Conversations with the Earth

Endapan mineral di Finlandia dan Swedia

Perjalanan saya ke lingkaran kutub utara

Atlas of ore minerals: my collection

Basic information of ore mineralogy from different location in Indonesia

Sketch

I always try to draw a sketch during hiking

Apa itu inklusi fluida?

Inklusi fluida adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya fluida yang terperangkap selama kristal tumbuh. Gas dan solid juga bisa terperangkap di dalam mineral.

Situ Cisanti di Pengalengan, Bandung

50 km dari Bandung, Situ Cisanti terkenal karena menjadi sumber mata air sungai Citarum

Showing posts with label artikel geologi. Show all posts
Showing posts with label artikel geologi. Show all posts

Friday, July 5, 2013

‘Gunung Gamping’, Contoh Buruk Eksploitasi Karst (Budi Brahmantyo)

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Artikel box pada “Geologi Linewatan” Geomagz Vol. 3 No. 2 Maret 2013

Setelah perjalanan panjang langlangbumi (geotravel) dari Bandung, Tasikmalaya, Ciamis dan menembus perbatasan Jawa Barat – Jawa Tengah ke Majenang dan Wangon, beristirahat di hotel kecil di Purwokerto merupakan anugrah tak ternilai. Energi baru terisi kembali untuk melewati hari kedua langlangbumi yang rencananya akan menyusuri jalur lintas selatan Jawa Tengah hingga Yogyakarta.

Di hari kedua, setelah berhenti di beberapa objek seperti di Jembatan Serayu, Rawalo, singkapan lava yang terrendam Kali Tambak, Gombong, Karanggayam, Sokka dan Kali Lukulo, menjelang sore iring-iringan mobil memasuki batas kota Yogyakarta. Teringatlah satu “tugu” pengingat tamaknya industri kapur. Menjelang pudarnya cahaya Matahari, akhirnya mampirlah kami ke suatu tempat yang tidak jauh dari jalur utama, tetapi seolah-olah terpencil dari perhatian, Tugu Gunung Gamping.



Gunung Gamping menjadi inspirasi bagi saya dalam perjuangan menyelamatkan karst Citatah, Bandung Barat di awal hingga pertengahan dekade 2000. Pencarian bermula dari penemuan dokumen tua tak sengaja saat membereskan satu lemari buku di Laboratorium Geologi Rekayasa di Prodi Teknik Geologi ITB. Tersembullah satu cetakan berukuran A5 berjudul “Gunung Gamping, Sebelah Barat Jogjakarta.” Cetakan yang telah menguning itu diterbitkan oleh Pusat Djawatan Geologi Bandung dan dikeluarkan “Pada Peringatan 200 Tahun Kota Jogjakarta,” tertanggal Bandung, 7 September 1956. Masih dengan ejaan lama. Tidak tercantum nama penulis selain Kepala Pusat Djawatan Geologi.

Isinya merupakan keprihatinan Pusat Djawatan Geologi akan satu warisan geologi di Gunung Gamping. Di dokumen tersebut disebutkan perihal catatan Junghuhn yang disertai sketsa indah, dimuat di Java Album 1849, suatu perbukitan karst luas dengan bukit-bukit gampingnya mencapai ketinggian 150 kaki, atau lebih dari 50 m, dari permukaan tanah. Menurut Junghuhn pula, pada 1883 dikeluarkan suatu aturan yang disebut “pranatan” yang membolehkan penggalian batugamping. Maka kota Yogyakarta pun terbangun dengan sumbangan kapur dari Gunung Gamping yang hanya berjarak 4 km dari pusat kota itu. Selain itu, diperkirakan kebutuhan tepung gamping untuk pemurnian gula ikut menyumbang musnahnya Gunung Gamping.


Situasi “angker” beberapa tahun sebelumnya yang dikaitkan pada satu gua yang dipercayai sebagai pesanggrahan Sri Sultan Hamengkubuwono I di Ambarketawang, Gunung Tlogo, tidak menjadikan penggalian kapur berhenti. Akhirnya penggalian yang terus menerus itu hanya menyisakan bongkah setinggi 10 m di tahun 1950-an. Dalam dokumen itu, dua foto hitam-putih yang diambil oleh geologiwan dari Swis, Dr. Werner Rothpletz pada tahun 1956, memperlihatkan bongkah batugamping yang tersisa tampak tersendiri di antara dataran pesawahan.

