Conversations with the Earth

Endapan mineral di Finlandia dan Swedia

Perjalanan saya ke lingkaran kutub utara

Atlas of ore minerals: my collection

Basic information of ore mineralogy from different location in Indonesia

Sketch

I always try to draw a sketch during hiking

Apa itu inklusi fluida?

Inklusi fluida adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya fluida yang terperangkap selama kristal tumbuh. Gas dan solid juga bisa terperangkap di dalam mineral.

Situ Cisanti di Pengalengan, Bandung

50 km dari Bandung, Situ Cisanti terkenal karena menjadi sumber mata air sungai Citarum

Showing posts with label geologi. Show all posts
Showing posts with label geologi. Show all posts

Tuesday, March 25, 2014

Taman Bermain Struktur Geologi di Bantarujeg, Majalengka



Menghabiskan akhir pekan di lapangan untuk menemani adik-adik dan teman-teman senasib karena harus bermandikan air sungai dan berkubang di tanah yang "muddy" memang mengasyikkan. Bantarujeg, yang ditempuh sekitar 4 jam perjalanan darat menggunakan mobil, atau pun 5 jam jika menggunakan Bus Medal Sekarwangi atau Bintang Sanepa, merupakan salah satu lokasi di Kabupaten Majalengka, yang sudah menjadi tujuan kuliah lapangan atau ekskursi mahasiswa yang berkecimpung di ilmu geologi, eksplorasi maupun pertambangan.



 
Bantarujeg merupakan daerah yang terkenal akan adanya struktur geologi lipatan maupun perlapisan, serta adanya batuan beku hasil letusan gunung api (diperkirakan berasal dari Tampomas atau Ciremay), menjadi tempat belajar menggunakan kompas dan peralatan geologi lainnya. Batuan yang umum dijumpai di lokasi ini adalah batuan sedimen, berupa perselingan antara batupasir dan batulempung, serta secara setempat kita jumpai adanya breksi vulkanik, konglomerat, serta munculnya batuan karbonatan yang diperkirakan muncul secara sekunder akibat presipitasi air bikarbonat. Namun karena pengetahuan geologi saya yang masih terbatas, kami pun (saya dan dosen-dosen Teknik Eksplorasi ITB) masih belum sepaham tentang batuan tersebut.




 
Disini, mahasiswa bisa mempraktekkan ilmu yang didapat selama perkuliahan mengenai kegiatan pemetaan geologi dan eksplorasi, seperti mempraktekkan cara penggunaan kompas, membuat lintasan pemetaan, belajar mengenai geologi struktur, petrologi, serta geomorfologi. Memang, lokasi ini merupakan laboratorium yang bisa dibilang komplit untuk mempelajari ilmu geologi dan eksplorasi tersebut. Belum cukup? Secara geoteknik dan mekanika batuan, potensi longsoran juga dapat dijadikan wahana belajar yang lengkap.

Kali ini, saya hanya mengupas sedikit tentang penggunaan kompas, supaya kita semua tahu, bahwa kompas tidak hanya digunakan oleh Jack Sparrow untuk menunjukkan arah berlayar nya kapal atau sebagai penunjuk solat, namun juga dapat menentukan arah umum dari perlapisan batuan.

Gambar kiri menunjukkan adanya bidang perlapisan. Dengan kompas geologi, kita bisa menghitung arah dan kemiringan perlapisan tersebut. Bisa kah dengan kompas biasa yang biasa di tempelkan di kulkas? Hmm, rasanya tidak bisa, karena yang ditunjukkan hanyalah arah magnetik saja, sedangkan kemiringan tidak bisa dihitung. Strike atau Jurus adalah arah garis yang dibentuk dari perpotongan bidang planar dengan bidang horizontal ditinjau dari arah utara. Sedangkan Dipadalah derajat yang dibentuk antara bidang planar dan bidang horizontal yang arahnya tegak lurus dari garis strike. Dari gambar di samping, yang disebut sebagai strike adalah yang bertanda (1), arah dip atau dip direction ditunjukkan oleh nomor (2), apparent dip adalah nomor (3), dan besar kemiringan (dip) ditunjukkan dengan nomor (4). Bagaimana cara menggunakan kompas? Ternyata setelah saya browsing, sudah banyak blogger yang menjelaskan cara penggunaannya, beserta gambarnya. Supaya tidak terlalu menyita waktu, saya kutip dari Tim Olimpiade Ilmu Kebumian Indonsia (http://www.toiki.or.id/2010/07/cara-menggunakan-kompas-geologi.html ) yang sangat komunikatif, yang kalau dijabarkan dalam gambar adalah sebagai berikut.










