Early geologic map of Halmahera- Bacan (Verbeek 1908) - dikutip dari http://www.vangorselslist.com/north_moluccas.html , di update 22 Oktober 2014
Pulau Maitara dan Pulau Tidore, Gunung Kiamatubu nampak menjulang tinggi di belakang
Awal Juli ini, yang bersamaan dengan bulan Ramadhan pada
kalender Hijriyah, saya menghabiskan waktu bersama rekan-rekan dari Kyushu
University, ke tempat yang belum pernah saya datangi juga sebelumnya, yaitu ke
Maluku Utara. Lokasi yang kami tuju adalah Gosowong, yang terletak di Pulau
Halmahera. Sebagai informasi, ibukota Provinsi Maluku Utara adalah Sofifi di
Pulau Halmahera, sejak Agustus 2010 yang lalu. Penerbangan saya dimulai dari
Jakarta dengan maskapai lokal burung berwarna biru menuju Ternate tanpa harus
transit di kota lain. Saat mendarat di Bandara Sultan Baabullah, Ternate, hal
yang pertama saya lihat adalah laut, gunung, serta satu gunung menunjam tinggi
di belakang bandara. Yap, itu adalah Gunung Gamalama. Gunung ini merupakan tipe
gunung stratovolkano, dengan tinggi mencapai 1.715 meter, yang terakhir kali
mengeluarkan erupsi pada September 2012 yang lalu. Di luar bandara, kita akan
melihat bekas dari lelehan gunung api, yang merupakan lava andesit-basalt yang
membeku, dan sekarang tepat berada di depan bandara.
Lava andesitik-basalt di depan Bandara Sultan Baabullah
Perjalanan dilanjutkan kembali dengan menggunakan pesawat
Twin Otter, yang telah di charter oleh
Airfast Indonesia untuk Nusa Halmahera Mineral untuk pegawai dan tamu perusahaan.
Jumlah penumpang hanya 15 orang, membawa penumpang untuk menikmati panorama pulau-pulau
volkanik seperti Ternate, Tidore, serta kita bisa melihat pulau kecil yang
berada di antara Ternate dan Tidore, yaitu Pulau Maitara. Pulau yang diabadikan
dalam uang seribu rupiah ini, merupakan pulau-pulau yang terbentuk pada Era
Kuarter-Holosen. Tipe gunung api seperti saya tulis sebelumnya merupakan
stratovolkano yang berbentuk kerucut, yang tersusun oleh batuan andesitik, lava
andesitik-basalt dan tuf.
Ilustrasi Ternate (sumber: wikipedia.org)
Ternate tahun 1880-an (http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Uitzicht_op_Ternate_TMnr_3728-865.jpg)
Pesawat membawa kita menyeberangi Selat antara Ternate dan
Halmahera, dan membawa kita melihat lebih jelas Teluk Kao, yaitu sebuah teluk
kecil yang berada di bagian Timur Laut dari Sofifi. Dari atas Teluk Kao, saya
melihat hal yang unik, dimana beberapa nelayan yang memasang keramba di pantai,
membuat jembatan dan keramba mereka berbentuk menyerupai panah, yang jika
dilihat dari atas, akan terlihat seperti panah yang menunjuk ke arah keramba.
Unik ya. :D
keramba yang ditunjuk oleh panah
Jailolo (gunung tinggi), Sindangoligam (menjorok), dan Sofifi (Selatan Teluk)
Twin otter tiba di Kobok
Sesampai di Kobok, bandara yang dioperasikan oleh
Nusa Halmahera Mineral, kami masuk ke dalam area kegiatan penambangan PT Nusa
Halmahera Mineral, dengan tujuan untuk mengumpulkan sampel-sampel urat kuarsa,
baik dari permukaan maupun dari muka tambang bawah tanah (underground face), untuk dianalisa oleh salah satu mahasiswa dari
Kyushu University untuk keperluan riset Master-nya. Kami diterima sangat baik
oleh Departemen Eksplorasi Mineral, dimana saya banyak menjumpai geologis-geologis
senior, yang mengeksplorasi lokasi dari Newcrest, Australia, sejak awal tahun
1990-an hingga sekarang. Banyak informasi baru yang saya dapat di tambang ini,
dimana kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh perusahaan ini tergolong sangat
rapi, sistematik, dengan dokumentasi dan penyajian data yang cukup baik. Saya
ditunjukkan kolom stratigrafi dan berbagai macam tekstur batuan yang teramati
di lokasi penambangan mereka, yang membuat orang awam bisa lebih mudah untuk
membayangkan, yang mana sih tesktur batuan colloform, vuggy quartz, breccia, vein,
stockwork dan sebagainya. Hal yang
membuat saya terkagum-kagum dengan perusahaan ini, pada beberapa lokasi, kadar emasnya
sangat tinggi, mencapai puluhan, bahkan pernah beberapa kali menjumpai urat kuarsa
yang mempunyai kadar hingga 8.000 ppm. Apa yang dimaksud dengan kadar itu? Mengapa
dinyatakan dalam ppm? Mari kita sama-sama belajar.
