogjakarta, dan kontes serupa oleh Colorado School of Mines. 





















Dari tahun ke tahun, banyak perubahan yang telah dilakukan, seperti dengan menambahkan atau memodifikasi konten acara, meningkatkan kualitas pertandingan, "menggonta ganti" syarat calon peserta (mula-mula untuk semua mahasiswa Tambang se Indonesia, kemudian diperbolehkan untuk mahasiswa Geologi, mahasiswa Metalurgi, dan ISMC yang terakhir, hanya diperbolehkan mahasiswa S1 Teknik Pertambangan se-Indonesia), namun yang menjadi concern saya saat ini, kapan ISMC bisa bersanding di tingkat Asia, bahkan Asia Pasifik. Ingin sekali saya mendengar adik-adik saya melakukan sesuatu yang lebih baik dari yang telah saya dan teman-teman lakukan. Karena perubahan itu pasti terjadi, dan mau untuk berubah, itu pilihan.



Mungkin terkesan mengkhayal atau "menerawang", namun kalau saya berani bermimpi, saya yakin suatu saat nanti hal tersebut pasti akan bisa terjadi. Ya memang saya tidak bisa lagi membantu mengkonsep semua dari awal, tapi saya yakin, adik-adik saya pasti akan lebih terpacu untuk meningkatkan kualitas dari ISMC tersebut, tentunya dari berbagai aspek. Karena sadar atau tidak. tiap generasi telah membuat suatu standar yang cukup tinggi untuk dicapai, dan penerus-penerusnya tentu tidak akan mau untuk kalah dibandingkan senior-senior mereka (tapi jangan digeneralisasikan juga sih). Jadi, ini adalah waktu kalian untuk bangkit, menjawab tantangan tersebut, dan membuktikan, bahwa kalian mampu untuk berbuat lebih baik daripada yang kami dan teman-teman lakukan. Kalau saat ini pendahulu kalian hanya bisa melakukan sampai sejauh ini, aku yakin kalian bisa lebih baik dari kami semua. Semangat HMT-ku, aku yakin kalian bisa... Maju(kan) Pertambangan untuk Pembangunan..


------------------------------------------------------------------TAMAT-----------------------------------------------------

*) semua foto dokumentasi ISMC 8 dan ISMC 9 diambil dari dokumentasi panitia ISMC-9 SEAMC-1 HMT ITB, dari website Yudha Bumi HMT ITB



foto saya dan Galang (TA-09) ISMC 9 (foto diambil tahun 2014)
Foto saya tahun 2010, Ini lagi sarapan di CC setelah pembukaan ISMC (foto diambil tahun 2010)

 Wah, ini foto saya dengan mantan pacar saya tahun 2010, yang sekarang sudah menjadi istri saya.. :D InsyaAllah bakal awet sampai kapan pun

Jepretan Kahim Trisakti 2009-2010, Willy (tahun 2010)




Share:

Monday, June 9, 2014

Gemludug Gelundung Pengolah Emas di Bunikasih, Pengalengan



Hari Jumat lalu, baru saja saya mengunjungi salah satu perkebunan teh di Selatan Bandung, bukan untuk survey teh atau berencana survei lahan untuk diakusisi oleh pemilik baru. Tahun ini, saya dan Dosen saya, mendapatkan dana hibah untuk melakukan penelitian emas di lokasi tambang rakyat, yang berlokasi di Bunikasih, Desa Sukaluyu, Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung. Hampir 3 jam kami mencapai lokasi tersebut, mengingat lokasi nya yang sangat jauh dan terpencil. Saya memang belum pernah kesana, namun adik-adik saya di Himpunan Mahasiswa Tambang (HMT) ITB, dan Himpunan Mahasiswa Biologi (Nymphaea) ITB memang sudah pernah mampir ke lokasi tersebut untuk melakukan pengabdian masyarakat (Community Development) ke masyarakat yang berada di sekitar tambang tersebut.Misi penelitian kali ini, adalah memberikan edukasi kepada masyarakat di sekitar tambang rakyat, supaya lebih berhati-hati dalam penggunaan merkuri atau air raksa. Video aktivitas mereka bisa dilihat disini.
Dibalik hijaunya perkebunan teh yang saya jumpai di Bunikasih, ternyata sekelebat saya lihat tenda-tenda berwarna biru berada di lembah. Kalau kita berada di lokasi tambang rakyat, tenda-tenda itu menunjukkan lokasi keterdapatan tambang rakyat. Dan memang benar, di bawah tenda tersebut, banyak penambang rakyat yang sedang menggelundung batuan yang didapat dari urat kuarsa yang diambil dari dalam lubang. 



