Conversations with the Earth

Endapan mineral di Finlandia dan Swedia

Perjalanan saya ke lingkaran kutub utara

Atlas of ore minerals: my collection

Basic information of ore mineralogy from different location in Indonesia

Sketch

I always try to draw a sketch during hiking

Apa itu inklusi fluida?

Inklusi fluida adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya fluida yang terperangkap selama kristal tumbuh. Gas dan solid juga bisa terperangkap di dalam mineral.

Situ Cisanti di Pengalengan, Bandung

50 km dari Bandung, Situ Cisanti terkenal karena menjadi sumber mata air sungai Citarum

Showing posts with label geowisata. Show all posts
Showing posts with label geowisata. Show all posts

Wednesday, August 20, 2014

Snapshot Geothermal Indonesia

Foto-foto yang saya kumpulkan ini saya kumpulkan selama 2010 hingga 2014 untuk mengikuti 2nd Indonesia International Geothermal Conference and Exhibition (IIGCE) untuk kategori foto kontes. Hasil pemenangnya bisa dilihat disini . Untuk detail persyaratannya, ada di web ini ya.

Ternyata, semua foto nya meleset tidak ada yang masuk nominasi. Hahaha... daripada dibuang sayang, saya masukkan ke sini saja ya...


Category of photograph                  : Flora and Fauna  (01)
Title and location of the photograph : Kuncup Edelweiss Papandayan
Category of photograph                     : Landscape (01)
Title and location of the photograph   : Menyambut Cikuray dari Papandayan
Category of photograph                        : Human and Natural Resources (01)
Title and location of the photograph       : Mari kita ekskursi di Kamojang
Category of photograph                         : Landscape (02)
Title and location of the photograph       : Lahan Drajat, Siap Ditanami
Category of photograph                        : Human and Natural Resources (02)
Title and location of the photograph       : Bongkah Sullfur, Koin Kehidupan  - Geothermal Dieng
Category of photograph                        : Landscape (03)
Title and location of the photograph       : Theater Ekonomi di Dieng Plateau
Category of photograph                         : Human and Natural Resources (03)
Title and location of the photograph       : Menyeruak Kabut Papandayan
Share:

Friday, July 11, 2014

Geowisata di Sekitar Ternate

Early geologic map of Halmahera- Bacan (Verbeek 1908) - dikutip dari http://www.vangorselslist.com/north_moluccas.html , di update 22 Oktober 2014


Pulau Maitara dan Pulau Tidore, Gunung Kiamatubu nampak menjulang tinggi di belakang

Awal Juli ini, yang bersamaan dengan bulan Ramadhan pada kalender Hijriyah, saya menghabiskan waktu bersama rekan-rekan dari Kyushu University, ke tempat yang belum pernah saya datangi juga sebelumnya, yaitu ke Maluku Utara. Lokasi yang kami tuju adalah Gosowong, yang terletak di Pulau Halmahera. Sebagai informasi, ibukota Provinsi Maluku Utara adalah Sofifi di Pulau Halmahera, sejak Agustus 2010 yang lalu. Penerbangan saya dimulai dari Jakarta dengan maskapai lokal burung berwarna biru menuju Ternate tanpa harus transit di kota lain. Saat mendarat di Bandara Sultan Baabullah, Ternate, hal yang pertama saya lihat adalah laut, gunung, serta satu gunung menunjam tinggi di belakang bandara. Yap, itu adalah Gunung Gamalama. Gunung ini merupakan tipe gunung stratovolkano, dengan tinggi mencapai 1.715 meter, yang terakhir kali mengeluarkan erupsi pada September 2012 yang lalu. Di luar bandara, kita akan melihat bekas dari lelehan gunung api, yang merupakan lava andesit-basalt yang membeku, dan sekarang tepat berada di depan bandara.
Lava andesitik-basalt di depan Bandara Sultan Baabullah

 Perjalanan dilanjutkan kembali dengan menggunakan pesawat Twin Otter, yang telah di charter oleh Airfast Indonesia untuk Nusa Halmahera Mineral untuk pegawai dan tamu perusahaan. Jumlah penumpang hanya 15 orang, membawa penumpang untuk menikmati panorama pulau-pulau volkanik seperti Ternate, Tidore, serta kita bisa melihat pulau kecil yang berada di antara Ternate dan Tidore, yaitu Pulau Maitara. Pulau yang diabadikan dalam uang seribu rupiah ini, merupakan pulau-pulau yang terbentuk pada Era Kuarter-Holosen. Tipe gunung api seperti saya tulis sebelumnya merupakan stratovolkano yang berbentuk kerucut, yang tersusun oleh batuan andesitik, lava andesitik-basalt dan tuf.