Kini yang yang tampak hanyalah bongkah berukuran kira-kira 2 x 10 m dan tinggi 10 m. Persis seperti foto Rothpletz 1956. Bedanya, pagar tinggi mengelilinginya dengan sebuah plank bertuliskan: Cagar Alam Gunung Gamping 0,015 Ha dikeluarkan 16 Desember 1989 melalui SK Menhut No. 758.Kpts.II-1989. Rupanya “desakan” Pusat Djawatan Geologi pada tahun 1956 untuk melindungi sisa-sisa terakhir Gunung Gamping yang berumur Eosen dan tergolong langka tersebut, baru terwujud 33 tahun kemudian!




Foto Rothpletz 1956 dan insert kondisi tahun 2013 sbg bangkah yg dilindungi


Tentu keputusan perlindungan itu baik walaupun sangat sangat terlambat! Gunung Gamping menjadi contoh buruk bagaimana kita selalu terlambat melindungi warisan atau pusaka geologi. Tindakan muncul setelah penyesalan ketika semuanya musnah dan hanya meninggalkan puing-puing saja. Sebagai penghiburan yang kecut, puing-puing ini hanya menjadi tugu pengingat bahwa dulu ada perbukitan karst luas yang bernama Gunung Gamping.

(Budi Brahmantyo, Teknik Geologi ITB)., dikutip dari 

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Menurut pendapat saya, tidak semua penambangan itu berdampak negatif bagi lingkungan, namun tidak dipungkiri, tidak semua penambangan telah dikelola dengan baik. Kawasan karst, yang banyak banyak diperdebatkan oleh banyak ahli mengenai status kegiatan nya, memang harus dikelola dengan sangat berhati-hati. Penambangan yang kelewat batas, sebenarnya bisa dipandang dari beberapa aspek, karena akan menyangkut prinsip ekonomi "supply, demand, dan regulasi".

Adanya pembangunan yang bersifat intensif di seluruh aspek kehidupan, baik sebagai sarana konstruksi, perumahan, jalan raya, membuat permintaan akan semen meningkat. Hal ini berimplikasi pada target produksi yang meningkat, sehingga eksploitasi dapat menjadi berlebihan. Namun, eksploitasi ini haruslah berwawasan lingkungan, dimana tidak semua kawasan batugamping dapat ditambang. Kawasan karst, yang memiliki karaktersitik banyak memiliki rongga dengan bentuk terumbunya yang indah, perlu untuk dilindungi keberadaaannya.

Tambang gamping batukumbung, Tuban



Share:

Tuesday, July 2, 2013

Kalsit, marmer, kuarsa,batu mulia, bagaimana membedakannya?



Saya mendapat kesempatan berkeliling di Padalarang untuk meninjau lokasi pengabdian nmasyarakat dari dosen Teknik Pertambangan ITB kepada masyarakat di sekitar tambang, yang difasilitasi oleh LPPM. Memang ini bukan pertama kalinya saya berkesempatan untuk "berjalan-jalan" di Padalarang, karena sebelumnya, saya sudah beberapa kali mengantar adik kelas saya untuk mempelajari struktur dan morfologi pada kuliah Pemetaan Eksplorasi.


