Conversations with the Earth

Endapan mineral di Finlandia dan Swedia

Perjalanan saya ke lingkaran kutub utara

Atlas of ore minerals: my collection

Basic information of ore mineralogy from different location in Indonesia

Sketch

I always try to draw a sketch during hiking

Apa itu inklusi fluida?

Inklusi fluida adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya fluida yang terperangkap selama kristal tumbuh. Gas dan solid juga bisa terperangkap di dalam mineral.

Situ Cisanti di Pengalengan, Bandung

50 km dari Bandung, Situ Cisanti terkenal karena menjadi sumber mata air sungai Citarum

Showing posts with label petrografi. Show all posts
Showing posts with label petrografi. Show all posts

Saturday, November 4, 2017

Inklusi fluida (step-by-step)

[last update 20 April 2020] --> materi kuliah "Inklusi fluida: dasar, metode, interpetasi dan aplikasi"

selamat siang kak, perkenalkan saya ade krisna , mahasiswa s1 di teknik geologi iTB. nah izin bertanya jika kakak ga sibuk. 
berhubung masih sangat minim bacaan tentang inklusi fluida , mau tanya sebenarnya peranan inklusi fluida sendiri dalam ananlisis mikrotermometri sendiri apa ya, trus outputnya apa ? apa suhu ketika fluida itu terperangkap ? dan aplikasinya buat eksplorasi geologi kira2 apa ya ?
makasih kak, maaf menggangu waktunya



salam
ade k.y.
12014082

Jawab
Halo brur Ade, salam kenal.

Makasih buat emailnya. Supaya lebih memudahkan ketika ada yang nanya hal ini, aku sudah resumekan pertanyaanmu di blog.

Halaman ini merupakan lanjutan dari tulisan yang lain tentang inklusi fluida untuk eksplorasi mineral, yang bisa dibaca disini.
Inklusi fluida itu sebutan untuk fluida yang terperangkap di mineral ketika mineral itu terbentuk. Inklusi fluida terbentuk tidak hanya di mineral transparan saja (kuarsa, feldspar, turmalin, kalsit, fluorit, dsb), tapi bisa juga terperangkap di mineral translusen (ex. sphalerit, kromit) dan mineral opak (ex. molibdenit, wolframit). Untuk  mineral transparan (dan translusen), kita bisa menggunakan mikroskop refraksi dengan penyinaran dari bawah, tapi untuk mineral opak, perlu digunakan infra red mikroskop.

Inklusi fluida bisa memberikan informasi, antara lain:
- salinitas
- temperatur minimum saat fluida terperangkap pada host mineral
- tekanan minimum saat fluida terperangkap pada host mineral. Dari temperatur dan tekanan, kita bisa membuat diagram PT, serta membuat isochore (isokorik)
- mendeteksi defek tidaknya host mineral (misal membandingkan antara antara batu mulia asli dengan yang sintetis).
- eksplorasi gas dan minyak (umumnya diamati pada batuan sedimen, mis. pada sebagai semen pada saat diagenesis, sehingga kita bisa tahu temperatur dan tekanan ketika fluida tersebut terperangkap. Inklusi yang mengandung akan berpendar jika diberikan lampu fluorescens)
- metamorphic petrology (bukan bidang saya, karena biasanya FI akan ter ekuilibrasi dan inklusi yang kita amati adalah yang terbentuk saat even retrograde).

1. Sebelum kita bisa mendapatkan informasi di atas, kita amati terlebih dulu fluid properties pada temperatur ruangan (20-30 derajat). Sama seperti pengamatan mineral, kita juga melakukan pengamatan petrografi. Kita harus bisa membedakan, mana yang debu, mana yang inklusi. Debu biasanya menempel di mineral, sedangkan inklusi fluida (saya singkat FI) berada di mineral. Walaupun lucu, tapi ini penting! 
2. Kita lihat, ada berapa fase yang terperangkap pada inklusi tersebut. 
a. Apakah ada mineral yang terperangkap di dalam fluida (mis. halit sangat lazim terperangkap pada fluida yang mempunyai salinitas tinggi, umumnya pada endapan yang terbentuk dari brine (MVT Pb Zn), atau endapan magmatik (mis. porfiri Cu-Au-Mo)) apakah di dalam fluida.
b. ada berapa fase (misal hanya 1 fase liquid [L] atau gas [V], atau liquid+gas [L+V], atau mungkin malah lebih dari 2 fase [L+L+V]


c. Jika kita curiga apa isi gas tersebut, kita bisa mengecek dengan menggunakan alat yang bernama Raman spektroskopi, atau dengan menggunakan metode mikrotermometri (mis. jika kita curiga ada CO2 pada inklusi, kita mengecek homogenisasi temperatur dari CO2 pada suhu antara -66 hingga -56. CO2 murni akan terhomogenisasi pada suhu -56.6 derajat)