Ilustrasi Ternate (sumber: wikipedia.org)
Ternate tahun 1880-an (http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Uitzicht_op_Ternate_TMnr_3728-865.jpg)

Pesawat membawa kita menyeberangi Selat antara Ternate dan Halmahera, dan membawa kita melihat lebih jelas Teluk Kao, yaitu sebuah teluk kecil yang berada di bagian Timur Laut dari Sofifi. Dari atas Teluk Kao, saya melihat hal yang unik, dimana beberapa nelayan yang memasang keramba di pantai, membuat jembatan dan keramba mereka berbentuk menyerupai panah, yang jika dilihat dari atas, akan terlihat seperti panah yang menunjuk ke arah keramba. Unik ya. :D
keramba yang ditunjuk oleh panah
Jailolo (gunung tinggi), Sindangoligam (menjorok), dan Sofifi (Selatan Teluk)
Twin otter tiba di Kobok

Sesampai di Kobok, bandara yang dioperasikan oleh Nusa Halmahera Mineral, kami masuk ke dalam area kegiatan penambangan PT Nusa Halmahera Mineral, dengan tujuan untuk mengumpulkan sampel-sampel urat kuarsa, baik dari permukaan maupun dari muka tambang bawah tanah (underground face), untuk dianalisa oleh salah satu mahasiswa dari Kyushu University untuk keperluan riset Master-nya. Kami diterima sangat baik oleh Departemen Eksplorasi Mineral, dimana saya banyak menjumpai geologis-geologis senior, yang mengeksplorasi lokasi dari Newcrest, Australia, sejak awal tahun 1990-an hingga sekarang. Banyak informasi baru yang saya dapat di tambang ini, dimana kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh perusahaan ini tergolong sangat rapi, sistematik, dengan dokumentasi dan penyajian data yang cukup baik. Saya ditunjukkan kolom stratigrafi dan berbagai macam tekstur batuan yang teramati di lokasi penambangan mereka, yang membuat orang awam bisa lebih mudah untuk membayangkan, yang mana sih tesktur batuan colloform, vuggy quartz, breccia, vein, stockwork dan sebagainya. Hal yang membuat saya terkagum-kagum dengan perusahaan ini, pada beberapa lokasi, kadar emasnya sangat tinggi, mencapai puluhan, bahkan pernah beberapa kali menjumpai urat kuarsa yang mempunyai kadar hingga 8.000 ppm. Apa yang dimaksud dengan kadar itu? Mengapa dinyatakan dalam ppm? Mari kita sama-sama belajar.
 Visible gold, katanya kadarnya lebih dari 6.000 ppm
Visible gold dari dekat

Kadar suatu batuan umumnya dinyatakan dalam satuan volume, kadang dalam persen, ppm, atau pun dalam ppb. Seperti kita ketahui, persen adalah per seratus, ppm adalah part per million atau sepersejuta, dan ppb adalah part per billion atau seper satu milyar. Sebagai ilustrasi, jika kita mempunyai satu masa batuan dengan ukuran 1x1x1 meter dengan specific gravity (SG) 1 ton/m3, maka berat batuan tersebut adalah 1 ton. Dari 1 ton batuan tersebut, terdapat logam yang ekonomis untuk di ekstrak, katakana saja emas, dengan kadar 20 ppm. Artinya, dalam masa batuan seberat 1 ton tersebut, hanya 20 gram dari masa batuan yang ekonomis untuk di ekstrak, sedangkan 999,98 nya akan dibuang sebagai tailing. Namun ingat, specific gravity dari batuan bervariasi untuk masing-masing jenis, sehingga kita harus memperhitungkan ulang berapa berat batuan sebenarnya.