Apa oleh-oleh kali ini? Biasanya, sering kali jika kita berjalan-jalan di Padalarang, kita akan melihat kenampakan Goa Pawon, Gunung Masigit, Pasir Bancana dari jalan raya. Atau kita bisa melihat variasi batugamping, baik batugamping yang klastis maupun batugamping yang menyerupai terumbu. Kali ini saya mendapati mineral kalsit (rumus kimia: CaCO3), merupakan kelompok batuan karbonatan, yang mempunyai kekerasan Mohs skala 3. Apa sih yang menarik dari batu ini, perasaan sering kita jumpai di dekat laut. Masih ingat dengan terumbu karang yang ada di pinggir laut? Nah, kalau masih ingat, sekarang bayangkan, kenapa ya bisa ada komplek batu gamping di Padalarang, padahal kan jarak dengan laut sangat jauh? hmmmm,,, kalau kita flash back, ternyata Padalarang dulu merupakan sebuah basin atau cekungan, dimana dulu sempat mengalami penurunan permukaan, terendam laut, baru kemudian terangkat seperti sekarang. Hal ini yang mendasari mengapa kita bisa menjumpai fosil kerang di Padalarang.
Kenapa saya ulas mineral yang umum dijumpai ini? Saya masih terkesan dengan belahan-nya yang terlihat jelas pada ketiga arahnya, dengan sistem kristal trigonal, kilap kaca, dengan menunjukkan adanya birefringence atau rangkap ganda. Kalsit mempunyai belahan konkoidal atau jelas, dengan warna gores putih. Kalsit mempunyai polimorfisme dengan mineral aragonit, dimana umumnya aragonit dibedakan karena mempunyai bentuk yang menyerupai terumbu.


Bagaimana membedakan kalsit dengan mineral lain? Seringkali kita susah membedakan antara kalsit dengan kuarsa, karena keduanya kadang-kadang sedikit membingungkan satu sama lain. Hal paling mudah yang harus kita lakukan, adalah dengan mencari asam klorida (HCl), dan meneteskannya ke atas mineral yang akan kita cek. Jika mineral tersebut bereaksi dengan mengeluarkan buih, maka mineral yang kita identifikasi tersebut adalah kalsit, karena terjadi reaksi antara kalsium karbonat dengan asam klorida. Namun, jika tidak bereaksi dengan HCl, maka mineral yang kita identifikasi adalah kuarsa. Reaksi antara kalsit dengan HCl adalah sebagai berikut:

CaCO3(s) + 2 HCl(aq) --> CaCl2(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Sering kali, kita tidak membawa HCl ke lapangan, sehingga kita tidak dapat menentukan apakah mineral tersebut kalsit atau kuarsa. Maka, kita dapat memanfaatkan sifat fisik lain yang berbeda kontras, yaitu dengan menggunakan skala kekerasan Mohs. Kalsit mempunyai kekerasan 3, sedangkan kuarsa mempunyai kekerasan 7. Sehingga kita perlu mencari mineral atau bahan lain yang mempunyai kekerasan antara 3-7, kemudian menggoreskannya. Sebagai contoh, kita dapat menggunnakan belahan kaca yang mempunyai kekerasan relatif 4-5, atau pun paku besi yang mempunyai kekerasan 5-6. Jika mineral tersebut dapat menggores mineral yang kita cari, maka confirm , mineral tersebut adalah kalsit.

Di tengah maraknya batu mulia ini, sifat kekerasan di atas dapat digunakan untuk mengetahui batu mulia yang akan kita cek itu asli atau tidak. Pada beberapa kasus, karena kadang kita menjumpai batu yang sangat menarik ketika sudah dipoles, namun ternyata, batu yang kita jumpai bukan merupakan batu yang asli. Sebagai contoh, lihat gambar batu di bawah ini. Melihat perlapisannya, sangat menarik bukan? Tertarik untuk menjadikan sebagai batu mulia? Hmm, batu yang anda lihat itu adalah marmer, yang mineral asalnya adalah kalsit, bukan kuarsa atau pun mineral lain yang bisa dijadikan sebagai batu mulia pada kebanyakan. Jadi, tidak semua batu bisa dijadikan batu akik.



Marmer dari Nusa Tenggara Timur (http://www.kidnesia.com/var/gramedia/storage/images/kidnesia2014/indonesiaku/teropong-daerah/nusa-tenggara-timur/hasil-tambang/marmer/541423-1-ind-ID/Marmer.jpg)






Yup, sekian dulu oleh2 cerita tentang kalsit, marmer dan cara mengenalinya, nanti kita sambung lagi di tulisan yang lain. Salam hangat untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.







