Conversations with the Earth

Monday, March 17, 2014

Panggilan Untukmu, Sang Yudha Bumi

Sudah lama saya mempunyai hobi untuk membaca, namun baru beberapa tahun saya menggemari hobi saya, untuk menulis dan bercerita. Dan hal yang mengubah hidup saya, adalah ketika saya membaca karya dari penulis yang saya kagumi, Pramoedya Ananta Toer. Penulis yang tidak pernah masuk ke dalam daftar buku atau penulis semasa kita bangku sekolah, karena memang sensor yang sangat ketat dari pemerintah, mengingat keterlibatannya dalam LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakjat), yaitu organisasi kebudayaan yang bersayap kiri, dan sangat kental dengan aroma komunisme. Mas Pram, begitu dia disebut, menelurkan puluhan karya, yang sudah banyak dikutip dan diterjemahkan ke dalam 41 bahasa asing, namun di negeri-nya sendiri, pengakuan akan kehebatannya sebagai satu-satunya penulis Indonesia yang masuk dalam nominasi Nobel Sastra sangat minim. Ironis. Nyai Ontosoroh, tokoh ibu dari Minke dalam novel Tetralogi Pulau Buru, pernah berkata. "Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun ? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. - Anak Semua Bangsa".


Kutipan ini yang saya gunakan untuk mengawali tulisan saya, tentang motivasi menulis, terutama saat ini, apa yang saya tulis mungkin sedikit mengutip salah satu bagian dari tim kecil yang ada di himpunan berlogo merah bergambarkan palu beliung, Yudha Bumi. Saya pun membatasi tulisan saya dalam aspek pertambangan, supaya tidak lari dari topik awal dari blog ini.


Yudha Bumi, dikutip dari bahasa Sansekerta dan Indonesia. Kalau kita coba telusuri makna Yudha, maka yang akan kita dapat adalah "peperangan". Tidak heran memang, dalam tokoh pewayangan, sering kita dengar Perang Baratayudha, yaitu perang di Kurusetra antara Pandawa dan Kurawa, yang merupakan klimaks dari kisah Mahabarata. Nah, apakah Yudha disini bermakna perang? Ketika saya masih berstatus mahasiswa dulu, saya mendapat penjelasan seperti ini, Yudha bermakna "penjaga", dan Bumi, tetaplah bermakna "bumi". Yup, penjaga bumi. Yap, semua dari kita adalah Sang Penjaga Bumi.

Masuk ke hal yang lebih detail, di tempat saya berpijak sekarang, dunia pertambangan, sekelumit kecil dari bentuk industrialisasi, kadang saya masih belum nyaman, walaupun saat ini saya bisa hidup dari hal yang membuat tidak nyaman tersebut. Pertambangan, mempunyai dampak positif:  
1. membutuhkan modal yang besar, 
2. memberi kesempatan kerja warga sekitar dan meningkatkan kondisi sosial, ekonomi dan budaya daerah setempat. (ilustrasi kegiatan pengeboran eksplorasi yang membutuhkan puluhan orang untuk memindahkan peralatan bor dari satu lokasi ke lokasi lain)
3. memberi kemungkinan alih teknologi
4. menjadi pusat pengembangan wilayah dan masyarakat setempat. 
5. menambah pendapatan daerah, dan devisa untuk negara. 


Namun, ada hal negatif dari kegiatan pertambangan, yang justru oleh banyak orang dikemas sedemikian rupa, sehingga malah isu ini yang selalu menyudutkan dunia tambang, terutama oleh aktivis lingkungan, warga, dan orang-orang yang bergerak di sektor pariwisata. Dampak negatif dari pertambangan antara lain:
1. Merusak (mengubah) lingkungan hidup, 
a. Tanah atas yang subur
b. Vegetasi dibabat, daerah menjadi gundul, maka akan mudah tererosi dan 
c. Kondisi fauna dan flora rusak, sehinga ekosistemnya juga 
d. Mencemari sungai, danau, dan 
e. Terjadi polusi suara dan udara (debu batu bara, debu jalan angkut, dll)
2. Mengubah morfologi dan tata guna lahan
3. Dapat menimbulkan kesenjangan sosial, ekonomi, dan budaya diwilayah setempat.