 Breccia
 Breccia type
 Colloform texture
Banding dari kuarsa-magnetit-adularia


Breccia kuarsa-klorit pada sampel bor , kalau seperti ini katanya kadarnya biasanya tinggi

Dari massa batuan tersebut, tidak hanya emas yang akan diekstrak, namun logam berharga lain seperti perak, tembaga, dan logam lain akan diekstrak. Nusa Halmahera Mineral, yang merupakan joint venture dengan Aneka Tambang, sudah melakukan proses peningkatan nilai tambah, dengan hasil akhir berupa bullion yang akan dimurnikan lagi oleh Aneka Tambang, sebelum dijual sebagai emas murni. Mengenai kadar ekonomis yang ditambang, umumnya perusahaan mensyaratkan kadar rata-rata berkisar 5-8 ppm, artinya di bawah itu, umumnya aktivitas penambangannya tidak ekonomis. Hal ini berkaitan dengan berbagai aspek, seperti biaya eksplorasi, biaya penambangan, biaya pengangkutan, biaya reklamasi, dan sebagainya.
Discovery vein dari Gosowong

Terdapat tiga prospek utama di Nusa Halmahera Mineral, yaitu Gosowong, Toguraci dan Kencana. Penambangan di Gosowong sudah lama selesai dengan metode penambangan terbuka dengan metode open pit, penambangan di Toguraci dulunya menggunakan open pit, namun saat ini sudah beralih menjadi tambang bawah tanah, sedangkan Kencana memang telah didesain untuk tambang bawah tanah. Masing-masing prospek mempunyai cerita yang unik dibalik penemuannya, dan karakteristiknya.
 Reklamasi tambang Gosowong
Sketsa Gosowong

Gosowong ditemukan dari urat-urat kuarsa yang mempunyai kadar rendah di permukaan, namun ketika dilakukan pemboran, didapatkan nilai assay yang menarik, yang ternyata merupakan satu sistem epithermal sulfidasi rendah yang cukup besar dan ekonomis. Dan tidak lama ini, para geologis menemukan, bahwa tipe endapan di lokasi ini merupakan satu sistem yang kompleks, karena terdapat juga sistem epithermal sulfidasi tinggi yang ditunjukkan oleh alterasi lempung yang cukup kuat.

 Panasnya di dalam Toguraci
 Urat kuarsa di Toguraci
 Veinlet kuarsa-klorit

Toguraci mempunyai keistimewaan, selain ditemukan endapan epithermal sulfidasi rendah, ditemukan juga tipe endapan porfiri yang umurnya jauh lebih tua dibanding endapan emas yang memotongnya kemudian hari. Selain itu, Toguraci juga mempunyai keunikan, karena tambang bawah tanahnya yang sangat panas. Dari wall rock nya, muncul air panas yang masuk ke dalam front tambang, dengan suhu 80 derajat celcius. Cukup untuk membuat kulit kepanasan ketika kita menyentuhnya, bahkan membuat penyangga di dinding menjadi terkorosi. Tidak asin memang, perkiraan saya adalah air meteorik atau air permukaan yang terpanaskan oleh suatu sistem geothermal yang berada dekat dengan permukaan. Saya sendiri tidak kuat berlama-lama di Toguraci, karena seperti berada dalam kuali. Beeuhhh…. Prospek Kencana merupakan tambang yang unik, karena ditemukan tanpa adanya indikasi di permukaan. Para geologis menyatakan hal tersebut sebagai blind deposit, yang muncul tepat ketika prospek yang lain sudah hampir habis. Dan blind deposit seperti ini yang masih dicari oleh tim eksplorasi NHM, karena tidak lama lagi cadangan dari beberapa prospek akan habis. Disana, saya menemukan mineral amethyst, atau yang sering disebut sebagai kecubung, sebagai alterasi dari silika, dan nampak berwarna keunguan. 
Amethyst atau kecubung
Farewell alias pamitan dengan tim eksplorasi mineral (atas dari kiri : Pak Mukhlis, Mas Daud, Kuroda, Thomas Tindell, Hase, Pak Dadan, Ibu Fintje, Pak Rob Taube, Pak Iskandar, Pak Hendry, Saya. bawah dari kiri: Pak Joko, Pak Saman, Mas Dedi, Mas Arif - foto diambil dari kamera Mas Zulkifli)