Gamping terumbu (sebelah kanan gambar) dan gamping klastis/ masif (sebelah kiri gambar)


Bukit-bukit gamping terumbu di Cipatat, Padalarang


Gunung Masigit dan Pasir Bancana tampak dari kejauhan

Berikut foto-foto lain yang saya ambil, bukan dari Cirawa, Padalarang, namun dari sekitar Cipatat, Padalarang, ketika saya menemani adik-adik tambang eksplorasi ITB melakukan ekskursi kuliah Pemetaan Eksplorasi.























Pisau komando, Citatah


Bacaan lain yang bermanfaat tentang bukit kapur sepanjang Padalarang:


1.http://geologi.iagi.or.id/2010/06/17/kawasan-karst-citatah-bandung-memasuki-babak-baru/


2.http://cekunganbandung.blogspot.com/2010/10/karst-citatah-great-barrier-reef-di.html


3.http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=54





follow me: @andyyahya


GeoEducative Blogspot



















Share:

Friday, May 31, 2013

Lombong Emas yang Menggurita di Ciseuti, Purwakarta

Beberapa waktu lalu, saya mendapat kesempatan untuk mengunjungi tambang rakyat yang berada di Purwakarta. Lokasi itu merupakan tambang emas rakyat yang berada di Gunung Cimuringis, Desa Ciseuti, Purwakarta. Pada daerah tersebut, dilakukan kegiatan penambangan emas rakyat, dimana di sepanjang lereng gunung tersebut, sudah banyak ditembus oleh terowongan-terowongan yang saling menggurita satu sama lain. Pada lokasi tersebut, para penambang mengambil bongkah-bongkah yang dimasukkan ke dalam karung, dimana proses pengolahannya dilakukan dengan menggelundung sampai bongkah berukuran halus. Jika penambang tidak mempunyai cukup dana untuk menggelundung batuan tersebut, mereka hanya meremukan batuan hingga sangat halus dengan menggunakan palu, kemudian didulang persis di depan lombong mereka. 

Sedikit miris memang melihat aktivitas mereka di lombong-lombong itu. Tidak semua lubang yang mereka buat di sangga oleh kayu, yang mereka sebut sebagai stake. Hanya berdasarkan intuisi dan pengalaman saja, mana yang harus disangga, mana yang tidak. Memang, ketika saya coba masuk ke dalam lubang tersebut, saya melihat sendiri, batuan yang ada di dalam sana relatif keras, dengan kondisi air yang tidak banyak. Tapi, kita tidak akan tahu bagaimana kestabilan dari lubang tersebut di masa mendatang. Sudah jelas, pada lokasi yang dekat dengan vein, alterasi akan berkembang dengan intensif, dimana alterasi merupakan kumpulan dari mineral-mineral, yang umumnya muncul sebagai mineral lempung. Pada alterasi tersebut, batuan umumnya lunak, sehingga cukup mengkhawatirkan juga membiarkan batuan tidak disangga. Dan kalau kita lihat, vein atau urat sebagai jaring-jaring yang saling menjemari satu sama lain, urat merupakan media lewatnya air, yang bisa terhubung satu sama lain. Hal ini yang dapat menjadi media yang bersifat porous, yang bisa sewaktu-waktu mengalirkan air ke dalam lombong.

Ironi memang kalau harus menangani tambang rakyat seperti ini. Bukan permasalahan yang mudah untuk Dinas terkait dalam rangka menertibkan penambang-penambang tersebut. Belum lagi, dari referensi yang saya baca dari halaman internet di Kompas dan  Pikiran Rakyat pada link berikut:
http://regional.kompas.com/read/2011/08/20/12503680/Tambang.Emas.Purwakarta.Dihidupkan.Lagi
dan http://www.pikiran-rakyat.com/node/124647 . Pada salah satu kutipan dari berita tersebut, pemilik dari lokasi tambang di Purwakarta ini adalah keluarga Panigoro, yang besar melalui Medco Group. Harusnya, kegiatan penambangan di lokasi tersebut dikelola lebih layak lagi, karena kesehatan, keselamatan para penambang, tidak sebanding dengan emas yang akan mereka dulang maupun mereka dulang untuk kehidupan sehari-hari. Lagi-lagi, pernyataan retoris inilah yang akan muncul "perlu adanya sinergi antara lembaga, baik Dinas Pertambangan, pemilik usaha pertambangan, serta penambang itu sendiri, supaya aktivitas penambangan berjalan dengan baik".


