Conversations with the Earth

Endapan mineral di Finlandia dan Swedia

Perjalanan saya ke lingkaran kutub utara

Atlas of ore minerals: my collection

Basic information of ore mineralogy from different location in Indonesia

Sketch

I always try to draw a sketch during hiking

Apa itu inklusi fluida?

Inklusi fluida adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya fluida yang terperangkap selama kristal tumbuh. Gas dan solid juga bisa terperangkap di dalam mineral.

Situ Cisanti di Pengalengan, Bandung

50 km dari Bandung, Situ Cisanti terkenal karena menjadi sumber mata air sungai Citarum

Friday, July 11, 2014

Geowisata di Sekitar Ternate

Early geologic map of Halmahera- Bacan (Verbeek 1908) - dikutip dari http://www.vangorselslist.com/north_moluccas.html , di update 22 Oktober 2014


Pulau Maitara dan Pulau Tidore, Gunung Kiamatubu nampak menjulang tinggi di belakang

Awal Juli ini, yang bersamaan dengan bulan Ramadhan pada kalender Hijriyah, saya menghabiskan waktu bersama rekan-rekan dari Kyushu University, ke tempat yang belum pernah saya datangi juga sebelumnya, yaitu ke Maluku Utara. Lokasi yang kami tuju adalah Gosowong, yang terletak di Pulau Halmahera. Sebagai informasi, ibukota Provinsi Maluku Utara adalah Sofifi di Pulau Halmahera, sejak Agustus 2010 yang lalu. Penerbangan saya dimulai dari Jakarta dengan maskapai lokal burung berwarna biru menuju Ternate tanpa harus transit di kota lain. Saat mendarat di Bandara Sultan Baabullah, Ternate, hal yang pertama saya lihat adalah laut, gunung, serta satu gunung menunjam tinggi di belakang bandara. Yap, itu adalah Gunung Gamalama. Gunung ini merupakan tipe gunung stratovolkano, dengan tinggi mencapai 1.715 meter, yang terakhir kali mengeluarkan erupsi pada September 2012 yang lalu. Di luar bandara, kita akan melihat bekas dari lelehan gunung api, yang merupakan lava andesit-basalt yang membeku, dan sekarang tepat berada di depan bandara.
Lava andesitik-basalt di depan Bandara Sultan Baabullah

 Perjalanan dilanjutkan kembali dengan menggunakan pesawat Twin Otter, yang telah di charter oleh Airfast Indonesia untuk Nusa Halmahera Mineral untuk pegawai dan tamu perusahaan. Jumlah penumpang hanya 15 orang, membawa penumpang untuk menikmati panorama pulau-pulau volkanik seperti Ternate, Tidore, serta kita bisa melihat pulau kecil yang berada di antara Ternate dan Tidore, yaitu Pulau Maitara. Pulau yang diabadikan dalam uang seribu rupiah ini, merupakan pulau-pulau yang terbentuk pada Era Kuarter-Holosen. Tipe gunung api seperti saya tulis sebelumnya merupakan stratovolkano yang berbentuk kerucut, yang tersusun oleh batuan andesitik, lava andesitik-basalt dan tuf.

Ilustrasi Ternate (sumber: wikipedia.org)
Ternate tahun 1880-an (http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Uitzicht_op_Ternate_TMnr_3728-865.jpg)

Pesawat membawa kita menyeberangi Selat antara Ternate dan Halmahera, dan membawa kita melihat lebih jelas Teluk Kao, yaitu sebuah teluk kecil yang berada di bagian Timur Laut dari Sofifi. Dari atas Teluk Kao, saya melihat hal yang unik, dimana beberapa nelayan yang memasang keramba di pantai, membuat jembatan dan keramba mereka berbentuk menyerupai panah, yang jika dilihat dari atas, akan terlihat seperti panah yang menunjuk ke arah keramba. Unik ya. :D
keramba yang ditunjuk oleh panah
Jailolo (gunung tinggi), Sindangoligam (menjorok), dan Sofifi (Selatan Teluk)
Twin otter tiba di Kobok