Nah, mari kembali ke Bantarujeg. Dengan mengerti cara menggunakan kompas, maka kita bisa mengukur arah perlapisan yang ada di daerah ini, dimana arah kemenerusan lapisan ini akan digunakan untuk mengetahui arah dari batuan yang ada. Hanya batuan sedimen yang menunjukkan perlapisan, walaupun pada batuan metasedimen ataupun metamorf, sering kita jumpai adanya lapisan-lapisan, yang nantinya bukan lagi disebut dengan srike dan dip lagi, namun disebut sebagai foliasi.

Coba kita lihat variasi batuan, serta aktivitas yang dilakukan selama di lapangan , siapa tahu ada yang setelah baca tulisan ini jadi pengen mampir ke Bantarujeg, Majalengka, hehehe.

Sisipan batuan karbonatan antara batupasir dan batulempung

Batuan karbonatan yang masih membingungkan darimana asalnya. Air bikarbonat sebagai endapan sekunder, atau ketika deposisi saat pertama terbentuk (?). Kemudian, apa mineralnya? kalsit kah?

Konglomerat dengan ukuran yang kasar terendapkan di antara batupasir dan batulempung

Breksi vulkanik dengan butiran menyudut tajam di Sungai Cijurey

Breksi di Sungai Cijurey, yang ditunjuk oleh bolpoin adalah bongkah karbonatan pada batuan vulkanik

Batuan karbonatan dilihat lebih dekat

Fold

Perlapisan batupasir dan batulempung, sebagian berfoto, sebagian sibuk mengukur arah perlapisan, termasuk saya lagi berfoto :D

Lipatan di salah satu dinding sungai

Bersusah payah menyeberang sungai yang arusnya lagi deras-derasnya. Akhirnya saya buat deh jembatan darurat,, :D

Saking asyiknya, Pak Nur Heriawan mengabadikan momen-momen penting penyeberangan, padahal di belakang ada yang sedang menghitung menggunakan metode lintasan kompas

Hikmah dari ekskursi, akhirnya sesama peserta jadi lebih akrab

Dosen pun ikut menyeberang :D

Bahkan ada yang tercebur ke sungai (best moment of the day)

Masih tentang tercebur sungai, daripada malu, cheers dan peace saja lah

korban hanyut karena terlalu kurus dan terbawa arus

Salam hangat dari Tambang Eksplorasi ITB
Share:

Thursday, October 10, 2013

Takhayul Ekonomi dan Takhayul Geologi



Tulisan ini saya kutip dari halaman ini , karena saya rasa isinya yang cukup bagus. Tulisan ini menceritakan tentang Pak Soekarno dan Pak Andang Bachtiar. Di benak saya, kedua tokoh tersebut sangat membiarkan pemikiran mereka lepas dan bebas, merdeka, walaupun kelak mungkin saya bisa salah, karena saya hanya membaca tulisan dari mereka, tanpa pernah bertemu dan berdiskusi tentang pola pikir mereka.