Yah, sekali lagi, saya hanya memaparkan kondisi yang ada di sekitar kita, untuk mengingatkan, banyak orang di luar kita yang tidak lebih beruntung dari kita. Kita harus banyak bersyukur, karena dunia tidak seindah nasi hangat yang terhidang di depan piring kita setiap harinya. Lakukan apa yang kamu bisa untuk duniamu, dan berkaryalah untuk kemajuan bangsa dan negaramu.




GeoEducative Blogspot
follow me: @andyyahya

Saya ketika berada di salah satu lombong emas bawah tanah di Ciseuti, Purwakarta

Share:

Friday, April 5, 2013

[FULL PAPER] Integrated Exploration Method to Determine Cu Prospect in Seweden District, Blitar, East Java

Alhamdulillah, tulisan saya masuk ke dalam Procedia Earth and Planetary Science , salah satu prosiding internasional yang dibawahi oleh Elsevier. Saya coba lampirkan link download nya, siapa tahu ada yang membutuhkan untuk membantu referensi dalam menulis, terutama yang berkaitan dengan epithermal atau pun mineralisasi di Jawa Timur bagian Selatan.



Link download abstract bisa langsung menuju ke http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1878522013000106 . Kalau di tempat nya belum berlangganan sciencedirect, kontak saja saya via email, dengan senang hati akan saya kirimkan. Demi kemajuan bangsa kita supaya kita bisa bersaing dengan bangsa lain.

Sedikit tidak akan pernah habis walau dibagi, mari berkarya.

Salam,

GeoEducative blof\g
@andyyahya
Share:

Sunday, February 10, 2013

Lava Basalt Pasir Impun Menanti Konservasi




Sambil gowes, sambil melihat keindahan alam kota Bandung, terutama melihat singkapan geologi yang ada di sekitar Cekungan Bandung. Lava basalt yang berada di Bandung Timur, bisa ditempuh dari Pasir Impun, Cicaheum, maupun Cikadut ke arah Utara.  

Basalt adalah batuan beku ekstrusif yang berwarna gelap, berbutir kristal halus,  secara megaskopis, bila dalam keadaan segar, basalt dapat dikenal dari warnanya yang hitam atau gelap dan dengan butiran kristal mineral yang halus. Di lapangan, basalt dapat hadir dalam bentuk tubuh intrusi atau sebagai aliran lava. Sebagai tubuh intrusi, pada tubuh basalt dapat terbentuk kekar tiang (collumnar joint). Sebagai aliran lava, dapat dikenal dari adanya indikasi aliran dalam bentuk lubang gas atau mineral dengan orientasi arah tertentu. Di lapangan, basalt dapat juga ditemukan sebagai lava bantal (pillow lava)  yang menunjukkan genesa pembentukan di bawah air (laut, sungai, danau atau es).

Di sepanjang perjalanan menuju tambang, penduduk lokal banyak yang menggunakan bahan tambang sebagai batu templek sebagai ornamen dekorasi bangunan. Lava basalt ini ditambang menggunakan peralatan tambang mekanis, dengan cangkul dan linggis, dan diangkut menggunakan truk. Sangat simple, namun multiplier efeknya berarti untuk banyak orang. 
Konservasi sumberdaya sudah harus kita pikirkan sejak saat ini. Bukan untuk melarang, menutup, atau memboikot kegiatan tambang, karena kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari bahan tambang. Bahan tambang merupakan sumber daya yang tidak terbaharui, sehingga, kegiatan penambangan yang berwawasan lingkungan sudah harus mulai dipikirkan dan dikelola dengan lebih baik, serta masih di konservasi sehingga anak cucu kita kelak masih bisa melihat fenomena ini.

