Conversations with the Earth

Endapan mineral di Finlandia dan Swedia

Perjalanan saya ke lingkaran kutub utara

Atlas of ore minerals: my collection

Basic information of ore mineralogy from different location in Indonesia

Sketch

I always try to draw a sketch during hiking

Apa itu inklusi fluida?

Inklusi fluida adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya fluida yang terperangkap selama kristal tumbuh. Gas dan solid juga bisa terperangkap di dalam mineral.

Situ Cisanti di Pengalengan, Bandung

50 km dari Bandung, Situ Cisanti terkenal karena menjadi sumber mata air sungai Citarum

Showing posts with label geologi jawa barat. Show all posts
Showing posts with label geologi jawa barat. Show all posts

Sunday, March 2, 2014

Mitos Gunung Ciremay yg "katanya" Dijual ke Chevron


Let be a smart reader.  Saya awali dengan kutipan itu, ketika sore ini saya membaca berita yang mengagetkan saya, terutama ketika saya baca headline berita di dengan judul "Gunung Ciremay Dijual Ke Chevron". Saya lebih terkaget-kaget lagi karena ternyata konten berita yang ada di dalamnya tidak sesuai secara keilmuan, dan malah cenderung menyesatkan. Bukannya saya mendukung Chevron untuk mengakuisisi Ciremay, namun ada hal yang secara aspek geologi tidak sesuai dengan naluri saya sebagai orang yang sedikit paham akan ilmu geologi. Saya pun langsung membuat twit ngebut, cuma untuk meluruskan berita yang kurang benar dan tidak sedap dipandang, kalau orang hanya mencerna mentah-mentah. 
Saya kutip dulu twit saya, supaya saya ndak perlu nulis dua kali tentang apa yang sudah ditulis tadi. Kalau mau lihat detail twit saya, silahkan mampir di http://chirpstory.com/li/192151 , yang print screen nya ada di blog ini.







Sebenarnya yang dijual itu bukan gunung, namun potensi panas bumi yang kala itu ditenderkan pada akhir tahun 2012. Berita ini masih bisa diakses di portal berita pikiran rakyat tanggal 4 Juni 2012.  Saya beri screenshoot nya biar sama2 paham juga. Saya sendiri juga heran, kenapa berita lama ini di blow up lagi menjelang pemilu 2014, yang akhirnya bisa diinterpretasikan berlebihan oleh banyak orang. Kalau memang proses nya adalah tender terbuka, ya artinya tidak ada masalah seharusnya karena semua perusahaan yang berkompeten dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, bila memang secara aspek teknis dan keekonomian mampu untuk mengelola, ya sangat wajar jika diberi hak untuk mengelola potensi tersebut. Sekali lagi, kalau masalahnya adalah nasionalisme, ya memang tidak sesuai, jika kita memandang seharusnya Pertamina lah yang seharusnya diberi wewenang mengelola.




Saya berikan juga beberapa gambaran lokasi geotermal yang pernah saya jumpai, semoga tidak sampai salah persepsi mengenai geotermal ya, yang seharusnya malah bisa men-generate listrik untuk bisa disalurkan ke penduduk sekitar yang ramah akan lingkungan.

PLTP KAMOJANG, GARUT

 KAWAH KERETA API, GARUT

KAWAH KERETA API - INDONESIA POWER, GARUT



GEOTHERMAL DIENG - GEODIPA, WONOSOBO

 SUMUR PRODUKSI GEODIPA, DIENG, WONOSOBO

DIENG PLATEAU, WONOSOBO

DRAJAT, GARUT


DRAJAT, GARUT


Semoga bisa sedikit menggambarkan kondisi geotermal di Indonesia, yang banyak membangun daerah di sekitarnya. Saya sendiri kenapa tergerak untuk menulis tentang geotermal, yaitu karena Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai sumberdaya geotermal yang sangat besar, dan sudah saatnya Indonesia beralih dari pembangkit konvensional yang menggunakan minyak bumi dan batubara yang relatif tidak ramah lingkungan, dan beralih ke pembangkit yang ramah lingkungan seperti geotermal. Tidak ada tendensi apa pun terhadap Gunung Ciremay maupun Chevron, karena saya pun pernah mendaki Gunung Ciremay 2007 yang lalu. Selama AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sudah dilaksanakan oleh Chevron dan tidak menyalahi ketentuan tentang pemeliharaan lingkungan dan hutan lindung, serta tidak mengganggu keberlanjutan pendakian di Gunung Ciremay, sepertinya potensi itu malah seharusnya kita support, sambil terus kita kawal perjalanannya supaya tetap on the track. 