Sesampai di Kobok, bandara yang dioperasikan oleh Nusa Halmahera Mineral, kami masuk ke dalam area kegiatan penambangan PT Nusa Halmahera Mineral, dengan tujuan untuk mengumpulkan sampel-sampel urat kuarsa, baik dari permukaan maupun dari muka tambang bawah tanah (underground face), untuk dianalisa oleh salah satu mahasiswa dari Kyushu University untuk keperluan riset Master-nya. Kami diterima sangat baik oleh Departemen Eksplorasi Mineral, dimana saya banyak menjumpai geologis-geologis senior, yang mengeksplorasi lokasi dari Newcrest, Australia, sejak awal tahun 1990-an hingga sekarang. Banyak informasi baru yang saya dapat di tambang ini, dimana kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh perusahaan ini tergolong sangat rapi, sistematik, dengan dokumentasi dan penyajian data yang cukup baik. Saya ditunjukkan kolom stratigrafi dan berbagai macam tekstur batuan yang teramati di lokasi penambangan mereka, yang membuat orang awam bisa lebih mudah untuk membayangkan, yang mana sih tesktur batuan colloform, vuggy quartz, breccia, vein, stockwork dan sebagainya. Hal yang membuat saya terkagum-kagum dengan perusahaan ini, pada beberapa lokasi, kadar emasnya sangat tinggi, mencapai puluhan, bahkan pernah beberapa kali menjumpai urat kuarsa yang mempunyai kadar hingga 8.000 ppm. Apa yang dimaksud dengan kadar itu? Mengapa dinyatakan dalam ppm? Mari kita sama-sama belajar.
 Visible gold, katanya kadarnya lebih dari 6.000 ppm
Visible gold dari dekat

Kadar suatu batuan umumnya dinyatakan dalam satuan volume, kadang dalam persen, ppm, atau pun dalam ppb. Seperti kita ketahui, persen adalah per seratus, ppm adalah part per million atau sepersejuta, dan ppb adalah part per billion atau seper satu milyar. Sebagai ilustrasi, jika kita mempunyai satu masa batuan dengan ukuran 1x1x1 meter dengan specific gravity (SG) 1 ton/m3, maka berat batuan tersebut adalah 1 ton. Dari 1 ton batuan tersebut, terdapat logam yang ekonomis untuk di ekstrak, katakana saja emas, dengan kadar 20 ppm. Artinya, dalam masa batuan seberat 1 ton tersebut, hanya 20 gram dari masa batuan yang ekonomis untuk di ekstrak, sedangkan 999,98 nya akan dibuang sebagai tailing. Namun ingat, specific gravity dari batuan bervariasi untuk masing-masing jenis, sehingga kita harus memperhitungkan ulang berapa berat batuan sebenarnya.

 Breccia
 Breccia type
 Colloform texture
Banding dari kuarsa-magnetit-adularia


Breccia kuarsa-klorit pada sampel bor , kalau seperti ini katanya kadarnya biasanya tinggi

Dari massa batuan tersebut, tidak hanya emas yang akan diekstrak, namun logam berharga lain seperti perak, tembaga, dan logam lain akan diekstrak. Nusa Halmahera Mineral, yang merupakan joint venture dengan Aneka Tambang, sudah melakukan proses peningkatan nilai tambah, dengan hasil akhir berupa bullion yang akan dimurnikan lagi oleh Aneka Tambang, sebelum dijual sebagai emas murni. Mengenai kadar ekonomis yang ditambang, umumnya perusahaan mensyaratkan kadar rata-rata berkisar 5-8 ppm, artinya di bawah itu, umumnya aktivitas penambangannya tidak ekonomis. Hal ini berkaitan dengan berbagai aspek, seperti biaya eksplorasi, biaya penambangan, biaya pengangkutan, biaya reklamasi, dan sebagainya.
Discovery vein dari Gosowong

Terdapat tiga prospek utama di Nusa Halmahera Mineral, yaitu Gosowong, Toguraci dan Kencana. Penambangan di Gosowong sudah lama selesai dengan metode penambangan terbuka dengan metode open pit, penambangan di Toguraci dulunya menggunakan open pit, namun saat ini sudah beralih menjadi tambang bawah tanah, sedangkan Kencana memang telah didesain untuk tambang bawah tanah. Masing-masing prospek mempunyai cerita yang unik dibalik penemuannya, dan karakteristiknya.
 Reklamasi tambang Gosowong
Sketsa Gosowong