Namun ada hal yang saya kagumi dari mereka, bahwa mereka berdua, termasuk saya juga, yakin bahwa saat ini kita yang harus melek dan sadar terhadap apa yang kita punya dari bangsa kita. Soekarno sudah memulai tahun 1960, hampir 53 tahun yang lalu. Sekarang jaman siapa? Kita yang punya ini jaman, kita ini yang harus menjaga kemerdekaan ini. Tidak lain dan tidak bukan, pendidikan dan idealisme kita sendiri harus merdeka. Mengutip Tan Malaka,  "kalian jutaan orang Indonesia tidak akan mungkin merdeka dan maju, selama masih ada pikiran magic di pikiranmu yang tidak kamu buang". Buang takhayul Indonesia tidak bisa bergerak maju. Kita yang akan memulai. Kita yang akan memulai membangun bangsa ini. Kelak, saya akan menjadi lebih hebat dari mereka. (ilustrasi: Foto Ekskursi Karangsambung 2013 oleh Teknik Pertambangan ITB dengan tema "menjadi orang pintar")



------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


TAKHAYUL GEOLOGI
Pada 11 Juli 1960 Soekarno pidato di depan pelajar-pelajar di Surakarta (Solo) yang menyinggung tentang takhayul ekonomi dan TAKHAYUL GEOLOGI (cuplikan lengkapnya saya lampirkan di bagian paling bawah tulisan ini).

Yang dimaksudkan Soekarno dengan takhayul geologi pada waktu itu adalah: persepsi umum di masyarakat tentang sumberdaya alam Indonesia yang dicekok-kan oleh Belanda ke bangsa Indonesia, bahwa:
- Indonesia tidak punya bijih tembaga
- Indonesia tidak punya arang batu yang kalorinya tinggi
- bijih emas hanya ada di Sumatra Selatan
Cara memberantas takhayul itu, kata Soekarno - dengan mencontoh RRT - ya dengan pendidikan (geologi; red.) yang benar.

Hari ini, 53 tahun setelah Soekarno pidato tentang hal itu, takhayul geologi itupun masih terus ter(di)sebar; bahwa:
- Intan di Martapura dan Kalimantan Barat itu nggak ada batuan sumbernya; meraka seolah disebar begitu saja dari “langit” masuk ke sungai-sungai purba (terus: siapa yang menguasai “kimberlite-pipe” atau “volcanic-plug” yang penuh intan primer itu ya?)

- Sumberdaya migas kita sudah habis menipis padahal sebenarnya pengetahuan dan keberanian kita untuk eksplorasi-lah yang nggak ada (karena sudah belasan tahun dikelirukan dengan konsep-konsep sesat tentang sumberdaya migas Indonesia dan dilatih hanya untuk eksploitasi tapi bukan eksplorasi)

- Cadangan emas raksasa hanya ada di papua dan sumbawa padahal masih ratusan lokasi di sepanjang jalur bukit barisan dan pegunungan selatan jawa yang masih potensial mengandung sumberdaya emas-perak-tembaga raksasa belum diteliti selayaknya (sekalian dihantam kasus tumpang tindih lahan konservasi kehutanan dan kasus lingkungan!).

- Hanya Cina yang kaya potensi dan menguasai mineral-mineral masa depan unsur tanah jarang (REE -rare earth element), di Indonesia entah ada atau tiada kita tidak pernah meyakininya, padahal sudah bertahun-tahun orang-orang luar menambangnya di perairan Riau dan juga di Kalimantan Barat sana, a/n galian C (dan kita tetap tidak mempedulikannya).

- Potensi geothermal kita luar biasa banyaknya tapi eksplorasinya sulit dan makan biaya dan komoditasnya tidak ekonomis, padahal kalau saja subsidi migas dialihkan sebagian saja ke energi hijau aman dan berlimpah itu maka kita semua dengan cepat akan terbebas dari jeratan mafia minyak yang selama ini mencekik negara dan menggantikannya menggunakan geotermal di seluruh jalur sumatra-jawa…

- Di Indonesia tidak ada cooking coal dan pemerintah tidak pernah mendata produksinya, padahal data-data eksplorasi yang bersliweran dan juga catatan-catatan jual beli di pasar Hongkong dan Singapur sana membukukan jutaan ton tiap tahun coking coal yang harganya 2x lipat harga coal biasa itu keluar dari Indonesia…

Selain butuh Soekarno 2013, kita juga butuh lebih dari seorang guru geologi yang berani melawan arus mengajarkan dan mendidik cara memberantas takhayul-takhayul itu semua.