Let be a smart reader 

Salam lestari Indonesia.

Saya coba kutip beberapa informasi yang bisa jadi renungan mengenai sisi baiknya geothermal, supaya saya pun tidak terjebak dalam debat tentang topik Chevron dan Gunung Ciremay.
1. Pemanfaatan Geothermal dan Dampaknya Terhadap Lingkungan ==> www.http://www.kamase.org/?p=569
2. Geothermal yang ramah lingkungan ==>
http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2013/11/04/geothermal-ebt-ramah-lingkungan-605304.html

3. Salah satu metode untuk mengetahui mineralisasi emas di bawah permukaan menggunakan ilmu geofisika oleh teman saya, Alvin, Teknik Geofisika 2006. Nah, yang ini terbukti secara ilmiah, bukan tiba2 keluar petir dari permukaan bumi yang nyamber ke pesawat seperti di uraian di atas. ==>



















Share:

Monday, February 3, 2014

Belajar Geologi Sepulang Bikecamping di Jatiluhur




Sambil gowes, sambil belajar geologi. Itu yang jadi motivasi saya, ketika salah seorang teman saya menanyakan, bukit apa yang kami lihat di Plered. Saya memang yakin bahwa yang saya lihat adalah sebuah intrusi, namun apakah intrusi tersebut terpotong oleh sesar? Itu yang masih menjadi pertanyaan selama perjalanan saya dari Bandung hingga ke Jatiluhur, dengan menggunakan sepeda yang penuh dengan gembolan, yang biasa disebut oleh "pannier". Sekilas, tampak bahwa bukit tampak seperti mengalami sesar atau pergeseran, namun ternyata hipotesis saya kurang tepat, karena setelah saya plotkan di peta geologi, Gunung Cupu tersebut merupakan intrusi andesit.



Setelah saya tanyakan kepada penduduk setempat, ternyata bukit yang saya lihat adalah Gunung Cupu, tepat berada di pertigaan Plered, berada tepat di depan kita ketika kita menuruni Bandung-Padaralang-Cikalong Wetan-Gunung Hejo. Saya sempat mengambil beberapa foto, baik dari depan, maupun dari sampingnya, namun saya belum berkesempatan untuk turun dan melihat dari dekat kenampakan bukit tersebut.



Dilihat dari peta geologi, Gunung Cupu mempunyai kode "ha" yang berwarna pink, pada peta geologi di bawah, yang jika kita cek di kolom keterangan, maka penjelasan dari kode "ha" adalah andesit hornblenda dan porfir diorit hornblenda. Intrusi-intrusi yang umumnya tersusun dari plagioklas menengah dan hornblenda di sekitar G. Sanggabuana dan G. Parang. Saya coba cari dimana letak Gunung Sanggabuana dan Gunung Parang, dimana Gunung Sanggabuana berada perbatasan dari 4 Kabupaten, yaitu di Utara Kab. Karawang, sebelah Timur Kab. Purwakarta, sebelah Selatan Kab. Cianjur dan sebelah Barat Kab. Bogor. Sedangkan Gunung Parang, terletak di daerah Plered, Purwakarta. Saya memang dulu pernah melakukan pemetaan eksplorasi di daerah Plered, namun saya sendiri kurang "copy" dimana lokasi Gunung Parang tersebut.