Apakah solusi nya dengan menutup tambang? Mari kita tidak bermunafik diri, industri yang sudah ada bahkan semenjak peradaban manusia, tidak dapat lepas dari kehidupan kita. Industri ini sudah muncul bersama-sama dengan industri pertanian, yang saat ini sangat dekat dengan kebutuhan kita. Emas kita pakai bukan hanya sebagai perhiasan, namun juga di telepon seluler atau di laptop kita; tembok memerlukan semen untuk bisa kuat berdiri; sehingga mustahil untuk meng-stop kegiatan tambang. Kita tidak bisa mengulang masa lalu dengan menutup semua tambang dan hidup tanpa bahan tambang. Yang bisa dilakukan adalah mengontrolnya supaya tetap berada dalam kaidah good mining practices, yang berwawasan lingkungan, mengingat sumberdaya alam merupakan non renewable resources, yang bisa habis bila kita tidak bersikap bijaksana dalam mengelolanya. (ilustrasi Jatam)


Dari situ, ada hal-hal yang sering luput dari pengamatan masyarakat.  Pertambangan tidak selalu berkaitan dengan mengambil sumberdaya bumi sampai habis, namun juga harus memikirkan konservasi bahan galian untuk masa depan, dan perusahaan pun wajib untuk melakukan reklamasi, rehabilitasi dan revegetasi. Ironis memang, kebijakan di Indonesia tidak berpihak di sektor ini. Ekspor batubara sangat gencar, padahal jumlah batubara kita hanya sedikit. Siapa yang jadi kambing hitam? Selalu pemerintah, namun tidak kah kita sadar, ketika orang-orang itu kelak akan pensiun, kita lah sebagai generasi muda yang akan menggantikannya. (gambar ilustrasi diambil dari tulisan ini)

Dari situlah, kita seharusnya bisa menentukan, dimana posisi kita seharusnya berada. Kita harusnya masih tetap bisa berpegang teguh dengan idealisme kita, kita yang harusnya menyuarakan idealisme itu dalam semua aspek pekerjaan yang akan kita jalani (tidak hanya di dunia tambang saja), namun tak hanya itu, kita juga harus bisa menuangkan dalam suatu karya, Indonesia Baru Yang Bermartabat dari Saat Ini juga. Yup, kita lah Sang Yudha Bumi yang membawa karya tersebut.


Banyak informasi yang sebenarnya kita tahu, namun mirisnya, media selalu memanfaatkan hal-hal untuk membawa keuntungan untuk mereka. Pengaruh media di dunia maya sudah sangat kuat, kita ini kecil, namun bukan kita harus melawan kedigdayaan atau meluruskan berita yang ada, namun berkepribadian lah, berorasi lah secara bebas, karena banyak hal yang kita tahu tentang dunia tambang, namun suara itu tak pernah sampai di dunia luar. (Gambar bekas tambang batubara Manda Pit di Fukuoka, yang diusulkan menjadi salah satu warisan budaya Unesco)

Kita mengenal akan program reklamasi tambang, kita mengenal adanya uang jaminan penutupan tambang, kita juga bisa bercerita ke dunia bebas tentang genesa emas atau panas bumi di gunung-gunung berfumarol atau bersolfatar, namun banyak dari kita yang termenung dan membiarkan semuanya seperti angin lalu. Hai Sang Yudha Bumi, bangun dari tidurmu, sebarkan informasi yang tidak sampai ini ke seluruh penjuru negeri, karena hanya 4% dari 235 juta rakyat Indonesia yang menjadi kaum intelek. 

Bekas tambang emas diurug dan direvegetasi/dihutankan kembali, Halmahera Utara, Maluku Utara (Tain dkk., 2005)

Luruskan lah apa yang memang salah, namun jangan pernah membenarkan apa yang sudah salah menjadi benar. Tambang tidak merusak lingkungan, kita lah yang memastikan untuk mengawal misi besar ini.  Katakan salah pada kapitalisme yang ada di tanah Indonesia ini, namun masalah tak kunjung selesai hanya dengan menyalahkan.  Kita lah yang akan memegang bangsa ini 10 atau 15 tahun mendatang, sehingga mari kita bergerak menjadi bagian dari solusi. Menyebarlah di seluruh Indonesia ini, hai Sang Yudha Bumi. Setiap kita bisa memilih jalan yang berbeda untuk penghidupan kita, namun satu hal yang sama, darah kita merah dan kita berdiri di atas bumi pertiwi Indonesia.  

Membaca lah kawan, kemudian berceritalah. Bercerita Atau, menulis lah kawan, karena hanya dengan menulis, kau bekerja untuk keabadian.

Selamat berkarya di dunia-mu masing-masing.
(klik gambar ini untuk masuk ke dalam web Yudha Bumi HMT ITB)

1. http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/12/30/reklamasi-tambang-itu-bagaimana-sih-622440.html
2. TINJAUAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG DAN ASPEK KONSERVASI BAHAN GALIAN,Sabtanto Joko Suprapto, Kelompok Program Penelitian Konservasi “Pusat Sumber Daya Geologi". http://psdg.bgl.esdm.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=609&It
3. http://yudhabumi.blogspot.com/


Klik Gambar di bawah untuk melihat artikel lain




Share:

0 comments:

Post a Comment

Komentar akan dimoderasi oleh penulis sebelum tayang. Terima kasih

Blog Archive

Kontak ke Penulis

Name

Email *

Message *