Kalau dilihat secara lebih cermat, secara mineralisasi dan alterasi, tampak komoditi tambang yang ditambang  di Bunikasih, merupakan emas, dengan tipe endapan berupa urat (vein). Urat kuarsa nampak teramati bersama-sama sedikit mineral sulfida berupa pirit dan kalkopirit. Sedangkan alterasi yang teramati adalah argillik yang didominasi oleh mineral lempung, serta alterasi propilitik yang didominasi oleh kemunculan klorit, albit dan epidot. Jika kita akan mengklasifikasikan secara lebih mendalam, tipe endapan nya merupakan endapan sulfidasi rendah. Bentuk endapan yang menyerupai urat ini mengharuskan penambang harus menambang dengan metode tambang bawah tanah. Hal ini lebih menguntungkan, karena volume tanah yang dikupas akan jauh lebih sedikit, dibandingkan dengan tambang terbuka. 



Lubang-lubang yang ada umumnya mempunyai kedalaman mencapai 40 meter, bahkan ada yang lebih. Diameter lubang pun hanya muat untuk 1 orang, sambil merayap keluar masuk dari lubang tersebut. Di dalam lubang, mereka mengikuti arah dari urat kuarsa yang berwarna putih, tanpa memberikan penyanggaan di sekitar lubang bukaan tersebut. Mengerikan, sudah banyak penambang yang akhirnya tertimbun akibat tidak adanya penyanggaan di dalam lubang. Kegiatan penambangan bawah tanah dengan metode gophering ,yaitu membuat lubang untuk mengejar bijih berharga (ore). 



Tipe endapan epitermal banyak dijumpai di Jawa Barat bagian Selatan, dan memang banyak penambang bawah tanah yang berkeliling di Indonesia berasal dari Jawa Barat, seperti dari Tasikmalaya, Sukabumi dan Garut. Saya pernah mengulas kehebatan mereka di tulisan sebelumnya, sebagai contoh kegiatan penambangan emas di Purwakarta  , penambangan di Garut , dan kehebatan penambang dari Sukabumi .



Di atas, sudah ada rekan yang siap menggerus batuan tersebut menjadi lebih kecil dengan meremukkan batuan dengan bantuan palu dan semacam alat yang digunakan untuk menggengam batuan yang dibuat dari potongan ban. Batuan yang sudah halus, kemudian dikumpulkan, untuk kemudian digelundung dalam tabung yang terbuat dari besi, untuk diputar dengan bantuan mesin atau bantuan air, yang di bagian dalamnya sudah diberi bola-bola besi. Fungsi bola besi ini adalah meremukkan batuan yang ada di dalamnya, sehingga mineral akan terliberasi dengan sempurna, sehingga emas yang semula terinklusi dalam batuan akan menjadi butiran bebas. Dalam metalurgi, istilah gelundung kita kenal dengan metode ball mill, yang ilustrasinya bisa dilihat di bawah ini.





Untuk memudahkan kerja penambang, kadang kala mereka menambahkan air raksa, yang sering disebut sebagai Kuik, yang berfungsi mengikat emas yang sudah terliberasi sehingga menjadi amalgam, yaitu emas murni yang diselimuti raksa. Amalgam yang ada, kemudian dibakar, dan ulasannya sudah pernah saya bahas di tulisan sebelumnya, tentang betapa bahayanya pengolahan tambang dengan membakar amalgam, atau istilah umumnya gebos atau menge-joss-kan emas, berdasarkan kunjungan saya ke Pongkor, Bogor.


Saya pun kebingungan bagaimana akan menutup tulisan ini, karena realita yang ada, sangat banyak penambang yang sukses berkat lubang-lubang emas tersebut, namun lebih banyak juga orang yang meninggal, bukan hanya tertimbun dalam lubang galian mereka, terutama keluarga yang dapat saja terkena dampak akibat air yang tercemar oleh merkuri. Jadi, mari kita berhati-hati dengan penggunaan merkuri.