Visible gold, katanya kadarnya lebih dari 6.000 ppm
Visible gold dari dekat
Kadar suatu batuan umumnya dinyatakan dalam satuan volume, kadang
dalam persen, ppm, atau pun dalam ppb. Seperti kita ketahui, persen adalah per
seratus, ppm adalah part per million atau
sepersejuta, dan ppb adalah part per
billion atau seper satu milyar. Sebagai ilustrasi, jika kita mempunyai satu
masa batuan dengan ukuran 1x1x1 meter dengan specific gravity (SG) 1 ton/m3, maka berat batuan tersebut
adalah 1 ton. Dari 1 ton batuan tersebut, terdapat logam yang ekonomis untuk di
ekstrak, katakana saja emas, dengan kadar 20 ppm. Artinya, dalam masa batuan
seberat 1 ton tersebut, hanya 20 gram dari masa batuan yang ekonomis untuk di
ekstrak, sedangkan 999,98 nya akan dibuang sebagai tailing. Namun ingat, specific gravity dari batuan bervariasi
untuk masing-masing jenis, sehingga kita harus memperhitungkan ulang berapa berat
batuan sebenarnya.
Breccia
Breccia type
Colloform texture
Banding dari kuarsa-magnetit-adularia
Breccia kuarsa-klorit pada sampel bor , kalau seperti ini katanya kadarnya biasanya tinggi
Dari massa batuan tersebut, tidak hanya emas yang akan
diekstrak, namun logam berharga lain seperti perak, tembaga, dan logam lain
akan diekstrak. Nusa Halmahera Mineral, yang merupakan joint venture dengan Aneka Tambang, sudah melakukan proses peningkatan
nilai tambah, dengan hasil akhir berupa bullion
yang akan dimurnikan lagi oleh Aneka Tambang, sebelum dijual sebagai emas
murni. Mengenai kadar ekonomis yang ditambang, umumnya perusahaan mensyaratkan
kadar rata-rata berkisar 5-8 ppm, artinya di bawah itu, umumnya aktivitas
penambangannya tidak ekonomis. Hal ini berkaitan dengan berbagai aspek, seperti
biaya eksplorasi, biaya penambangan, biaya pengangkutan, biaya reklamasi, dan
sebagainya.
Discovery vein dari Gosowong
Terdapat tiga prospek utama di Nusa Halmahera Mineral, yaitu
Gosowong, Toguraci dan Kencana. Penambangan di Gosowong sudah lama selesai
dengan metode penambangan terbuka dengan metode open pit, penambangan di
Toguraci dulunya menggunakan open pit, namun saat ini sudah beralih menjadi
tambang bawah tanah, sedangkan Kencana memang telah didesain
untuk tambang bawah tanah. Masing-masing prospek mempunyai cerita yang unik
dibalik penemuannya, dan karakteristiknya.
Reklamasi tambang Gosowong
Sketsa Gosowong
Gosowong ditemukan dari urat-urat kuarsa yang mempunyai
kadar rendah di permukaan, namun ketika dilakukan pemboran, didapatkan nilai
assay yang menarik, yang ternyata merupakan satu sistem epithermal sulfidasi
rendah yang cukup besar dan ekonomis. Dan tidak lama ini, para geologis
menemukan, bahwa tipe endapan di lokasi ini merupakan satu sistem yang
kompleks, karena terdapat juga sistem epithermal sulfidasi tinggi yang
ditunjukkan oleh alterasi lempung yang cukup kuat.
Panasnya di dalam Toguraci
Urat kuarsa di Toguraci
Veinlet kuarsa-klorit
Toguraci mempunyai keistimewaan, selain ditemukan endapan
epithermal sulfidasi rendah, ditemukan juga tipe endapan porfiri yang umurnya
jauh lebih tua dibanding endapan emas yang memotongnya kemudian hari. Selain
itu, Toguraci juga mempunyai keunikan, karena tambang bawah tanahnya yang
sangat panas. Dari wall rock nya, muncul air panas yang masuk ke dalam front
tambang, dengan suhu 80 derajat celcius. Cukup untuk membuat kulit kepanasan
ketika kita menyentuhnya, bahkan membuat penyangga di dinding menjadi
terkorosi. Tidak asin memang, perkiraan saya adalah air meteorik atau air
permukaan yang terpanaskan oleh suatu sistem geothermal yang berada dekat
dengan permukaan. Saya sendiri tidak kuat berlama-lama di Toguraci, karena
seperti berada dalam kuali. Beeuhhh…. Prospek Kencana merupakan tambang yang
unik, karena ditemukan tanpa adanya indikasi di permukaan. Para geologis menyatakan
hal tersebut sebagai blind deposit, yang
muncul tepat ketika prospek yang lain sudah hampir habis. Dan blind deposit seperti ini yang masih
dicari oleh tim eksplorasi NHM, karena tidak lama lagi cadangan dari beberapa
prospek akan habis. Disana, saya menemukan mineral amethyst, atau yang sering disebut sebagai kecubung, sebagai alterasi dari silika, dan nampak berwarna keunguan.