Salam
Andang Bachtiar, Geologist Merdeka!

Memberantas Takhayul Versi Soekarno
(Cuplikan Ceramah/Pidato Soekarno di hadapan pelajar Surakarta, 11Juli 1960)

“….Di Tiongkok ada satu kampanye hebat, memberantas ketakhyulan. Ya memang, ketakhyulan harus diberantas; tetapi ketakhyulan yang diberantas di Tiongkok itu bukan ketakhyulan mengenai dhemit, memedi, jin, peri perayangan saja. Juga ketakhyulan ekonomi, ketakhyulan geologi diberantas sama sekali. Kita masih menderita penyakit ketakhyulan geologi, ketakhyulan ekonomi, karena dicekoki oleh Belanda. Misalnya berkata: Indonesia tidak mempunyai bijih tembaga. Kita percaya bahwa Indonesia itu tidak mempunyai arang batu, arang batu yang kalorinya tinggi, seperti arang batu di Inggris, di Cardiff, yang dia punya kalori 7.900 atau 8.000. Indonesia tidak punya. Ada yang berkata Indonesia itu tidak mempunyai bijih emas kecuali sedikit di Sumatera Selatan. Kita percaya. Nah, ini menjadi ketakhyulan Saudara-saudara. Takhyul ekonomis, takhyul geologi kepada kita, bahwa Indonesia hanya mempunyai bijih emas di situ, tidak mempunyai bijih tembaga. Diberantas RRT.


Cara memberantasnya bagaimana ? Pemuda-pemuda, pemudi-pemudi diberi sedikit pengetahuan hal geologi. Bijih besi itu, rupanya begini. Bijih emas, begini rupanya. Bijih tembaga, begini. Pemuda-pemuda mengerti lantas tahu: O, bijih ini begini, bijih itu begitu, dan lain-lain sebagainya; disebarkan di seluruh tanah air RRT, disuruh pemuda-pemudi itu mencari, mencari. Dan hasilnya apa ? Ternyata bahwa diseluruh RRT ada bijih besi. Dahulu orang berkata bahwa besi ada bijih besi. Dahulu orang berkata bahwa besi di RRT hanya terdapat di situ, di situ bagian sedikit daripada RRT utara. Sekarang tidak. Di mana-mana ternyata ada bijih besi. Oleh karena pemuda dan pemudinya menyelidiki - explore, katanya Inggris - explore di mana-mana, sehingga di tiap-tiap propinsi di RRT sekarang ada tanur. Tanur yaitu pembakaran bijih besi ini untuk dijadikan besi.


Nah, kita pun harus demikian. Berantas segala takhyul, bukan saja takhyul setan tetapi juga takhyul ekonomis dan geologis yang ada di dalam dada kita, tetapi agar supaya kita bisa memberantas takhyul itu, kita pertama harus mempunyai human skill. Kedua mentalitas kita harus investment yang sehebat-hebatnya; mental investment. Menjadi pemuda-pemudi yang dinamik, menjadi bangsa yang dinamik. Sebab kalau tidak demikian, kita tidak akan mengerti garisnya sejarah ini. Pak Leimena ini sudah takut saja; Wah, nanti Indonesia ini jikalau tidak progresif, verpletterd in het gedrang van mensen en volkeren die vecthen om het bestaan. Seluruh dunia sekarang ini mengejar kepada progresivitas.
(Ceramah kepada para pelajar di Surakarta, 11 Juli 1960)
Share:

Tuesday, September 10, 2013

Mineralization Study of Ringin Putih Vein, Southern Mountain Part of East Java, Indonesia