Setelah kegiatan kami berakhir di Halmahera, kami pergi ke Ternate untuk melanjutkan perjalanan keesokan harinya ke Jakarta. Di Ternate, saya berterima kasih kepada Mas Wawan, teman seperjuangan semasa kuliah S2 di ITB, yang mendampingi saya berkeliling ke beberapa lokasi yang sangat menarik di Ternate. Saya berkunjung melihat “Batu Angus”, yang merupakan endapan yang terbentuk akibat adanya letusan Gunung Gamalama, menurut info sekitar tahun 1800-an. Batuan yang ada disini merupakan lava andesitik-basalt dengan menunjukkan tekstur vesikuler, dan terakumulasi di jalur lahar dari Gunung yang terbentuk pada zaman Holosen tersebut. Dari Batu Angus, kami melanjutkan perjalanan ke Utara, dan mampir ke Pantai Taduma. Di pantai itu, kita bisa melihat lava andesitik yang umurnya diperkirakan lebih tua dibanding di Batu Angus, dan berada tepat di sisi Timur dari pantai. Di tepi pantai itu, kita menghadap ke Pulau Hiri yang berada di sebelah Utara Ternate, dan di belakangnya nampak Gunung yang menjulang dari Pulau Halmahera, yaitu Jailolo. Jika kita ingin melihat indahnya laut jernih dengan gradasi warna cerah-hijau muda-hijau tua-biru, maka jangan malas untuk masuk ke jalan setapak untuk mencapai Telaga Nita. Indah sekali dan menyegarkan mata. Saya ingin sekali berlama-lama disini, namun sayangnya saya harus mampir ke lokasi lain lagi, yaitu kaldera di sisi Barat Pulau Ternate, yaitu Danau Tolire.
 
Benteng Toluko
 Batu Angus 
Nampak batuan asal berwarna keabuan, tipikal andesitik lava, nampak adanya vesikuler



Danau Tolire berwarna hijau tua, yang mungkin disebabkan oleh adanya alga yang berkembang baik di dasar danau. Yang unik dari tempat ini, kami ditawari oleh anak-anak kecil yang membawa kresek berisi batu, yang katanya kalau kita melempar dari sisi kawah, lemparan kita tidak akan pernah masuk ke dalam kawah. Nyatanya? Coba saja sendiri, hihihi…. Dari Danau Tolire, kami mampir menuju Rumah Makan Florida, yang tepat berada di depan Pulau Maitara dan Pulau Tidore. Masih nampak asing dengan kedua pulau tersebut, coba lihat uang pecahan Rp 1.000,-. Dan hari ini, ditutup dengan berbuka puasa dengan ikan bakar Colo-Colo yang lezat, dan saya semoga, kelak saya bisa mencicipi makanan yang belum saya cicipi hingga saat ini, papeda. Dan malam hari saya tutup dengan berjalan di sebuah gang yang berisi orang yang berjualan batu mulia yang berasal dari Pulau Bacan, Pulau Obi, Pulau Haltim, dan beberapa lokasi di Maluku. Selain itu, terdapat juga kerajinan besi putih, yang memikat hati, namun apa daya, tong kosong nyaring bunyinya. Artinya,,, boleh kitong mampir Ternate lagi lain hari ya...


 Pantai Sulamadaha
 Telaga Nita, indah ya...
 Saya di Telaga Nita
Danau Tolire
 Sunset di depan Pulau Maitara dan Pulau Tidore
Uang Rp 1.000,- pinjeman.. :D
 Kartun unik dari salah satu ruangan di Dept. Eksplorasi Mineral di NHM
Indahnya langit di pagi hari (foto diambil dari Bandara Sultan Baabullah)

Klik Gambar di bawah untuk melihat artikel lain




Share:

Sunday, May 25, 2014

Menanjak ke Wagirsambeng dan Dakah, Mengagumi Amphiteater Karangsambung

Terhitung enam kali sudah saya mengunjungi kampus geologi Karangsambung, yang berlokasi 19 km di Utara Kebumen, Jawa Tengah. Memang jauh lebih sedikit dengan kunjungan senior-senior saya, yang sudah berinteraksi dengan kampus geologi ini, namun walaupun begitu, saya begitu bersyukur, pelan-pelan saya mulai mengenal lebih intim dengan batuan-batuan dan bentukan alam yang bisa dibilang "tumplek bleg" di lokasi yang tidak terlalu luas. Seperti biasanya, saya selalu membuat spesial tulisan yang saya buat. Ide untuk menulis memang sudah ada, tapi ilham-nya baru turun di hari terakhir di Karangsambung sebelum saya pulang ke Bandung.