Tetap sehat, tetap semangat, Salam gowes, Salam betis gatotkaca.





Share:

Monday, January 14, 2013

Perlit, produk letusan gunung berapi, (Cerita dari Provinsi Lopburi, Thailand)


Perlite

Suatu kesempatan yang langka, ketika saya berkunjung untuk mengikuti seminar internasional di Thailand, saya mendapat kesempatan untuk berkunjung ke salah satu tambang perlit, di Pnomchat hill, di Provinsi Lopburi. Provinsi berjarak 200 km dari Bangkok, dan ditempuh dengan perjalanan darat sekitar 3 jam dari Bangkok menggunakan shuttle bus.

Pemilik tambang ini merupakan dosen dari salah satu universitas di Thailand, yang namanya susah untuk diingat, namun dari penjelasan yang dia buat dari slide nya, di gubug tempat dia menyimpan perlit yang sudah diolah, menunjukkan dia sangat mengenal baik karakteristik dari endapan tersebut. Memang, tidak banyak orang yang bisa bergerak pada 2 sisi yang berbeda, menjadi pengajar, namun juga menjadi pengusaha di bidang yang dia tekuni


Sebagai pendahuluan, perlite (perlit) adalah salah satu batuan piroklastik, salah satu tipe dari volkanik-glass, yang dapat mengembang dan menjadi sangat berpori ketika dipanaskan. Berasal dari bahasa Perancis "Pearl", yang menunjukkan kilap mutiara dari batuannya. Ketika dipanaskan, perlit dapat mengembang hingga 20x dari volume sebenarnya. Prinsipnya sama seperti kita membuat pop corn, dimana volume akan mengembang, namun menjadi lebih ringan. Perlit umumnya berwarna abu-abu hingga hijau, namun bisa berwarna cokelat, biru, ataupun merah. Setelah dipanaskan, perlit akan berwarna abu-abu hingga putih.

Volcanic glass umumnya terbentuk akibar adanya lava yang membeku dari letusan gunung berapi dan membeku dengan cepat. Karena membeku dengan cepat, tidak terbentuk kristal secara sempurna, dan tidak ada kesempatan air akan keluar dari material tersebut. Perlit merupakan grup silikat, yang mempunyai kadar silika yang sangat tinggi. 

Pada daerah yang saya kunjungi, perlit berasosasi dengan tuff dan batu-apung (pumice), yang juga merupakan produk dari batuan piroklastik, dan juga berasosiasi dengan devitrified perlite. Klasifikasi dari material tersebut dibagi berdasakan kenampakan fisik dari batuan.
Banyak struktur minor yang bisa diamati, seperti adanya laminasi, micro-folding atau perlipatan mikro, serta adanya fragmen batuan yang terperangkap dan terkompaksi, sebagai produk adanya letusan di masa lampau.

Setelah perlit diberaikan dengan menggunakan bahan peledak, perlit kemudian diangkut menggunakan dumptruck dan back hoe, untuk kemudian di remukkan dengan menggunakan crusher, dan dibakar sehingga perlit mengembang, dan menjadi sangat ringan. Bahkan perlit yang semula keras, ketika sudah menjadi serbuk dan diletakkan di atas air, perlit akan mengambang di atas air tersebut.
Perlit mempunyai banyak manfaat. Menyerupai bentonit, zeolit, yang dimanfaatkan sebagai penukar ion, perlit juga dapat dipakai untuk keperluan tersebut. Pembuatan beton ringan, kosmetik, campuran bahan makanan hewan dan tumbuhan, penjernih air, merupakan sebagian kecil dari manfaat perlit. Di akhir kesempatan. pemilik tambang tersebut berbaik hati memberikan kami kosmetik, yang diyakini bisa memutihkan wajah. Minat mencoba? 

Di Indonesia, tambang perlit berasosiasi dengan obsidian, yang berada di Samarang, Garut yang ulasan singkatnya pernah saya tuliskan disini.

Tambang Perlit, Pnomchat Hill-Provinsi Lopburi, Thailand

Share:

Blog Archive

Kontak ke Penulis

Name

Email *

Message *