Link Download -------> Paper

Abstract

Ringin Putih district is located in the Southern Mountain Part of East Java. This area shows the epithermal system indication which is a part of the Early Cretaceous tectonic evolution of the Sunda-Banda arc. The lithologies of the Ringin Putih area are dominated by an andesitic-basaltic lava, tuff, clay, and pyroclastic rocks. The mineralization indications are characterized by the copper mineralization and the presence of ubiquitous sulphide minerals. Petrography, mineralogy, X-Ray Diffraction (XRD) analysis was conducted in order to obtain the basic data for the mineralization and alteration properties. The indication of quartz-feldspar-actinolite (?)-epidote-chlorite, often with magnetite facies, indicates that the sample represent propylitic alteration, that is caused by the iron and the sulfur-bearing hydrothermal fluids; whilst the pyrophyllite-quartz-sericite-illite is correspond with the illite-kaolinite group minerals, and represent the phyllic alteration. Pyrophyllite-rutile are tend to be formed in the acidic environments and the oxidized fluids; while the smectite-illite-chlorite-epidote-biotite were formed in the near-neutral pH and reduced fluids. The transition from the acidic-oxidized fluids into the near neutral-reduced fluid gives the preliminary indication of fluids from the great depth and fluids from the near surface water.


INTRODUCTION
The magmatic arc system in Indonesia is the result of a complex history of tectonic events including the plate subduction and the arc magmatism. The Sunda-Banda volcanic island arc is the longest arc in Indonesia, extending from Aceh to East Damar (Carlile and Mitchell, 1994). Based on Van Bemmelen (1949) physiography, the area study is located in the Southern Mountain Part of East Java, with normal fault as a dominant structure, that potentially control the circulation of magmatic fluid and mineralization.

The Southern Mountain belt of East Java and the Southern part of Cianjur as a part of the Southern part of mountain belt of Java are thought to have potentially metallic mineral deposits, as well as the products of subduction. In general, these areas are underlain by the various volcanic-sedimentary rocks that are of Tertiary to Quaternary in age and some igneous rocks that are locally attributed to the formation of hydrothermal alteration and mineralization (Widodo et. al., 2002; Widodo, 2003).

Widodo et. Al. (2002) conducted semi-detailed investigations during the cooperative exploration of DIM-JICA in Blitar, East Java and Cianjur, West Java. Widodo (2003) also invent the ore mineral in Malang District, Lumajang District: Tempursari (Lumajang District), Seweden (Blitar District) and Suren Lor (Trenggalek District).

Sulistijo (2010) carried out detail field sampling for the ore minerals in Blitar and Tulungagung District, including Gunung Gede and Ringin Putih, Blitar. The study of geological and hydrothermal alteration in Sumberboto and vicinity were conducted by Permana (2011).
Hakim and Sulistijo (2012) studied the combination of satellite imagery, geological prospecting, geochemical study and mineralogy analysis to analyze the copper prospect in Seweden, Blitar.
This study aimed to elucidate the ore-forming minerals by optical mineralogy and mineragraphy analysis, and obtain basic data for the mineralization characteristics in Ringin Putih district.

GEOLOGICAL CONDITION
Sumatra and Java is a system of Sunda Banda arc, as a results of the convergence betwen Indo-Australian arc and Eurasian arc in Cenozoic. Sunda Banda arc lies from Northern Sumatra (Aceh), Java, Nusa Tenggara, until Banda Island. (Katili, 1975; Hamilton, 1979; Carlille and Mitchel, 1994).
Regional stratigraphy in the area of research is dominated by the product of volcanic activity, intrusive rock, and limestone. Pacitan, Ponorogo, Wonogiri, and Blitar, located in the Old Volcanic Metallogenic, formed in Mandalika Formation, and sediment rock from Arjosari Formation (Samodra et.al., 1992).
Mandalika Formation is the oldest formation (Oligo-Miocene) that appears in the location of study. The most prospective host for mineralization lies on the Mandalika Formation (Oligo-Miocene). Mandalika Formation consists of andesite-lava-basalt, porphyry latite, rhyolite and dacite. Andesite lava is dominated by pyroxene, andesite, hornblende, and trachyte andesite that can be altered into propylitic, further more can be altered into kaolinite.

