Conversations with the Earth

Endapan mineral di Finlandia dan Swedia

Perjalanan saya ke lingkaran kutub utara

Atlas of ore minerals: my collection

Basic information of ore mineralogy from different location in Indonesia

Sketch

I always try to draw a sketch during hiking

Apa itu inklusi fluida?

Inklusi fluida adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya fluida yang terperangkap selama kristal tumbuh. Gas dan solid juga bisa terperangkap di dalam mineral.

Situ Cisanti di Pengalengan, Bandung

50 km dari Bandung, Situ Cisanti terkenal karena menjadi sumber mata air sungai Citarum

Showing posts with label geowisata. Show all posts
Showing posts with label geowisata. Show all posts

Tuesday, March 25, 2014

Taman Bermain Struktur Geologi di Bantarujeg, Majalengka



Menghabiskan akhir pekan di lapangan untuk menemani adik-adik dan teman-teman senasib karena harus bermandikan air sungai dan berkubang di tanah yang "muddy" memang mengasyikkan. Bantarujeg, yang ditempuh sekitar 4 jam perjalanan darat menggunakan mobil, atau pun 5 jam jika menggunakan Bus Medal Sekarwangi atau Bintang Sanepa, merupakan salah satu lokasi di Kabupaten Majalengka, yang sudah menjadi tujuan kuliah lapangan atau ekskursi mahasiswa yang berkecimpung di ilmu geologi, eksplorasi maupun pertambangan.



 
Bantarujeg merupakan daerah yang terkenal akan adanya struktur geologi lipatan maupun perlapisan, serta adanya batuan beku hasil letusan gunung api (diperkirakan berasal dari Tampomas atau Ciremay), menjadi tempat belajar menggunakan kompas dan peralatan geologi lainnya. Batuan yang umum dijumpai di lokasi ini adalah batuan sedimen, berupa perselingan antara batupasir dan batulempung, serta secara setempat kita jumpai adanya breksi vulkanik, konglomerat, serta munculnya batuan karbonatan yang diperkirakan muncul secara sekunder akibat presipitasi air bikarbonat. Namun karena pengetahuan geologi saya yang masih terbatas, kami pun (saya dan dosen-dosen Teknik Eksplorasi ITB) masih belum sepaham tentang batuan tersebut.




 
Disini, mahasiswa bisa mempraktekkan ilmu yang didapat selama perkuliahan mengenai kegiatan pemetaan geologi dan eksplorasi, seperti mempraktekkan cara penggunaan kompas, membuat lintasan pemetaan, belajar mengenai geologi struktur, petrologi, serta geomorfologi. Memang, lokasi ini merupakan laboratorium yang bisa dibilang komplit untuk mempelajari ilmu geologi dan eksplorasi tersebut. Belum cukup? Secara geoteknik dan mekanika batuan, potensi longsoran juga dapat dijadikan wahana belajar yang lengkap.

Kali ini, saya hanya mengupas sedikit tentang penggunaan kompas, supaya kita semua tahu, bahwa kompas tidak hanya digunakan oleh Jack Sparrow untuk menunjukkan arah berlayar nya kapal atau sebagai penunjuk solat, namun juga dapat menentukan arah umum dari perlapisan batuan.

Gambar kiri menunjukkan adanya bidang perlapisan. Dengan kompas geologi, kita bisa menghitung arah dan kemiringan perlapisan tersebut. Bisa kah dengan kompas biasa yang biasa di tempelkan di kulkas? Hmm, rasanya tidak bisa, karena yang ditunjukkan hanyalah arah magnetik saja, sedangkan kemiringan tidak bisa dihitung. Strike atau Jurus adalah arah garis yang dibentuk dari perpotongan bidang planar dengan bidang horizontal ditinjau dari arah utara. Sedangkan Dipadalah derajat yang dibentuk antara bidang planar dan bidang horizontal yang arahnya tegak lurus dari garis strike. Dari gambar di samping, yang disebut sebagai strike adalah yang bertanda (1), arah dip atau dip direction ditunjukkan oleh nomor (2), apparent dip adalah nomor (3), dan besar kemiringan (dip) ditunjukkan dengan nomor (4). Bagaimana cara menggunakan kompas? Ternyata setelah saya browsing, sudah banyak blogger yang menjelaskan cara penggunaannya, beserta gambarnya. Supaya tidak terlalu menyita waktu, saya kutip dari Tim Olimpiade Ilmu Kebumian Indonsia (http://www.toiki.or.id/2010/07/cara-menggunakan-kompas-geologi.html ) yang sangat komunikatif, yang kalau dijabarkan dalam gambar adalah sebagai berikut.