3. Tentukan paragenesis dari FI. Mana inklusi primer atau pertama kali ketika fluida terperangkap, mana yang terbentuk kedua, ketiga dsb. Umumnya inklusi primer terisolasi, sedangkan inklusi sekunder membentuk garis. Namun (PENTING), belum tentu semua inklusi yang membentuk garis adalah inklusi sekunder (ilustrasi menyusul). Jika kita tidak mengetahui apakah inklusi ini primer atau sekunder, saya cenderung ikut dengan usul seorang prof di Kanada - Dan Kontak - dan menyebut inklusi sebagai undertemined inclusion. Nanti kita bisa menentukan paragenesisnya setelah mempunyai data pengukurannya.

4. Cari titik "nol", kemudian beri nama tiap inklusi fluida yang akan diukur. Pengalaman saya, membuat sketsa dari bentuk mineral, lokasi inklusi, akan memudahkan kita untuk memulai memberi nama inklusi-inklusi tersebut. Beri nama yang mudah saja, misal dengan kombinasi huruf dan angka (mis. FI-M01-2s, artinya, FI sampel M01 titik 2, inklusi sekunder). Buat dokumentasi sebanyaknya dan buat kolase!
5. Setelah tahu paragenesis dari inklusi fluida, kita hitung fraksi volume (volume fraction). Paling mudah adalah memfokuskan dengan pada FI dengan habit yang regular (inklusi fluida berbentuk negatif, membulat, tabular). Kita bisa menghitung volume fraction inklusi irregular dengan data mikrotermometri. Dalam contoh ini, volume fraction inklusi ini sama dengan perimeter vapour/liquid x 100% = 213.628/546.170 x 100% = 39.11%

6. Kita mulai bisa memulai dengan menggunakan heating-freezing stage untuk mikrotermometri. Ingat! KALIBRASI terlebih dahulu. Jika menggunakan standar dari SynFlinc, maka umumnya kita mengkalibrasi dengan pure CO2 (-56.5 celcius), H2O murni (air murni akan meleleh pada suhu 0 derajat dan vapour akan menghilang pada suhu 374 celcius)

7. Data titik leleh es (Tm ice) didapatkan dengan membekukan inklusi dari suhu ruangan ke suhu rendah (misalnya -60 derajat, kita asumsikan tidak ada gas), kemudian naik perlahan-lahan sampai es tersebut leleh. Temperatur ini bisa dihitung dengan persamaan dari Bodnar dan Vityk 









Tapi ketika ketika ada CO2 di inklusi yang kita amati, kita perlu menuju titik yang lebih rendah lagi (mis. -120 celcius), kemudian melihat transisi fase untuk mengamati temperatur melting CO2 (-65 - 56), kedian homogenisasi temperatur liquid (mis. antara -15 hingga 0). Ada kalanya muncul fase baru bernama klatrat (clathrate) atau gas hidrat. Saya jelaskan lain kali, sementara ilustrasi klatrat dan homogenisasi CO2 dulu.


8. Setelah mendapatkan temperatur leleh (Tm ice), kita naikkan temperatur hingga vapour menghilang. Temperatur itu adalah temperatur minimum ketika fluida itu terperangkap. Pada endapan epitermal, Tm berkisar antara 100an hingga 350 (mengapa?  karena kontrol utama pada endapan epitermal adalah ligan bisulfida [HS-], dimana emas akan terbawa dengan ligan tersebut). Sebaliknya, endapan porfiri akan mempunyai titik homogenisasi yang lebih tinggi, temperatur homogenisasi akan lebih tinggi, bahkan mencapai 500-600 derajat. Emas tidak larut bersama bisulfida, namun klorida (AuCl-). Pada tipe endapan lain, misalnya MVT, sedex, carbonate hosted, umumnya homogenisasi temperaturnya lebih rendah daripada epitermal.

Ilustrasi di bawah saya buat untuk menentukan homogenisasi temperatur dari FI. Angka hitam menunjukkan temperatur.




Pada suhu 2015.5, semua vapour menghilang. Di gambar terakhir, semua fase gas menghilang dengan sempurna (Th= 201.5) 

9. Data yang didapat saat ini adalah temperatur dan salinitas

Ketika kita ingin mengetahui tekanan ketika terperangkap, perlu dilakukan pemodelan, dan disinilah diperlukan data volume fraction (baca langkah nomor 5) dan temperatur klatrat (jika terdapat CO2). Oh iya, melting temperature ice (Tm ice) pada inklusi yang mengandung CO2 tidak mencerminkan data salinitas sebenarnya, sehingga perlu dikoreksi dengan Th klatrat (-20 hingga 15 celcius) dan Th CO2 (rata-rata antara 15-31).