Gosowong ditemukan dari urat-urat kuarsa yang mempunyai kadar rendah di permukaan, namun ketika dilakukan pemboran, didapatkan nilai assay yang menarik, yang ternyata merupakan satu sistem epithermal sulfidasi rendah yang cukup besar dan ekonomis. Dan tidak lama ini, para geologis menemukan, bahwa tipe endapan di lokasi ini merupakan satu sistem yang kompleks, karena terdapat juga sistem epithermal sulfidasi tinggi yang ditunjukkan oleh alterasi lempung yang cukup kuat.

 Panasnya di dalam Toguraci
 Urat kuarsa di Toguraci
 Veinlet kuarsa-klorit

Toguraci mempunyai keistimewaan, selain ditemukan endapan epithermal sulfidasi rendah, ditemukan juga tipe endapan porfiri yang umurnya jauh lebih tua dibanding endapan emas yang memotongnya kemudian hari. Selain itu, Toguraci juga mempunyai keunikan, karena tambang bawah tanahnya yang sangat panas. Dari wall rock nya, muncul air panas yang masuk ke dalam front tambang, dengan suhu 80 derajat celcius. Cukup untuk membuat kulit kepanasan ketika kita menyentuhnya, bahkan membuat penyangga di dinding menjadi terkorosi. Tidak asin memang, perkiraan saya adalah air meteorik atau air permukaan yang terpanaskan oleh suatu sistem geothermal yang berada dekat dengan permukaan. Saya sendiri tidak kuat berlama-lama di Toguraci, karena seperti berada dalam kuali. Beeuhhh…. Prospek Kencana merupakan tambang yang unik, karena ditemukan tanpa adanya indikasi di permukaan. Para geologis menyatakan hal tersebut sebagai blind deposit, yang muncul tepat ketika prospek yang lain sudah hampir habis. Dan blind deposit seperti ini yang masih dicari oleh tim eksplorasi NHM, karena tidak lama lagi cadangan dari beberapa prospek akan habis. Disana, saya menemukan mineral amethyst, atau yang sering disebut sebagai kecubung, sebagai alterasi dari silika, dan nampak berwarna keunguan. 
Amethyst atau kecubung
Farewell alias pamitan dengan tim eksplorasi mineral (atas dari kiri : Pak Mukhlis, Mas Daud, Kuroda, Thomas Tindell, Hase, Pak Dadan, Ibu Fintje, Pak Rob Taube, Pak Iskandar, Pak Hendry, Saya. bawah dari kiri: Pak Joko, Pak Saman, Mas Dedi, Mas Arif - foto diambil dari kamera Mas Zulkifli)

Setelah kegiatan kami berakhir di Halmahera, kami pergi ke Ternate untuk melanjutkan perjalanan keesokan harinya ke Jakarta. Di Ternate, saya berterima kasih kepada Mas Wawan, teman seperjuangan semasa kuliah S2 di ITB, yang mendampingi saya berkeliling ke beberapa lokasi yang sangat menarik di Ternate. Saya berkunjung melihat “Batu Angus”, yang merupakan endapan yang terbentuk akibat adanya letusan Gunung Gamalama, menurut info sekitar tahun 1800-an. Batuan yang ada disini merupakan lava andesitik-basalt dengan menunjukkan tekstur vesikuler, dan terakumulasi di jalur lahar dari Gunung yang terbentuk pada zaman Holosen tersebut. Dari Batu Angus, kami melanjutkan perjalanan ke Utara, dan mampir ke Pantai Taduma. Di pantai itu, kita bisa melihat lava andesitik yang umurnya diperkirakan lebih tua dibanding di Batu Angus, dan berada tepat di sisi Timur dari pantai. Di tepi pantai itu, kita menghadap ke Pulau Hiri yang berada di sebelah Utara Ternate, dan di belakangnya nampak Gunung yang menjulang dari Pulau Halmahera, yaitu Jailolo. Jika kita ingin melihat indahnya laut jernih dengan gradasi warna cerah-hijau muda-hijau tua-biru, maka jangan malas untuk masuk ke jalan setapak untuk mencapai Telaga Nita. Indah sekali dan menyegarkan mata. Saya ingin sekali berlama-lama disini, namun sayangnya saya harus mampir ke lokasi lain lagi, yaitu kaldera di sisi Barat Pulau Ternate, yaitu Danau Tolire.
 