Amethyst atau kecubung
Farewell alias pamitan dengan tim eksplorasi mineral (atas dari kiri : Pak Mukhlis, Mas Daud, Kuroda, Thomas Tindell, Hase, Pak Dadan, Ibu Fintje, Pak Rob Taube, Pak Iskandar, Pak Hendry, Saya. bawah dari kiri: Pak Joko, Pak Saman, Mas Dedi, Mas Arif - foto diambil dari kamera Mas Zulkifli)
Setelah kegiatan kami berakhir di Halmahera, kami pergi ke
Ternate untuk melanjutkan perjalanan keesokan harinya ke Jakarta. Di Ternate,
saya berterima kasih kepada Mas Wawan, teman seperjuangan semasa kuliah S2 di
ITB, yang mendampingi saya berkeliling ke beberapa lokasi yang sangat menarik
di Ternate. Saya berkunjung melihat “Batu Angus”, yang merupakan endapan yang
terbentuk akibat adanya letusan Gunung Gamalama, menurut info sekitar tahun
1800-an. Batuan yang ada disini merupakan lava andesitik-basalt dengan
menunjukkan tekstur vesikuler, dan terakumulasi di jalur lahar dari Gunung yang
terbentuk pada zaman Holosen tersebut. Dari Batu Angus, kami melanjutkan
perjalanan ke Utara, dan mampir ke Pantai Taduma. Di pantai itu, kita bisa
melihat lava andesitik yang umurnya diperkirakan lebih tua dibanding di Batu
Angus, dan berada tepat di sisi Timur dari pantai. Di tepi pantai itu, kita
menghadap ke Pulau Hiri yang berada di sebelah Utara Ternate, dan di
belakangnya nampak Gunung yang menjulang dari Pulau Halmahera, yaitu Jailolo.
Jika kita ingin melihat indahnya laut jernih dengan gradasi warna cerah-hijau
muda-hijau tua-biru, maka jangan malas untuk masuk ke jalan setapak untuk
mencapai Telaga Nita. Indah sekali dan menyegarkan mata. Saya ingin sekali
berlama-lama disini, namun sayangnya saya harus mampir ke lokasi lain lagi,
yaitu kaldera di sisi Barat Pulau Ternate, yaitu Danau Tolire.
Benteng Toluko
Batu Angus
Nampak batuan asal berwarna keabuan, tipikal andesitik lava, nampak adanya vesikuler
Danau Tolire berwarna hijau tua, yang mungkin disebabkan
oleh adanya alga yang berkembang baik di dasar danau. Yang unik dari tempat
ini, kami ditawari oleh anak-anak kecil yang membawa kresek berisi batu, yang
katanya kalau kita melempar dari sisi kawah, lemparan kita tidak akan pernah masuk
ke dalam kawah. Nyatanya? Coba saja sendiri, hihihi…. Dari Danau Tolire, kami
mampir menuju Rumah Makan Florida, yang tepat berada di depan Pulau Maitara dan
Pulau Tidore. Masih nampak asing dengan kedua pulau tersebut, coba lihat uang
pecahan Rp 1.000,-. Dan hari ini, ditutup dengan berbuka puasa dengan ikan
bakar Colo-Colo yang lezat, dan saya semoga, kelak saya bisa mencicipi makanan
yang belum saya cicipi hingga saat ini, papeda. Dan malam hari saya tutup dengan berjalan di sebuah gang yang berisi orang yang berjualan batu mulia yang berasal dari Pulau Bacan, Pulau Obi, Pulau Haltim, dan beberapa lokasi di Maluku. Selain itu, terdapat juga kerajinan besi putih, yang memikat hati, namun apa daya, tong kosong nyaring bunyinya. Artinya,,, boleh kitong mampir Ternate
lagi lain hari ya...
Pantai Sulamadaha
Telaga Nita, indah ya...
Saya di Telaga Nita
Danau Tolire
Sunset di depan Pulau Maitara dan Pulau Tidore
Uang Rp 1.000,- pinjeman.. :D
Kartun unik dari salah satu ruangan di Dept. Eksplorasi Mineral di NHM
Indahnya langit di pagi hari (foto diambil dari Bandara Sultan Baabullah)
Klik Gambar di bawah untuk melihat artikel lain