10. Diagram Haas (dengan input salinitas dan temperatur homogenisasi dari mikrotermometri) biasanya digunakan untuk endapan yang terbentuk pada pressure yang rendah (< 500 MPa) pada kedalaman yang dangkal (<2-3 km), mis epitermal atau geotermal. Endapan ini umumnya terbentuk pada kondisi boiling (pendidihan), sehingga emas dan logam akan lepas dari ligan dan terpresipitasi pada batuan samping atau vein. Tanda-tanda boiling, kita mempunyai fluida dengan komposisi liquid-gas pada FI yang bervariasi, dengan kata lain, volume fraction nya bervariasi. Diagram ini sangat tricky, sehingga TIDAK (pakai huruf tebal dan merah) semua data mikrotermometri yang kita dapat bisa di plot di diagram di bawah ini. Detailnya saya ulas di halaman ini . 

11. Dibandingkan dengan diagram Haas, ada metode lain yang lebih tepat untuk mengkoreksi data mikrotermometri kita, yaitu dengan menentukan koreksi terhadap temperatur terhadap tekanan (pressure correction). Data P-T digunakan untuk membuat isochore line, sehingga kita tahu kondisi terbentuknya endapan tersebut.  Dari sinilah pentingnya menghitung volume fraction, temperatur klatrat, temperatur CO2, ice melting temperature (Tm ice), Th(CO2) dan temperatur homogenisasi H2O.

Pada endapan yang terbentuk pada temperatur dan tekanan yang lebih tinggi, hasilnya tidak akan mencerminkan kondisi terbentuknya aslinya. Banyak freeware yang bisa digunakan, misalkan program ISOC oleh Ronald Bakker (MU Leoben atau grup Duan (Beijing, Cina) 
12. Data yang didapat bisa digunakan untuk menentukan tipe endapan yang sedang kita amati. Kita bisa bandingkan dengan literatur yang ada (misal, dari paper oleh Wilkinson tahun 2001). Endapan porfiri atau endapan yang terbentuk dari evaporasi umumnya mempunyai 3 fasa solid; endapan orogenik (umumnya, tapi tidak selalu) dicirikan dengan adanya gas, misalnya CO2-CH4-N2; endapan epitermal biasanya mempunyai salinitas rendah (< 5 % eq NaCl, bahkan beberapa di bawah 1)(referensi: Wilkinson 2001).

13. Lakukan koreksi antara temperatur homogenisasi dengan densitas. Misalnya dengan kurva isokor di bawah.

13.  Referensi bermanfaat (menurut saya) lainnya saya rangkum di halaman ini. 

14. Sorry for the long post. Here is potato.
Share:

Saturday, February 11, 2017

And after all, it;s just a carbonate


1. Okay, today let's take a look of some polish-thin section using microscope.
2. Wow, this sample is colourful. Let's take some photograph of it.
3. Time to describe, what is inside. Carbonate? absolutely.... we can't missed from the birefringence color. 
4. Now, what else to describe. Habit? Fibrous, banding? I though fibrous is more correct.
5. What kind of carbonate is it? I think it's calcite, because usually calcite (CaCO3) has fibrous habit. Let's write calcite. (see explanation below this bullshit)

6. But, how about the red-brownish thin veinlet? I don't think it's homogenous. Let's coat it using carbon and identify using SEM (scanning electron microscope).
.....................
7. Vacuum is ready, let's find those spot with fibrous calcite.
8. Wow, cool... finally i found the spot. Lte's analyse using EDS (energy dispersive x-ray spectroscopy)
9. Dammmn, it's not even calcite. It's dolomite-ankerite (Ca,Mg(CO3)2). See, Ca-Mg are bright. Fe is not that bright. Now, we know, the red-brownish veinlet is siderite (FeCO3), and the fibrous is not calcite. It's dolomite-ankerite...