Kembali lagi ke Gunung Cupu yang ada di depan saya kali ini, gunung ini merupakan sebuah intrusi, yaitu batuan beku yang naik ke permukaan, dan membeku di bawah tanah sebelum mencapai permukaan bumi. Intrusi ini kemudian bisa tersingkap dan nampak di permukaan karena adanya aktivitas dari alam (baik itu karena adanya hujan, angin, air, dan sebagainya), dan bisa juga akibat manusia (aktivitas penggalian). Di daerah Plered, intrusi ini dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, seperti di tambang Gunung Kecapi, di tempat saya berfoto, tidak jauh dari Gunung Cupu tersebut. Intrusi ini termasuk dalam jenis intrusi andesit, dimana andesit merupakan batuan beku asam. Saya coba cari informasi tambahan dari tulisan di dunia maya, yang ada malah asal usul penamaan Gunung Cupu, yang konon di daerah tersebut merupakan tempat peninggalan pusaka, yang lengkapnya bisa dibaca disini.



Dari Gunung Cupu, saya melanjutkan perjalanan bersama rekan-rekan gegembolan menuju Waduk Jatiluhur. Sekitar jam 15.30 saya sampai di waduk tersebut, dan langsung saya mendirikan tenda. Karena saya memang ingin mencari tempat yang tidak berjauhan dengan waduk (supaya ketika membuka tenda saya bisa melihat waduk langsung), saya buat tenda di tempat yang sedikit miring, dan tidak membuka di daerah yang datar karena becek. Memang posisi tidur menjadi kurang nyaman, namun saya bersyukur, karena sepanjang malam hujan, dan daerah yang posisinya lebih rendah dibandingkan tenda saya, hampir beceknya ga ketulungan.



Tanah yang becek, mengingatkan saya bahwa tanah tersebut mempunyai permeabiltas yang kurang baik. Apa itu permeabilitas? Saya kutip dari http://engineeringlectures.com/permeability-2/permeability-4 , bahwa yang dimaksud sebagai permeabilitas adalah "as the property of a porous material which permits the passage or seepage of water (or other fluids) through its interconnecting voids. A material having continuous voids is called permeable. Gravels are high permeability while stiff clay is the least permeable, and hence such a clay may be termed impermeable for all practical purposes.". Dari penjelasan tersebut jelas, bahwa gravel, atau bongkah batu mempunyai permeabilitas yang tinggi, sedangkan lempung, mempunyai permeabilitas rendah, sehingga sering disebut sebagai impermeabel. Seperti gambar di atas, yang paling kiri adalah gravel dengan porositas tinggi, gambar tengah itu gravel dengan porositas sedang, sedangkan yang paling kanan itu lempung.



Dan kalau kita hubungkan dengan tanah yang becek di sekitar Waduk Jatiluhur dengan peta geologi lembar Cianjur, tertuliskan bahwa lokasi tempat saya mendirikan tenda mempunyai kode "Msc", yang kalau kita lihat dari keterangan pada peta geologi, Formasi Subang , anggota batulempung - umumnya batulempung yang mengandung lapisan-lapisan dan nodula batugamping napalan keras, napal, dan lapisan-lapisan batugamping abu tua setebal 2-3 m. Kadang-kadang mengandung sisipan batupasir glaukonit hijau. Nah, sudah jelas, bahwa tempat saya mendirikan tenda merupakan batuan yang impermeabel yang tidak meneruskan air, sehingga sudah jelas, kalau hujan turun, maka drainase tanah akan kurang baik, sehingga air akan mengambang di lokasi tersebut. Prinsip ini digunakan oleh petani untuk menanam padi di sawahnya, karena umumnya, lokasi persawahan adalah batulempung, sehingga air yang berada di sawah, tidak akan habis menghilang karena sifat batulempung yang impermeabel.