Benteng Toluko
 Batu Angus 
Nampak batuan asal berwarna keabuan, tipikal andesitik lava, nampak adanya vesikuler



Danau Tolire berwarna hijau tua, yang mungkin disebabkan oleh adanya alga yang berkembang baik di dasar danau. Yang unik dari tempat ini, kami ditawari oleh anak-anak kecil yang membawa kresek berisi batu, yang katanya kalau kita melempar dari sisi kawah, lemparan kita tidak akan pernah masuk ke dalam kawah. Nyatanya? Coba saja sendiri, hihihi…. Dari Danau Tolire, kami mampir menuju Rumah Makan Florida, yang tepat berada di depan Pulau Maitara dan Pulau Tidore. Masih nampak asing dengan kedua pulau tersebut, coba lihat uang pecahan Rp 1.000,-. Dan hari ini, ditutup dengan berbuka puasa dengan ikan bakar Colo-Colo yang lezat, dan saya semoga, kelak saya bisa mencicipi makanan yang belum saya cicipi hingga saat ini, papeda. Dan malam hari saya tutup dengan berjalan di sebuah gang yang berisi orang yang berjualan batu mulia yang berasal dari Pulau Bacan, Pulau Obi, Pulau Haltim, dan beberapa lokasi di Maluku. Selain itu, terdapat juga kerajinan besi putih, yang memikat hati, namun apa daya, tong kosong nyaring bunyinya. Artinya,,, boleh kitong mampir Ternate lagi lain hari ya...


 Pantai Sulamadaha
 Telaga Nita, indah ya...
 Saya di Telaga Nita
Danau Tolire
 Sunset di depan Pulau Maitara dan Pulau Tidore
Uang Rp 1.000,- pinjeman.. :D
 Kartun unik dari salah satu ruangan di Dept. Eksplorasi Mineral di NHM
Indahnya langit di pagi hari (foto diambil dari Bandara Sultan Baabullah)

Klik Gambar di bawah untuk melihat artikel lain




Share:

Thursday, July 3, 2014

Nasionalisme di Perbatasan Indonesia

Kesempatan yang cukup langka, bisa berkesempatan mengeksplorasi potensi Kabupaten termuda di Kalimantan Timur, Kabupaten Mahakam Ulu. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kutai Barat, pada tahun 2012. Kabupaten ini memang belum lama berdiri, dan saat ini pun masih dipimpin oleh Pejabat Sementara, dimana pemilihan Bupati baru akan dilaksanakan pada tahun 2015. Selama akhir Juni hingga awal Juli, saya sedikit mengubek-ubek pedalaman yang dilintasi oleh sungai Mahakam, sungai terbesar di Provinsi Kalimantan Timur.

sumber: Peta Dasar - BNPB, 2009

Selamat datang di Mahakam Ulu. Nadi perekonomian Mahakam Ulu sangat bergantung pada keberadaan sungai Mahakam. Untuk mencapai Ibukota Kabupaten ini, yaitu Ujoh Bilang, kita perlu datang ke Melak, kemudian melanjutkan perjalanan menuju Tering, yaitu dermaga yang berada di sebelah Barat kota Melak. Perjalanan menuju Ujoh Bilang ditempuh dengan menggunakan speed boat, mengingat jalan darat hingga ke ibukota kabupaten tersebut belum sepenuhnya tersambung dengan jalan raya. Perjalanan dengan menggunakan speed boat ditempuh selama 4 jam, karena speed boat harus melawan arus menuju hulu Mahakam. Di tengah perjalanan, kami berhenti di “rest area” di Datah Dawai, dan saya mencicipi makanan setempat, gule daging rusa dan tempoyak, alias fermentasi durian, yang rasanya tidak terlalu kuat dibanding tempoyak yang pernah saya coba di Jambi.