Nah, mari kembali ke Bantarujeg. Dengan mengerti cara menggunakan kompas, maka kita bisa mengukur arah perlapisan yang ada di daerah ini, dimana arah kemenerusan lapisan ini akan digunakan untuk mengetahui arah dari batuan yang ada. Hanya batuan sedimen yang menunjukkan perlapisan, walaupun pada batuan metasedimen ataupun metamorf, sering kita jumpai adanya lapisan-lapisan, yang nantinya bukan lagi disebut dengan srike dan dip lagi, namun disebut sebagai foliasi.

Coba kita lihat variasi batuan, serta aktivitas yang dilakukan selama di lapangan , siapa tahu ada yang setelah baca tulisan ini jadi pengen mampir ke Bantarujeg, Majalengka, hehehe.

Sisipan batuan karbonatan antara batupasir dan batulempung

Batuan karbonatan yang masih membingungkan darimana asalnya. Air bikarbonat sebagai endapan sekunder, atau ketika deposisi saat pertama terbentuk (?). Kemudian, apa mineralnya? kalsit kah?

Konglomerat dengan ukuran yang kasar terendapkan di antara batupasir dan batulempung

Breksi vulkanik dengan butiran menyudut tajam di Sungai Cijurey

Breksi di Sungai Cijurey, yang ditunjuk oleh bolpoin adalah bongkah karbonatan pada batuan vulkanik

Batuan karbonatan dilihat lebih dekat

Fold

Perlapisan batupasir dan batulempung, sebagian berfoto, sebagian sibuk mengukur arah perlapisan, termasuk saya lagi berfoto :D

Lipatan di salah satu dinding sungai

Bersusah payah menyeberang sungai yang arusnya lagi deras-derasnya. Akhirnya saya buat deh jembatan darurat,, :D

Saking asyiknya, Pak Nur Heriawan mengabadikan momen-momen penting penyeberangan, padahal di belakang ada yang sedang menghitung menggunakan metode lintasan kompas

Hikmah dari ekskursi, akhirnya sesama peserta jadi lebih akrab

Dosen pun ikut menyeberang :D

Bahkan ada yang tercebur ke sungai (best moment of the day)

Masih tentang tercebur sungai, daripada malu, cheers dan peace saja lah

korban hanyut karena terlalu kurus dan terbawa arus

Salam hangat dari Tambang Eksplorasi ITB
Share:

Thursday, February 27, 2014

Darimana Asal Pasir Besi?

Umumnya, kita akan senang dan berfoto ceria ketika bermain di pantai yang berwarna putih dibandingkan ketika kita datang ke pasir pantai berwarna hitam. Sekarang, saya coba gali sedikit tentang pasir di pantai, terutama asal mula pasir yang berwarna hitam dan putih.