Campurdarat Formation formed in Early Miocene, consists of crystalline limestone and claystone intercalation (Siregar and Praptisih, 2008). Four carbonate facies have been recognized within this formation. Packstone facies comprising three subfacies i.e. nodular packstone subfacies, algal foraminifera packstone subfacies and milliolid packstone subfacies developed in back-reef, lagoon and tidal channel environments. Float stone facies were deposited in back-reef and reef-zone environments. Rudstone facies interpreted to be deposited on the reef-flat. Boundstone facies which forms the reef-core can be devided in two subfacies i.e. bafflestone subfacies and framestone subfacies. These boundstone facies were deposited in reef-crest – reef-front environments. The Campurdarat carbonate rocks are interpreted to represent a barrier-reef of Early Miocene age with the back-reef part towards the South and the reef front part towards the North (Siregar and Praptisih, 2008).

Intrusive rock (Oligocene-Miocene) that is consisted of dacite, diorite, and tonalite intruded the Mandalika Formation and the Campurdarat Formation. Dacite crystal form in fine-coarse grained, color in white-grey consists of porphyritic with bipiramidal phenocryst quartz, feldspar, hornblende, and ore mineral (Permana, 2011 in Samodra, 1992).


Other section shows in JPG version. Do not hesitate to have a any discussion, with this topic. 











Share:

Tuesday, July 2, 2013

Kalsit, marmer, kuarsa,batu mulia, bagaimana membedakannya?



Saya mendapat kesempatan berkeliling di Padalarang untuk meninjau lokasi pengabdian nmasyarakat dari dosen Teknik Pertambangan ITB kepada masyarakat di sekitar tambang, yang difasilitasi oleh LPPM. Memang ini bukan pertama kalinya saya berkesempatan untuk "berjalan-jalan" di Padalarang, karena sebelumnya, saya sudah beberapa kali mengantar adik kelas saya untuk mempelajari struktur dan morfologi pada kuliah Pemetaan Eksplorasi.


Apa oleh-oleh kali ini? Biasanya, sering kali jika kita berjalan-jalan di Padalarang, kita akan melihat kenampakan Goa Pawon, Gunung Masigit, Pasir Bancana dari jalan raya. Atau kita bisa melihat variasi batugamping, baik batugamping yang klastis maupun batugamping yang menyerupai terumbu. Kali ini saya mendapati mineral kalsit (rumus kimia: CaCO3), merupakan kelompok batuan karbonatan, yang mempunyai kekerasan Mohs skala 3. Apa sih yang menarik dari batu ini, perasaan sering kita jumpai di dekat laut. Masih ingat dengan terumbu karang yang ada di pinggir laut? Nah, kalau masih ingat, sekarang bayangkan, kenapa ya bisa ada komplek batu gamping di Padalarang, padahal kan jarak dengan laut sangat jauh? hmmmm,,, kalau kita flash back, ternyata Padalarang dulu merupakan sebuah basin atau cekungan, dimana dulu sempat mengalami penurunan permukaan, terendam laut, baru kemudian terangkat seperti sekarang. Hal ini yang mendasari mengapa kita bisa menjumpai fosil kerang di Padalarang.
Kenapa saya ulas mineral yang umum dijumpai ini? Saya masih terkesan dengan belahan-nya yang terlihat jelas pada ketiga arahnya, dengan sistem kristal trigonal, kilap kaca, dengan menunjukkan adanya birefringence atau rangkap ganda. Kalsit mempunyai belahan konkoidal atau jelas, dengan warna gores putih. Kalsit mempunyai polimorfisme dengan mineral aragonit, dimana umumnya aragonit dibedakan karena mempunyai bentuk yang menyerupai terumbu.