Sudah banyak peneliti meneliti daerah ini, seperti yang dikaji oleh:
- Verbeek (1891) tentang keterdapatan batuan Pra Tersier yang berumur 140 juta tahun lalu di Kali Luk Ulo;
- Harloff (1933) yang melakukan pemetaan geologi seluruh daerah Karangsambung;
- Tjia (1966) dan Sukendar Asikin (1974) yang melakukan pemetaan detail, serta mengulas Karangsambung dalam penelitiannya; dan
- Sukendar Asikin (1974) yang mengulas daerah Karangsambung menggunakan Teori Tektonik Lempeng.
Dari nama-nama di atas, hanya beberapa yang saya kenal. Verbeek karena namanya diabadikan sebagai nama Pegunungan di Sulawesi Tengah; Prof Tjia yang termasuk geologis senior, dan mengajar di University Kebangsaan Malaysia; serta Prof. Sukendar Asikin, kalau boleh saya bilang "Bapak"-nya Karangsambung, karena beliau lah akhirnya Karangsambung menjadi kampus geologi seperti sekarang.

Di lokasi ini, banyak bentang alam yang menarik yang bisa dilihat oleh semua orang, baik oleh orang awam maupun orang-orang yang berkecimpung di ilmu kebumian, mulai dari kampus geologi ataupun pertambangan di Pulau Jawa dan luar Jawa. Di lokasi ini, tersingkap beraneka batuan dari berbagai umur di lokasi yang berdekatan satu sama lain, serta ditemukannya berbagai komoditi tambang, baik yang masih aktif ditambang hingga sekarang maupun yang sudah dikonservasi oleh LIPI. Banyak tempat yang menarik dikunjungi di kampus lapangan Karangsambung ini. Informasi ini bisa dilihat di web resmi LIPI Karangsambung di web ini.  Kalau kita berselancar di dunia maya, banyak penulis yang terkesan dengan keindahan ini, dan menulis tulisan dalam blog nya, dan informasi geologi yang ditampilkan juga sudah banyak. Saya coba ulas beberapa tempat yang menarik untuk dikunjungi ketika Anda berkunjung ke kampus lapangan ini.

1. Kampus LIPI dan Batugamping Numulites
Kampus ini berada di depan Kantor Kecamatan dan Puskemas Karangsambung. Lokasi nya ditandai oleh adanya gapura yang bertuliskan LIPI, dan pengelolaan di dalamnya boleh saya bilang cukup profesional. Disediakan ruang kuliah, asrama, guest house, ruang rapat, perpustakaan, bengkel dan penjualan batumulia, serta koleksi batuan-batuan yang ada di sekitar kampus geologi ini.
Di depan kampus ini, dapat dijumpai batugamping numulites, yang masih menunjukkan adanya fosil-fosil di masa batuan tersebut. Lokasi lain untuk melihat batugamping ini adalah di BPR yang berada di sebelah Utara kampus, namun sayang singkapan yang ada di jalan raya di antara kampus dan BPR sudah di tutup dengan cor-coran untuk jalan desa. 