Sangat berbeda dengan batupasir yang kita jumpai di sepanjang Cikalong Wetan hingga perbatasan dengan Tagogapu, dimana putaran pedal sepeda saya semakin melambat, padahal Pasar Padalarang tinggal 11 km lagi. Daerah ini merupakan contoh dari batuan yang permeabel, atau yang meloloskan air dengan mudah. Daerah Cikalong Wetan tersusun oleh produk letusan gunung api tua dengan kode "Qob" yaitu hasil gunung api tua, breksi lahar, lava. Breksi gunungapi, breksi aliran, endapan lahar dan lava, menunjukkan kekar lempeng dan tiang, susunannya antara andesit dan basal. Breksi inilah yang ditambang dan tidak mempertimbagkan keselamatan. Gambar tersebut adalah gambar kegiatan penambangan tahun 1920 di Tagogapu

(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Tagogapu,_Padalarang,_Bandung_Barat)


Mengapa saya bilang seperti itu? Bisa-bisanya mereka membuat lereng penambangan yang hampir tegak 90 derajat, yang potensi bahayanya sangat besar. Secara bisnis, penambangan pasir merupakan salah satu kegiatan penambangan yang paling mudah, karena dengan bermodalkan back hoe dan dump truck, atau juga bisa dikombinasi dengan alat semprot yang disebut dengan monitor seperti yang saya jumpai di Sukabumi di artikel saya disini, pengusaha hanya tinggal meletakkan gundukan pasir di pinggir jalan, atau mengirim ke toko-toko material yang ada dimana-mana. Namun, betapa akibat yang sangat berbahaya yang tidak mereka indahkan. Mereka tidak memperhatikan faktor keamanan, dan yang dikhawatirkan, keselamatan pekerjalah yang jadi taruhannya.

Kembali ke cerita perjalanan bersepeda dari Jatiluhur menuju Bandung. Ketika melewati Cikalong Wetan dan masuk ke Tagogapu -yang dulu sempat saya salah baca, saya pikir cara baca-nya Ta-go-ga-pa-pu, ternyata yang benar Tagog-apu, daerah tersebut merupakan daerah penambangan batugamping dari jaman Belanda, yang tersisa-sisa hanya peninggalan cerobong asapnya saja. Saya mengenal istilah aneh tersebut (Tagogapu) setelah saya membaca buku dari Komunitas Riset Cekungan Bandung, dimana salah satu penulisnya, Pak Budi Brahmantyo menuliskan "bentang alam kars Citatah yang membentang ke arah Barat dari Tagogapapu sebelah Utara Padalarang, hingga ke Selatan Rajamandala, merupakan bentang alam yang tidak sepenuhnya terbentuk seperti kars tropis, tetapi gejala pelarutan batugampingnya termasuk cukup intensif".

Barulah saya paham, oh, ternyata gowes dari Cikalong Wetan menuju Tagogapu itu, menanjak, dan melewati kontak litologi yang berbeda, yaitu breksi di Cikalong Wetan kemudian batu breksi mengalami kontak dengan batukapur di Tagogapu. Sehingga tidaklah aneh, jika di daerah yang lebih rendah, yaitu Cikalong Wetan, banyak ditemukan balong atau kolam ikan, karena di daerah tersebut merupakan daerah permeabel, yang menjadi akuifer atau media tempat tersimpannya air, mengingat tipe batuan di Cikalong adalah batu breksi yang mempunyai porositas yang tinggi.

Dan akhirnya, tulisan ini saya tutup dengan sebuah kata yang terngiang-ngiang pagi ini, yang inspirasinya dari Suku Dayak (ada di toko Souvenir Saung Udjo, Bandung) dan kolam di Ubud (www.flickr.com, saya ttidak tahu siapa yang memfoto).

hear no evil, see no evil, speak no evil


Karena agak serem kalau diibaratkan dengan evil, maka diadopsi jadi seperti ini.

I already heard a story from my lecturer in geology, a few days a go I saw the outctrop, and now, I will tell those story to you.
Selamat menikmati tulisan saya, semoga bermanfaat.