Kabupaten ini mempunyai 5 kecamatan yang cukup besar, yaitu Laham yang berbatasan dengan Kalimantan Tengah dan Kalbar, Long Hubung , Long Bagun yang menjadi ibukota kabupaten Mahakam Ulu, Long Pahangai yang berada di Utara berbatasan dengan Malinau dan Serawak, dan serta Long Apari yang berada paling jauh dan berbatasan dengan Serawak dan Kalbar. Saya tergabung dalam tim, dimana kami harus memetakan potensi mineral dan batubara di Kabupaten yang mempunyai luas mencapai 18rb meter persegi.
 
Sebenarnya, bukan hanya mineral dan batubara yang berada di lokasi ini. Banyak potensi lain yang dapat dikembangkan oleh pemerintah daerah sebagai potensi dan asetnya. Eksplorasi minyak bumi pernah dilakukan oleh Belanda pada tahun 1930-an, namun rig, kompresor dan peralatan lain terpakasa harus ditinggalkan karena adanya pendudukan oleh Jepang. Dilaporkan juga oleh penduudk, adanya gas yang keluar dari tanah, yang saya perkirakan itu adalah gas metana, yang berada di Formasi pembawa batubara.


Foto Eksplorasi Mahakam Ulu oleh Belanda 
(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kutai_Barat)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kutai_Barat#mediaviewer/Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Groepsportret_van_controleur_J.P.J._Barth_met_zijn_reisgevolg_tijdens_de_bestuursvestiging_in_het_Dajakgebied_aan_de_Boven_Mahakam_Midden-Borneo._TMnr_60010382.jpg

Sebelum kita masuk ke Ujoh Bilang, kita akan menjumpai singkapan batugamping yang sangat tinggi di tepi kanan darii arah Tering, yang disebut sebagai batu dinding. Batu dinding merupakan batu gamping yang menunjukkan adanyafosil yang berukuran mikro, namun sebenarnya tidak semuanya berukuran mikro. Beberapa di antaranya masih bisa kita lihat dengan mata telanjang. Menurut legenda, batu dinding ini adalah akibat adanya pesta adat yang dilanggar, karena hewan ikut serta dalam pesta  adat dayak tersebut. Dewa pun marah, dan menjatuhkan batu hanya di satu kampung tersebut, yang sekarang disebut sebagai batu dinding.






Jika menilik potensi mineral, memang kabupaten Mahakam Ulu ketiga kriteria yang diperlukan untuk terbentuknya endapan. Adanya sumber, perangkap, dan media, membuat potensi mineral, terutama yang berhubungan dengan emas alluvial sangat mudah ditemukan di sepanjang sungai Mahakam. Namun, bukan kegiatan eksplorasi jika tidak menemukan sumber-nya. Intrusi sintang yang  berada di sekitar sungai Mahakam, serta adanya granit Era, diperkirakan menjadi sumber adanya potensi emas yang melimpah di sepanjang sungai. Hampir semua anak sungai bermuara ke Sungai Mahakam, sebut saja sungai Boh, sungai Meraseh, sungai Oga, sungai Alan, sungai Ratah, dan sungai Nyerimbungan, semua nya menjadi media transportasi emas yang terbawa ke sungai. Mencari sumber emas bukan pekerjaan yang mudah. Tutupan lahan yang didominasi oleh semak belukar dan pepohonan, serta kemiringan lereng yang cukup ekstrim, membuat eksplorasi potensi mineral, terutama emas menjadi tantangan tersendiri. Namun, saya cukup menikmati kegiatan eksplorasi ini, mengingat insting kita sebagai seorang eksplorer benar-benar diasah, karena kita berada di perbatasan dengan Negara lain, yang harga komoditinya sangat jauh lebih mahal di banding lokasi lain.