Sumber:
http://projects.inweh.unu.edu/inweh/inweh/content/1223/IWLEARN/Outreach%20Materials/issue-1-august-2006-englishs.html



Share:

Sunday, May 25, 2014

Menanjak ke Wagirsambeng dan Dakah, Mengagumi Amphiteater Karangsambung

Terhitung enam kali sudah saya mengunjungi kampus geologi Karangsambung, yang berlokasi 19 km di Utara Kebumen, Jawa Tengah. Memang jauh lebih sedikit dengan kunjungan senior-senior saya, yang sudah berinteraksi dengan kampus geologi ini, namun walaupun begitu, saya begitu bersyukur, pelan-pelan saya mulai mengenal lebih intim dengan batuan-batuan dan bentukan alam yang bisa dibilang "tumplek bleg" di lokasi yang tidak terlalu luas. Seperti biasanya, saya selalu membuat spesial tulisan yang saya buat. Ide untuk menulis memang sudah ada, tapi ilham-nya baru turun di hari terakhir di Karangsambung sebelum saya pulang ke Bandung.

Sudah banyak peneliti meneliti daerah ini, seperti yang dikaji oleh:
- Verbeek (1891) tentang keterdapatan batuan Pra Tersier yang berumur 140 juta tahun lalu di Kali Luk Ulo;
- Harloff (1933) yang melakukan pemetaan geologi seluruh daerah Karangsambung;
- Tjia (1966) dan Sukendar Asikin (1974) yang melakukan pemetaan detail, serta mengulas Karangsambung dalam penelitiannya; dan
- Sukendar Asikin (1974) yang mengulas daerah Karangsambung menggunakan Teori Tektonik Lempeng.
Dari nama-nama di atas, hanya beberapa yang saya kenal. Verbeek karena namanya diabadikan sebagai nama Pegunungan di Sulawesi Tengah; Prof Tjia yang termasuk geologis senior, dan mengajar di University Kebangsaan Malaysia; serta Prof. Sukendar Asikin, kalau boleh saya bilang "Bapak"-nya Karangsambung, karena beliau lah akhirnya Karangsambung menjadi kampus geologi seperti sekarang.

Di lokasi ini, banyak bentang alam yang menarik yang bisa dilihat oleh semua orang, baik oleh orang awam maupun orang-orang yang berkecimpung di ilmu kebumian, mulai dari kampus geologi ataupun pertambangan di Pulau Jawa dan luar Jawa. Di lokasi ini, tersingkap beraneka batuan dari berbagai umur di lokasi yang berdekatan satu sama lain, serta ditemukannya berbagai komoditi tambang, baik yang masih aktif ditambang hingga sekarang maupun yang sudah dikonservasi oleh LIPI. Banyak tempat yang menarik dikunjungi di kampus lapangan Karangsambung ini. Informasi ini bisa dilihat di web resmi LIPI Karangsambung di web ini.  Kalau kita berselancar di dunia maya, banyak penulis yang terkesan dengan keindahan ini, dan menulis tulisan dalam blog nya, dan informasi geologi yang ditampilkan juga sudah banyak. Saya coba ulas beberapa tempat yang menarik untuk dikunjungi ketika Anda berkunjung ke kampus lapangan ini.

1. Kampus LIPI dan Batugamping Numulites
Kampus ini berada di depan Kantor Kecamatan dan Puskemas Karangsambung. Lokasi nya ditandai oleh adanya gapura yang bertuliskan LIPI, dan pengelolaan di dalamnya boleh saya bilang cukup profesional. Disediakan ruang kuliah, asrama, guest house, ruang rapat, perpustakaan, bengkel dan penjualan batumulia, serta koleksi batuan-batuan yang ada di sekitar kampus geologi ini.
Di depan kampus ini, dapat dijumpai batugamping numulites, yang masih menunjukkan adanya fosil-fosil di masa batuan tersebut. Lokasi lain untuk melihat batugamping ini adalah di BPR yang berada di sebelah Utara kampus, namun sayang singkapan yang ada di jalan raya di antara kampus dan BPR sudah di tutup dengan cor-coran untuk jalan desa. 