2. Puncak Wagirsambeng
Dari banyak lokasi yang ada di kampus ini, saya mendahulukan lokasi ini karena setelah enam kali datang ke kampus geologi ini, baru sekali saya mengunjungi Wagirsambeng, yang terletak di sebelah Barat dari Kampus, dan harus menyeberangi dulu Jembatan yang melintasi  Kali Luk Ulo dan Kali Cacaban. Wagirsambeng terletak di Desa Wonotirto, Kecamatan Karanggayam. Untuk mencapai puncaknya, diperlukan perjalanan sekitar 45 menit dari Jembatan di Luk Ulo hingga puncaknya. Jalanan bervariasi, namun didominasi oleh tanjakan, namun setelah sampai di puncak, kita dapat melihat dengan jelas amphiteater Karangsambung, dengan pemandangan yang indah. Fenomena meandering Kali Luk Ulo, sinklin di Gunung Paras, rekonstruksi antiklin, serta fenomena alam lain seperti Gunung Brujul, Paras, Dakah dan Jatibungkus teramati dengan sangat baik. Sampai di atas, kita akan menjumpai perselingan antara batugamping merah dengan baturijang dengan ukuran yang sangat besar, yang sempat membuat saya terheran-heran, mengapa batuan laut dalam yang biasa dijumpai di sungai di sekitar daerah Totogan dan zona Melange (bancuh) tiba-tiba bisa berada di puncak bukit. Hmmmmm....


3. Gunung Parang
Kekar kolom diabas, menurut beberapa ahli merupakan sill yang terbentuk dari baruan beku basa dengan tekstur batuan diabasik, dapat kita jumpai ketika kita berjalan dari kampus menuju arah Utara sekitar 1 km. Sebagian dari Gunung Parang sudah di konservasi oleh LIPI, namun sisanya ditambang oleh warga untuk dijadikan sebagai split atau bahan konstruksi. Ironis memang kalau harus selalu dihadapkan dengan kondisi tambang rakyat. Memberikan pembinaan kepada penambang sering disalahartikan dengan memberi ijin legal kepada kegiatan penambangan tersebut, padahal tidak seharusnya kita mengambil mentah-mentah seperti itu. Coba bayangkan, dengan bentukan lereng yang tegak, bagaimana jadinya jika tiba-tiba terjadi longsoran, mengingat banyaknya rekahan-rekahan yang di diabas tersebut. Dengan pemberian pemahaman geoteknik atau K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) kepada para penambang, resiko kecelakaan tambang dapat dicegah. Namun tetap, perlu ada pemahaman bahwa tambang merupakan bahan galian yang tidak terbarukan. Ketidakbijaksanaan dalam pengelolaan tambang akan berakibat fatal di masa mendatang.

4. Watukelir dan Lava Bantal
Di komplek Melange, dimana seluruh batuan tercampur aduk, yang semula ada di bawah tiba-tiba ada di atas, hukum perlapisan batuan menjadi membingungkan karena bentuknya yang tegak, nah, di Kali Muncar itulah semuanya dapat kita temui. Adanya perselingan rijang dan batugamping merah, yang semula mengikuti prinsip horizontal, akhirnya menjadi tegak. Begitu pula dengan fenomena lava bantal. Lava yang ditemui sebagai akibat pemekaran dari tengah lantai samudera akibat proses divergen, bentukannya dapat kita jumpai seperti menumpang di atas rijang dan batugamping tersebut. Batuan yang berasal dari laut yang sangat dalam, muncul menyerupai bantal. Lava bantal ini sama seperti lava pahoehoe yang ada di Hawaii, atau pun yang berbentuk seperti selendang yang ada di THR Juanda, Dago. Di Karangsambung sendiri, lava bantal juga bisa kita jumpai di Kali Mandala, yang hanya berjarak sekitar 100 meter di bawah Gunung Parang.





=======================================================================
Di samping ulasan di atas, masih banyak sebenarnya lokasi di Karangsambung yang dapat kita lihat dan kita pelajari, namun karena belum keluar lagi inspirasi untuk menulis, suatu saat nanti penulis akan tambahkan lagi di masa mendatang. Saya coba kutip beberapa tempat yang disarankan untuk dikunjungi, yang ulasannya menyusul kemudian.

5. Sekis Mika



6. Microstructure Filit

7. Serpentinit

8. Batupasir, Formasi Waturanda

9. Batugamping, Bukit Jatibungkus

10. Konglomerat, Pesanggrahan

11. Panorama Dakah

12. Breksiasi Kali Mandala

13. Mata Air Panas, Krakal

14. Lempung Formasi Panosogan, Kedung Grigis

15. Efek Bakar di Lempung, Formasi Karangsambung

Share:

Blog Archive

Kontak ke Penulis

Name

Email *

Message *