Sebagai gambaran, untuk sekali makan nasi dengan lauk dan sayur, anda memerlukan 30rb rupiah. Mash normal? Mungkin ini yang membuat anda tercengang. Air mineral gelas 2rb rupiah, bensin bervariasi dari 10rb rupiah di Ujoh Bilang, 15rb rupiah di Long Pahangai, dan mencapai 20rb rupiah di Long Apari.  Hmmmmm, cukup mencengangkan bukan? Selamat datang di daerah perbatasan.  Orang-orang disini mungkin sudah terbiasa dengan harga yang cukup mencengangkan untuk kebanyakan orang-orang yang terbiasa hidup di kota dengan segala kemudahannya. Yap, kita harus banyak bersyukur, bahwa di tempat yang kita diami, harga komoditasnya mungkin tidak akan semahal ini. Sehingga, boleh saja saya berpendapat, bahwa seharusnya dengan harga yang seperti ini, subsidi bahan bakar dan pembangunan harusnya diutamakan ke penduduk di daerah perbatasan seperti ini, bukan terpusat di Jawa.Jika harga bensin naik, selalu orang-orang di perkotaan yang demonstrasi. Wong yang di perbatasan dari dulu harga sudah membumbung tinggi juga tidak pernah protes. Yah yah, Indonesia belum merdeka juga ternyata…


Untuk potensi batubara, memang ada potensi batubara, karena memang di daerah ini sedikit termasuk ke dalam Cekungan Kutai. Potensi batubara di sungai Medang, sungai Betunuung  dan sungai Mahakam, terutama berlokasi di Kampung Mamahak. Jumlahnya memang harus di eksplorasi lebih lanjut dengan eksplorasi yang lebih detail, namun saya sangat tertarik pada struktur geologi yang ada di lokasi ini. Memang, lokasi yang saya jumpai berada di zona lipatan, batubara seperti kue lapis yang sudah diacak-acak saja. Belum lagi saya sempat merenung, bagaimana bisa ada batubara dengan rank yang rendah, gambut mungkin, berada di antara dua seam batubara yang sudah lebih mature. Periode pembatubaraan yang berbeda saya rasa, yaitu ketika batubara seam tengah terbentuk, belum sepenuhnya menjadi batubara, sehingga hanya menjadi  dirty coal.




Dari 5 kecamatan, saya sudah cukup banyak berinteraksi dengan potensi Long Bagun, dan sedikit saja melihat dari dekat Kecamatan Long Pahangai. Ingin rasanya saya kembali lagi ke Long Pahangai yang berada di Utara, terutama ingin melihat lagi riam pernah saya lalui, dan membuat saya menganga, mengingat motoris, atau nahkoda speedboat sangat cekatan melewati riam atau jeram yang berbahaya, karena kami melawan arus. Konon katanya, setiap tahun ada saja kecelakaan yang meminta korban nyawa di riam-riam tersebut, sehingga tidak sembarang orang berani melewati riam menuju Long Pahangai, maupun Long Apari. Saya sendiri sempat mengabadikan, betapa ganasnya riam yang diterjang oleh speedboat. Memang, alam bukan untuk di lawan, namun untuk dipahami.




Semoga saja, nanti saya bisa kembali lagi ke tempat ini, entah kenapa ada satu potensi yang banyak dibicarakan dan diteliti oleh peneliti sebelumnya, namun selalu berakhir dengan cerita yang kurang menyenangkan, potensi uranium. Hmmmm, uranium dalam granit membuat saya ingin belajar lebih dalam tentang endapan ini. Di salah satu riam itulah, yang secara tidak sengaja saya lewati ketika saya menuju Datah Dawai, ternyata batuannya adalah granit yang mengandung uranium. Damn, saya tidak sadar, dan baru tahu setelah saya di basecamp lagi.Disana saya hanya terlongok, kenapa ya batuan yang besar-besar ini berwarna hitam kemerah-merahan. Semoga saja saya masih bisa mampir kesana. Sampai jumpa Mahakam Ulu, semoga kelak resmi menjadi Kabupaten baru. 



Ada beberapa foto lapangan, edisi dibuang sayang, warnanya menarik seperti mangga, harum juga,, ternyata, aseeeem buanget... selamat menikmati buah Pangin dari pedalaman Mahakam


Tangkapan lokal, namanya ikan jelawat,,, bukan jerawat ya... :D

Mejeng setelah bos-bos koordinator lapangan diinterview untuk siaran di RRI perbatasan

Share:

Blog Archive

Kontak ke Penulis

Name

Email *

Message *