Foto Kang Agus Widiana, berlatar Gunung Cupu, Plered

Klik Gambar di bawah untuk melihat artikel lain








1. http://blogs.unpad.ac.id/gunungcupu2010/2010/08/05/sejarah-gunung-cupu/
2. http://engineeringlectures.com/permeability-2/permeability-4
3. Peta geologi lembar Cianjur (Sudjatmiko) dan Peta geologi lembar Bandung (Silitonga)
4. Komunitas Riset Cekungan Bandung, Amanat Gua Pawon.
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Tagogapu,_Padalarang,_Bandung_Barat
Share:

Wednesday, July 24, 2013

Gunung Api dan Potensi Tambangnya

Lautan Pasir Bromo berlatarkan Gunung Semeru dan Gunung Batok, 2013

Alhamdulillah, saya masih dipertemukan dengan Ramadhan yang penuh maghfirah di tahun ini. Susah rasanya untuk memejamkan mata malam ini, akhirnya saya mencoba membunuh waktu dengan mencari referensi tentang gunung, kemudian merangkumnya dalam tulisan singkat ini.

Kita di Indonesia tentunya tidak lah asing dengan gunung berapi. Gunung yang ada di Indonesia, umumnya terbentuk akibat adanya tumbukan antara lempeng benua dengan lempeng samudera, yang mengakibatkan adanya bagian yang terangkat, sehingga di sepanjang Aceh hingga Sumbawa, serta Sulawesi hingga Maluku, banyak ditemukan adanya gunung berapi.

Adanya tumbukan antara kedua lempeng tersebut mengakibatkan di sepanjang zona tersebut memberikan manfaat dan musibah untuk Indonesia. Sudah jelas, manfaat yang dijumpai sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia, baik ditinjau dari segi agraria, perkebunan, pariwisata, maupun ditinjau dari segi geologi dan komoditi bahan tambang. Sedangkan musibahnya, sudah jelas pada zona tumbukan dan gunung berapi, banyak dijumpai adanya potensi erupsi, letusan, maupun gempa yang bisa muncul kapan saja. Kali ini, saya mencoba mengupas gunung api dari sisi manfaat terhadap dunia pertambangan dan ilmu geologi. (Gambar subduksi oleh Gertisser dan Keller, 2003)

Mengapa gunung sangat penting bagi seorang eksplorer maupun geolog, atau orang-orang yang berkecimpung di ilmu kebumian? Karena gunung api merupakan salah satu sumber ilmu pengetahuan yang tidak kunjung habis untuk ibahas. Banyak ilmuwan bermunculan, karya iilmiah dihasilkan berkat adanya gunung. Dari kacamata saya yang berkutat di eksplorasi sumberdaya bumi, banyak hal yang dapat ditinjau dari segi kegunung apian, seperti ilmu kegempaan atau seismologi, ilmu tentang kegunung apian atau volkanologi, geothermal, epithermal, sangat berkaitan erat dengan gunung api. (gambar kawah Kereta Api, Kamojang, 2012)
Banyak endapan bahan galian, baik logam maupun bahan galian industri berkaitan dengan adanya gunung api. Sebagai contoh, endapan epithermal, yang menghasilkan komoditi logam emas, perak, tembaga, selalu ditemukan tidak jauh dengan gunung api. Di sepanjang jalur pegunungan di Indonesia, banyak sekali aktifitas penambangan endapan emas epitermal maupun endapan tipe porfiri, muncul akibat adanya proses diferensiasi magma dan segregasi magma, sehingga logam-logam berat dapat terakumulasi secara ekonomis, yang kemudian terkumpul menjadi endapan yang berprospek untuk ditambang. Magma, yang mengandung adanya fluida magmatik, naik ke permukaan dalam bentuk ligan ataupun ion-ion, yang akan bereaksi dengan fluida-fluida lain, serta melalui proses kesetimbangan dalam diagram fasa, akan membentuk logam-logam yang bervariasi berdasarkan temperatur pembentukannya. Darimana asalnya fluida tersebut? Salah satunya berasal dari magma, yang manivestasinya dapat dilihat di banyak gunung berapi di Indonesia. Sebut saja endapan epithermal yang ada Miwah di Aceh, Cikotok dan Cibaliung di Banten, Pongkor dan Ciawitali di Jawa Barat, Tumpang Pitu di Jawa Timur, endapan porfiri di Wonogiri, Jawa Tengah, Newmont Batu Hijau di Nusa Tenggara Barat, merupakan prospek endapan logam berharga yang muncul dan berdekatan dengan aktivitas volkanik dan di dekat zona subduksi. (gambar urat kuarsa dan pirit di tambang emas ANTAM Papandayan, 2011)