Pasir berwarna hitam, karena mengandung mineral dengan dominasi unsur besi. Cara mengujinya? Sangat simpel, tinggal dekatkan magnet ke pasir tersebut, pasti banyak mineral yang mengandung unsur besi yang tertarik oleh magnet. Sifat kemagnetan tersebut, kita sebut sebagai ferromagnetik, yang artinya ditarik sangat kuat oleh magnet. Berbeda ketika kita mendekatkan magnet ke pasir pantai yang berwarna putih. Tidak ada butiran yang akan tertarik oleh magnet, kita sebut sebagai diamagnetik, atau sedikit tertarik oleh magnet. Sekarang, kita masuk lebih jauh, mineral apa sih yang terkandung di dalam pasir yang berwarna hitam itu, dan apa yang ada di pasir berwarna putih itu? Pada pasir yang berwarna hitam, mineral yang mendominasi adalah magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), Limonit (Fe2O3.nH2O), Siderit (FeCO3). Semakin gelap warna dari pasir, menunjukkan konsentrasi unsur Fe yang makin tinggi (ilustrasi pasir besi yang tertarik magnet).
Pada pasir yang berwarna putih, mineral yang mendominasi adalah silika (SiO2), zirkon (ZrSiO4), felspar (KAlSi3O8 – NaAlSi3O8 – CaAl2Si2O8) yang berwarna pink, dan sesekali kita jumpai bekas-bekas makhluk hidup (koral) atau gamping (CaCO3), mungkin juga mengandung mineral seperti rutil (TiO2), kasiterit (SnO2), bahkan bisa mengandung mineral tanah jarang (REE) seperti xenotime (YPO4), monasit [(Ce,La,Nd, Th(PO4, SiO4)]. Seperti gambar di atas, yang menunjukkan pasir pantai di Pantai Pelabuhan Ratu, Sukabumi, yang didominasi oleh mineral yang berwarna terang yaitu silika dan felspar. 

Kita bertanya-tanya, mengapa hanya pantai di Selatan Jawa dan pantai di Barat Sumatera umumnya berwarna hitam (walaupun tidak semuanya), dan di pantai Utara Jawa berwarna terang? Syarat utama dari terbentuknya pasir besi adalah gunung api, dan sungai yang mengalir melalui pantai. Gunung api merupaka sumber (source) dari pasir besi, yang berwarna kehitaman. Letak gunung berapi sepanjang Sumatera yang lebuh ke arah Barat, serta Jawa yang lebih dekat dengan sisi Selatan, serta adanya sungai yang mengalir ke lebih dekat ke sisi Barat dan Selatan, membuat pasir besi hasil erupsi gunung berapi yang aktif, tertransportasi ke pantai dan terakumulasi di pantai tersebut. Sumber dari pasir besi ini adalah batuan yang bersifat intermedier hingga basa yang bersifat andesitik hingga basaltik (gambar pasir besi di Rancabuaya, Garut).


Pasir besi termasuk ke dalam endapan sedimenter, karena mengalami proses:
1. perombakan
2. transportasi
3. pemilahan
4. pengkayaan.
Dari gambar di sebelah, tampak pasir besi yang berasal dari gunung berapi, mengalir melewati sungai, berkumpul di sepanjang sungai (terutama pada lekukan sungai), dan mengendap di sungai, muara, hingga menuju laut. Ombak yang menyapu di sepanjang pantai membuat pasir besi terpilahkan dan menjadi butiran bebas, yang terkayakan, dimana mineral dengan nilai specific gravity tinggi akan mengendap, sedangkan mineral yang mempunyai nilai specific gravity rendah akan tercuci dan terbuang. Proses ini terjadi berulang-ulang, sehingga bisa terbentuk menjadi endapan pasir besi yang ditemukan di sungai maupun di pantai.


slide penulis

slide penulis


slide penulis

Aspek politik dan ekonomi vs Aspek lingkungan dan pariwisata
Kegunaan pasir besi sangat banyak, antara lain:
bahan baku industri baja
bahan baku industri semen
bahan dasar tinta kering (toner)
bahan utama pita kaset
pewarna serta campuran (filter) untuk cat
bahan dasar untuk industri magnet permanent
Bagi orang-orang yang berkecimpung di dunia tambang, pasir yang berwarna hitam mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi, dibandingkan yang berwarna putih. Pasir yang berwarna hitam tersebut, karena mengandung unsur besi yang tinggi, dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk konstruksi bangunan, namun bisa juga di ekstrak untuk diambil besi nya saja, untuk dijadikan sebagai bijih besi. Jawa Barat, yang sudah menjadi rumah kedua saya, mempunyai garis pantai 1.000 km yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, menjadi seperti novel "Salah Asuhan", karena adanya pasir besi tersebut, membawa berkah, namun juga membaha bencana bagi orang-orang yang menggantungkan nasibnya pada perikanan, kelautan dan pariwisata.