2. Puncak Wagirsambeng
Dari banyak lokasi yang ada di kampus ini, saya mendahulukan lokasi ini karena setelah enam kali datang ke kampus geologi ini, baru sekali saya mengunjungi Wagirsambeng, yang terletak di sebelah Barat dari Kampus, dan harus menyeberangi dulu Jembatan yang melintasi  Kali Luk Ulo dan Kali Cacaban. Wagirsambeng terletak di Desa Wonotirto, Kecamatan Karanggayam. Untuk mencapai puncaknya, diperlukan perjalanan sekitar 45 menit dari Jembatan di Luk Ulo hingga puncaknya. Jalanan bervariasi, namun didominasi oleh tanjakan, namun setelah sampai di puncak, kita dapat melihat dengan jelas amphiteater Karangsambung, dengan pemandangan yang indah. Fenomena meandering Kali Luk Ulo, sinklin di Gunung Paras, rekonstruksi antiklin, serta fenomena alam lain seperti Gunung Brujul, Paras, Dakah dan Jatibungkus teramati dengan sangat baik. Sampai di atas, kita akan menjumpai perselingan antara batugamping merah dengan baturijang dengan ukuran yang sangat besar, yang sempat membuat saya terheran-heran, mengapa batuan laut dalam yang biasa dijumpai di sungai di sekitar daerah Totogan dan zona Melange (bancuh) tiba-tiba bisa berada di puncak bukit. Hmmmmm....


3. Gunung Parang
Kekar kolom diabas, menurut beberapa ahli merupakan sill yang terbentuk dari baruan beku basa dengan tekstur batuan diabasik, dapat kita jumpai ketika kita berjalan dari kampus menuju arah Utara sekitar 1 km. Sebagian dari Gunung Parang sudah di konservasi oleh LIPI, namun sisanya ditambang oleh warga untuk dijadikan sebagai split atau bahan konstruksi. Ironis memang kalau harus selalu dihadapkan dengan kondisi tambang rakyat. Memberikan pembinaan kepada penambang sering disalahartikan dengan memberi ijin legal kepada kegiatan penambangan tersebut, padahal tidak seharusnya kita mengambil mentah-mentah seperti itu. Coba bayangkan, dengan bentukan lereng yang tegak, bagaimana jadinya jika tiba-tiba terjadi longsoran, mengingat banyaknya rekahan-rekahan yang di diabas tersebut. Dengan pemberian pemahaman geoteknik atau K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) kepada para penambang, resiko kecelakaan tambang dapat dicegah. Namun tetap, perlu ada pemahaman bahwa tambang merupakan bahan galian yang tidak terbarukan. Ketidakbijaksanaan dalam pengelolaan tambang akan berakibat fatal di masa mendatang.

4. Watukelir dan Lava Bantal
Di komplek Melange, dimana seluruh batuan tercampur aduk, yang semula ada di bawah tiba-tiba ada di atas, hukum perlapisan batuan menjadi membingungkan karena bentuknya yang tegak, nah, di Kali Muncar itulah semuanya dapat kita temui. Adanya perselingan rijang dan batugamping merah, yang semula mengikuti prinsip horizontal, akhirnya menjadi tegak. Begitu pula dengan fenomena lava bantal. Lava yang ditemui sebagai akibat pemekaran dari tengah lantai samudera akibat proses divergen, bentukannya dapat kita jumpai seperti menumpang di atas rijang dan batugamping tersebut. Batuan yang berasal dari laut yang sangat dalam, muncul menyerupai bantal. Lava bantal ini sama seperti lava pahoehoe yang ada di Hawaii, atau pun yang berbentuk seperti selendang yang ada di THR Juanda, Dago. Di Karangsambung sendiri, lava bantal juga bisa kita jumpai di Kali Mandala, yang hanya berjarak sekitar 100 meter di bawah Gunung Parang.





=======================================================================
Di samping ulasan di atas, masih banyak sebenarnya lokasi di Karangsambung yang dapat kita lihat dan kita pelajari, namun karena belum keluar lagi inspirasi untuk menulis, suatu saat nanti penulis akan tambahkan lagi di masa mendatang. Saya coba kutip beberapa tempat yang disarankan untuk dikunjungi, yang ulasannya menyusul kemudian.

5. Sekis Mika



6. Microstructure Filit

7. Serpentinit

8. Batupasir, Formasi Waturanda

9. Batugamping, Bukit Jatibungkus

10. Konglomerat, Pesanggrahan

11. Panorama Dakah

12. Breksiasi Kali Mandala

13. Mata Air Panas, Krakal

14. Lempung Formasi Panosogan, Kedung Grigis

15. Efek Bakar di Lempung, Formasi Karangsambung

Share:

Blog Archive

Kontak ke Penulis

Name

Email *

Message *