Komoditi lain yang dapat dijumpai di sekitar gunung berapi adalah panas bumi, atau yang sering disebut dengan geothermal. Geothermal, terbentuk akibat adanya sumber panas yang bersifat terus menerus(source) yang terperangkap pada batuan yang bersifat impermeable (trap). Panas yang tinggi ini mempunyai temperatur yang tinggi, dan harus mempunyai tekanan yang tinggi supaya dapat dimanfaatkan untuk memutar turbin. (kawah Sikidang, Dieng, 2012)

Karakteristik dari panas bumi adalah renewable resources (sumberdaya terbarukan) dan bersifat clean energy, dimana Indonesia saat ini menduduki 5 besar negara yang mempunyai sumberdaya panas bumi terbesar di dunia. Adanya manivestasi seperti solfatar, fumarol, silika sinter, mud pool, merupakan fenomena alam yang umumnya muncul di sekitar lokasi panas bumi, sering juga dimanfaatkan oleh sektor lain seperti pariwisata. (gambar Pak Umoh, Kawah Kereta Api, Kamojang, 2012)

Hal lain yang bisa dijumpai dari adanya gunung api, adalah produk erupsi gunung api, yaitu pasir besi. Pasir besi yang terbentuk akibat adanya letusan gunung api, umumnya mempunyai kualitas yang baik, dan mempunyai nilai ekonomis, karena mempunyai kandungan silika yang tinggi, serta habit yang meruncing. Pasir besi, umumnya terbawa ke laut melalui media sungai. (gambar batu besi, Rancabuaya, 2012)


Pasir ini tertransport dari gunung melalui sungai, dan mengendap di sepanjang lekuk sungai (meander), yang terbawa hingga muara. Hal ini yang menjelaskan asal muasal pasir yang berwarna kehitaman di sepanjang pesisir laut. Pasir besi kemudian diendapkan dengan arah yang relatif sejajar dengan garis pantai, akibat adanya pengaruh dari ombak dan pasang surut air laut. (gambar tambang pasir Gunung Galunggung, 2009)

Ulasan ini sekelumit komoditi yang berhubungan erat dengan gunung api. Masih banyak endapan lain yang dapat terbentuk, seperti obsidian yang terbentuk akibat adanya pembekuan magma yang sangat cepat sehingga membentuk amorf yang berwarna hitam dengan tekstur glass; perlit batuan piroklastik, salah satu tipe dari volkanik-glass, yang dapat mengembang dan menjadi sangat berpori ketika dipanaskan, terbentuk akibat adanya lava yang membeku dari letusan gunung berapi dan membeku dengan cepat dengan kadar silika yang tinggi, dan lain-lain. (gambar obsidian di Drajat, Garut, 2012)

Betapa banyak hubungan antara gunung dengan pertambangan, dan tentu tidak akan pernah habis untuk dibahas. Dan dalam ayat suci Al Qur'an, gunung juga disebut dalam beberapa ayatnya dengan arti sebagai berikut.

"Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? dan gunung-gunung sebagai pasak? "(Q.S. An Naba, 6-7)

“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka, dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk.” (Q.S. Al Anbiya:31)

"Dan Dia menancapkan gunung gunung di bumi supaya bumi ini tidak berguncang bersama kamu" (Q.S. An Nahl, 15) 

Wallahu'allam bisshowab, masih banyak ilmu yang kita tidak ketahui, karena keterbatasan kita sebagai manusia. Sehingga, jangan pernah berhenti untuk terus mencari tahu Kebesaran Allah SWT, supaya kita semakin tunduk dan mengakui, bahwa ciptaan Allah sungguh tiada bandingannya. 

Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa) ?. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran. (Q.S. An Nahl, 17) 
Saya berlatarkan Gunung Arjuno-Welirang, difoto dari Gunung Panderman, 2007
Share:

Blog Archive

Kontak ke Penulis

Name

Email *

Message *