Bagaimana membedakan kalsit dengan mineral lain? Seringkali kita susah membedakan antara kalsit dengan kuarsa, karena keduanya kadang-kadang sedikit membingungkan satu sama lain. Hal paling mudah yang harus kita lakukan, adalah dengan mencari asam klorida (HCl), dan meneteskannya ke atas mineral yang akan kita cek. Jika mineral tersebut bereaksi dengan mengeluarkan buih, maka mineral yang kita identifikasi tersebut adalah kalsit, karena terjadi reaksi antara kalsium karbonat dengan asam klorida. Namun, jika tidak bereaksi dengan HCl, maka mineral yang kita identifikasi adalah kuarsa. Reaksi antara kalsit dengan HCl adalah sebagai berikut:

CaCO3(s) + 2 HCl(aq) --> CaCl2(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Sering kali, kita tidak membawa HCl ke lapangan, sehingga kita tidak dapat menentukan apakah mineral tersebut kalsit atau kuarsa. Maka, kita dapat memanfaatkan sifat fisik lain yang berbeda kontras, yaitu dengan menggunakan skala kekerasan Mohs. Kalsit mempunyai kekerasan 3, sedangkan kuarsa mempunyai kekerasan 7. Sehingga kita perlu mencari mineral atau bahan lain yang mempunyai kekerasan antara 3-7, kemudian menggoreskannya. Sebagai contoh, kita dapat menggunnakan belahan kaca yang mempunyai kekerasan relatif 4-5, atau pun paku besi yang mempunyai kekerasan 5-6. Jika mineral tersebut dapat menggores mineral yang kita cari, maka confirm , mineral tersebut adalah kalsit.

Di tengah maraknya batu mulia ini, sifat kekerasan di atas dapat digunakan untuk mengetahui batu mulia yang akan kita cek itu asli atau tidak. Pada beberapa kasus, karena kadang kita menjumpai batu yang sangat menarik ketika sudah dipoles, namun ternyata, batu yang kita jumpai bukan merupakan batu yang asli. Sebagai contoh, lihat gambar batu di bawah ini. Melihat perlapisannya, sangat menarik bukan? Tertarik untuk menjadikan sebagai batu mulia? Hmm, batu yang anda lihat itu adalah marmer, yang mineral asalnya adalah kalsit, bukan kuarsa atau pun mineral lain yang bisa dijadikan sebagai batu mulia pada kebanyakan. Jadi, tidak semua batu bisa dijadikan batu akik.



Marmer dari Nusa Tenggara Timur (http://www.kidnesia.com/var/gramedia/storage/images/kidnesia2014/indonesiaku/teropong-daerah/nusa-tenggara-timur/hasil-tambang/marmer/541423-1-ind-ID/Marmer.jpg)






Yup, sekian dulu oleh2 cerita tentang kalsit, marmer dan cara mengenalinya, nanti kita sambung lagi di tulisan yang lain. Salam hangat untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.







Gamping terumbu (sebelah kanan gambar) dan gamping klastis/ masif (sebelah kiri gambar)


Bukit-bukit gamping terumbu di Cipatat, Padalarang


Gunung Masigit dan Pasir Bancana tampak dari kejauhan

Berikut foto-foto lain yang saya ambil, bukan dari Cirawa, Padalarang, namun dari sekitar Cipatat, Padalarang, ketika saya menemani adik-adik tambang eksplorasi ITB melakukan ekskursi kuliah Pemetaan Eksplorasi.























Pisau komando, Citatah


Bacaan lain yang bermanfaat tentang bukit kapur sepanjang Padalarang:


1.http://geologi.iagi.or.id/2010/06/17/kawasan-karst-citatah-bandung-memasuki-babak-baru/


2.http://cekunganbandung.blogspot.com/2010/10/karst-citatah-great-barrier-reef-di.html


3.http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=54





follow me: @andyyahya


GeoEducative Blogspot



















Share:

Blog Archive

Kontak ke Penulis

Name

Email *

Message *