Bencana itu, kalau boleh saya bilang, ditambah lagi ketika pada tahun 2010 yang lalu, Gubernur Jawa Barat, mengeluarkan surat edaran moratorium pertambangan pasir besi di wilayah Jawa Barat Selatan terkait dengan ditetapkannya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Ahmad Heryawan di Bandung, Selasa, mengatakan dikeluarkannya surat edaran moratorium tersebut berdasarkan kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan dan PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan. Menurutnya, surat edaran ini juga ditujukan kepada lima kabupaten, yakni Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur dan Kabupaten Sukabumi, yang kesemuanya berada di Jawa Barat bagian Selatan (gambar di samping adalah lokasi tambang pasir besi di Tasikmalaya).

Mengapa menjadi bencana? Hampir sepanjang Jawa Barat, pantainya berwarna hitam, yang mengandung pasir besi. Dengan adanya edaran tersebut, kegiatan penambangan pasir besi menjadi mati suri, dan kebanyakan malah menjadi ajang curi-curi dari pengusaha yang nakal, yang selalu berkonfrontasi dengan aspek yang lain, yaitu aspek pariwisata maupun aspek lingkungan.

Di tempat lain, ada sebuah Pulau Kecil di gugus taman nasional Bunaken, yang bernama Pulau Bangka. Pulau yang terletak di Kabupaten Minahasa Utara ini, sedang hangat-hangatnya naik ke pemberitaan, mengingat konfrontasi antara dunia tambang dan pariwisata, bakal tidak akan berkesudahan. Seperti buah simalakama memang, mengingat pembangunan negeri ini sangat pesat, pemberlakuan ekspor bijih mentah yang sudah dilarang yang mensyaratkan penambang wajib mengolah bijih mentah menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi, dan konflik dengan para penikmat dan pelaku usaha pariwisata, membuat nasib pasir besi menjadi persoalan yang rumit dan berlarut-larut. Di Pantai Cipatujah, Tasikmalaya, penyu yang ada di daerah tersebut menjadi jarang bertelur akibat adanya pada pantai, sehingga pantai yang semula tenang dan tidak terlalu berombak, saat ini menjadi berombak kuat sehingga penyu susah untuk menepi.


Kawasan konservasi penyu di Pantai Cipatujah

Abrasi pada Pantai Cipatujah
Proses pemurnian menjadi pasir besi dengan kadar yang tinggi memerlukan alat yang bernama magnetic separator, yang merupakan kumparan-kumparan yang berbentuk tabung, yang jika dialiri arus listrik, maka mineral yang bersifat feromagnetik akan tertarik oleh magnet, sedangkan yang bersifat diamagnetik akan masuk ke dalam bak penampungan, yang akan diulang terus menerus sampai kadar bernilai ekonomis untuk dipasarkan (gambar disamping). Namun, itu hanya langkah awal dari pengolahan dan pemurnian pasir besi. Bijih ini kemudian umumnya tidak di olah di dalam negeri, namun langsung dipasarkan melalui pelabuhan-pelabuhan, seperti yang ada di Cilacap, dimana nilai dari pasir besi ini masih sangat murah. Padahal nantinya, bijih besi akan masuk kembali ke Indonesia dalam bentuk baja, yang harganya jauh lebih mahal, yang membuat perusahaan baja sekelas Krakatau Steel sempat terseok-seok karena bahan baku yang mahal. Ironis memang, bahan baku milik kita sendiri, namun kita sendiri belum mengoptimalkan potensi yang ada itu. Bagai itik yang mati di lumbung padi.