..................... 
10. Yes, and then, what does it mean? Let's make some story...
11. Mg in dolomite. Hmmm...where does the magnesium come from? Let's search some literature. 
.....................
This finding is of significance as earlier reports of Phanerozoic radiaxial fibrous carbonates are exclusively of calcite mineralogy. Dolomite concretions described here formed beneath marine transgressive intervals within palustrine coal seams. This is of significance as seawater was arguably the main source of Mg2 + ions for dolomite formation. (literature somewhere )
.....................
12. Yes, correct... okay, don't forget, that most of sample were altered into dolomite. So, probably it is dolomitization (dolomitization: alteration of limestone into dolomite)
13. Woooow, I spend almost an hour only to describe one spot for one thin section............
14. Wooooooooow, I still have another samples to identify.....................
15. Wooooooooooooow, someone just learn mineralogy...... congratulatioooooon...
16. And after all, it's just a carbonate












explanation number 5: 
limestone does not always classified as calcite. Other form can be dolomite, ankerite, siderite, magnesite, or rhodochrosite. See ternary diagram below)

explanation point 9: 
the brighter the phase, means, the higher it's density, and the more abundant it's element. In this picture, only, Ca-Mg-O and minor Fe were detected. So, we can eliminate "rhodocrosite (MnCO3) and calcite (CaCO3). Now, see thin veinlet of Fe in the middle of fibrous. It is dark. It means, the thin veinlet should contain more Fe, and now, we understand, it is siderite)



suggested references:
-Microscopic description of veins
http://www-odp.tamu.edu/publications/149_SR/chap_34/c34_6.htm

artikel mikroskopi lain bisa dilihat disini
Share:

Friday, December 30, 2016

Mikroskop elektron pada mineral (SEM/EDS dan EMPA)

Biasanya, seorang geologis atau mineralogis membutuhkan pengamatan dengan mikroskop dengan perbesaran yang lebih tinggi,sering kali karena mineral tersebut terlalu kecil, atau kita memerlukan komposisi detail dan menentukan nama mineral dari komposisi kimianya. Sebelum saya menjelaskan mikroskop elektron, ada baiknya saya jelaskan dulu tentang SEM-EDS dan EMPA, kemudian tentang detektor WDS dan EDS.

SEM-EDS : scanning electron microscope energy dispersive system
- kadang-kadang ada yang menulis EDX, ada yang menulis EDAX, sebenarnya sama saja
kelebihan: 
- analisis cepat, murah, 
- jarang (bahkan kadang-kadang) tidak perlu menggunakan kalibrasi. sering kali menggunakan standard internal 
kekurangan: 
- tidak dapat memisahkan spektrum yang berdekatan seperti Mo, Pb dan S (contoh: galena, molibdenit)

 

Contoh pengamatan menggunakan SEM-EDS pada mineral sfalerit yang sudah di "bor" dengan laser (LA-ICP-MS). 

EMPAelectron microprobe analyses
- menggunakan detektor WDS, bukan seperti SEM yang menggunakan detektor EDS
- untuk keperluan scientific (data kuantitatif dari mineral) 
kelemahan:
- mahal
- perlu melakukan kalibrasi dengan standar yang sesuai untuk mendapatkan hasil yang relevan
kelebihan
- dapat membedakan spektrum yang saling berdekatan
kekurangan:
- mahal, membutuhkan waktu untuk kalibrasi 

Apa itu detektor WDS dan EDS?

Perbedaan EDX dan WDX bisa dilihat dari gambar di atas, yang merupakan spektrum molibdenit: warna kuning adalah spektrum EDS, warna abu-abu adalah spektrum WDS. Karena spektrum Mo dan S sangat berdekatan (hampir overlapping), mineral tidak dapat dibedakan menggunakan pengamatan SEM-EDS. sumber: SERC Carleton

SEM umumnya menggunakan satu detektor EDX, sedangkan electron microprobe menggunakan hampir 5 sensor WDX. Jadi bisa dibayangkan perbedaan ketelitiannya.
SEM-EDX (Axio Zeiss) di kampus saya di Leoben


 Pengamatan dengan electron microprobe (EMPA) di Leoben
Mineral zircon

Apa itu pemetaan elemen?
Pemetaan elemen atau element mapping adalah pengamatan semi-kuantitatif pada sampel (misalnya mineral) dengan memilih elemen yang ingin diketahui, hasil dari pemetaan elemen adalah gambar yang menunjukkan distribusi elemen berdasarkan tingkat kecerahannya.
Fotomikrograf di atas adalah dolomit (Ca,Mg(CO3)2). Yang berwarna merah-kecokelatan adalah siderit (FeCO3) . (arahkan pointer untuk melihat pengamatan di nikol sejajar)
Pengamatan menggunakan SEM. Mineral karbonat di atas disusun terutama oleh elemen Ca-Mg-Fe-O. Adanya zoning teramati jelas pada tingkat kecerahan spektrum Ca,Mg dan Fe 

Topik tentang pengolahan data dengan mikroskop elektron bisa diakses di halaman ini.

Selamat tinggal 2016, selamat datang 2017.

Update 13 Januari 2017:

Ore microscopy

Topik lain tentang mikroskop bisa dilihat di halaman ini




Share:

Blog Archive

Kontak ke Penulis

Name

Email *

Message *