Terlepas dari carut marutnya konflik pasir besi di Indonesia, memang harus ada sikap tegas dari Pemerintah dan penegak hukum. Dinas Pertambangan daerah akan ompong tanpa adanya tindakan dari aparat kepada penambang-penambang liar, namun akan lebih tak bergigi lagi jika Pemerintah sebagai pembuat regulasi tidak memberikan sanksi sebesar-besarnya kepada pada penambang liar tersebut. Hal ini bukan untuk melarang kegiatan penambangan pasir besi, namun harus mengatur supaya semua pihak yang terlibat dan masyarakat tidak terkena dampak dari aktivitas penambangan. Reklamasi di bekas lahan penambangan bisa dilakukan, seperti riset yang dilakukan oleh Djajakirana, Tjahyandari dan Suprijatno dari IPB (2009), yaitu dengan menambahkan bahan-bahan organik pada lokasi bekas tambang (slide dikutip di bawah paragraf) (gambar kiri adalah potensi pasir besi di Pantai Loji, Sukabumi)






Sudah saatnya Indonesia menjadi negara yang madani, yang tidak hanya bisa mengambil dan menjual bahan alam, namun juga mengekstraksi tidak hanya menjadi bahan logam setengah jadi, namun menjadi bahan jadi.


Foto saya ketika diminta oleh Dosen senior memberi kuliah lapangan tentang Zeolit di lokasi tambang pasir besi di Cipatujah (thx Meiliza buat fotonya)

Tambang besi hematite di Austria


Klik Gambar di bawah untuk melihat artikel lain





Sumber:
1.Slide perkuliahan Genesa Bahan Galian, 'Genesa Pasir Besi'
2.http://rovicky.wordpress.com/2008/06/09/gumuk-pasir-sand-dune/
3.http://www.change.org/id/petisi/gub-sarundajang2014-bupati-sompie-singal-tolak-tambang-di-pulau-kecil-selamatkan-pulau-bangka-sulut
4. Reklamasi Lahan Bekas Tambang Pasir Besi Melalui Teknik Ameliorasi In Situ Bahan Organik.Gunawan Djajakirana, Dyah Tjahyandari, Suprijatno. IPB. 2009

Share:

Saturday, January 25, 2014

Museum Tambang Batubara di Fukuoka

Anda sedang berada di Jepang Selatan, di Pulau Kyushu? Atau malah menetap di Fukuoka? Sempatkan untuk berkunjung ke salah satu museum tambang batubara yang ada di Omuta district, di Selatan kota Fukuoka.
Awal Desember yang lalu, saya berkesempatan untuk mengunjungi salah satu museum tambang bawah tanah di daerah Omuta, Fukuoka. Tambang ini terletak berdekatan dengan pantai, dan dikelola oleh Matsui Miike. Mitsui Miike merupakan salah satu perusahaan tambang batubara terbesar di Jepang, yang berada di Omuta, Fukuoka, dan Arao, Kumamoto, Jepang. Aktivitas penambangan dimulai pada era Kyoho, yang merupakan salah satu dinasti di Jepang yang berkuasa sekitar tahun 1700-an.

Bisa dibayangkan, betapa lamanya kegiatan penambangan ini dimulai, mengingat di Indonesia kegiatan penambangan baru dimulai pada akhir 1800-an, yang dimulai di Ombilin, Sawahlunto, Sumatera Barat. Di museum ini, ditunjukkan sejarah penambangan batubara di Jepang, yang ternyata pada masa lampau, kegiatan penambangan ini berada di bawah laut. Mengingat lapisan batubara yang mempunyai kemiringan yang tidak terlalu besar, maka kegiatan penambangan di lokasi ini dilakukan menggunakan metode longwall mining. Yang hebat lagi, ternyata drum shearer, dan roof support nya bisa dijalankan hanya dengan memencet tombol "On". Luar biasa....Berikut saya berikan beberapa video tentang museum tambang batubara di Omuta.



Alat-alat yang dipamerkan museum tambang ini cukup lengkap, mulai dari yang paling tradisional berupa palu dan beliung (yang jadi logo tambang secara internasional), lokomotif, gerbong pengangkut batubara, diorama yang bisa digerakkan dengan tombol, serta peralatan yang lebih modern seperti power roof support, drum shearer, dan alat-alat lain yang umum digunakan pada tambang batubara bawah tanah dengan metode longwall. Saat kita masuk ke dalam ruangan museum, kita akan disuguhkan singkapan batubara yang berada di atas kepala kita, yang merupakan replika dari batubara sebenarnya. Yup, memang, sekitar sekian ratus meter di bawah kita berdiri saat itu, terdapat batubara yang sudah ditambang sejak ratusan tahun yang lalu.

Selain menyuguhkan peralatan dan kegiatan penambangan, terdapat juga sarana edukasi untuk anak-anak, seperti adanya komputer yang berisi game yang berhubungan dengan dunia tambang, ada wahana untuk belajar mengenai prinsip-prinsip fisika yang diterapkan di dunia tambang. Memang lah, saya salut dengan CSR dari perusahaan ini, benar-benar edukatif sekali, serta bisa mengubah citra tambang menjadi lebih positif.
Tidak jauh dari lokasi museum tersebut, terdapat tambang bawah tanah yang dinamakan sebagai Manda Pit, yang juga dikelola oleh Matsui Miike.Tambang batubara di lokasi ini telah berhenti pada tahun tahun 1997, dan tepat di lokasi bekas penambangan, saat ini dijadikan sebagai museum tambang batubara.
Yang unik dari museum tambang ini, semua peralatan tambang dibiarkan apa adanya, namun tetap dijaga sehingga wisatawan yang berkunjung ke museum tersebut, bisa merasakan langsung suasana pada masa lampau. Rencananya, pemerintah daerah ini akan menjadikan Manda Pit ini sebagai salah satu warisan sejarah, yang diajukan ke UNESCO. Namun hingga saat ini, belum ada jawaban terkait mengenai hal tersebut. Gambar "Miners at Work in Manda Pit, Miike Coal Mines", Japanese, Late Meiji era, cancelled 1911, Artist Unknown, Japanese, dikutip dari http://www.mfa.org/collections/object/miners-at-work-in-manda-pit-miike-coal-mines-418042)

Manda Pit (1939)


Manda Pit tahun 2013 (foto andyyahya)


Saya sangat terkesima dengan Manda Pit. Tambang yang dibangun lebih dari 150 tahun yang lalu menunjukkan konstruksi yang bergaya Eropa, dengan susunan batubata merah, seperti berada di Eropa. Benar saja, karena memang batubata yang menyusun bangunan tersebut ternyata diimpor dari Inggris. Hingga saat ini, bangunan tersebut masih terjada asri, dan sangat menarik untuk dipandang dari segi manapun. Tali-tali yang berukuran sangat besar untuk menarik cage untuk masuk keluarnya pekerja ke dalam tambang. Dan seperti kebanyakan orang Jepang pada umumnya, di lokasi tambang tersebut terdapat kuil, dimana tiap pekerja yang akan masuk ke dalam tambang, mereka akan berdoa dulu untuk keselamatan dalam bekerja. 

Gambar-gambar di bawah ini saya kutip dari http://www.mfa.org/collections/object/miners-at-work-in-manda-pit-miike-coal-mines-418042 , dan http://www.kyuyama.jp/e/kyushuyamaguchi/ky_miike_02.html , 

yang menunjukkan kegiatan penambangan jaman baheula, dan beberapa gambar saya tambahkan dari koleksi pribadi saya.

Electric fan for ventilation (around 1926)


(the 1920s) Winding engine of No. 1 Shaft

Winding engine (2013) (foto andyyahya)

Jalan masuk lori dan penambang (foto andyyahya, 2013)


Museum kereta api Sawahlunto 
(http://pecintawisata.wordpress.com/2011/09/02/melihat-kejayaan-batubara-di-sawahlunto/)

Lubang Mbah Suro (http://pecintawisata.wordpress.com/2011/09/02/melihat-kejayaan-batubara-di-sawahlunto/)

Indonesia pun tidak kalah, karena kita juga mempunyai museum tambang batubara, yang berada di kota Sawahlunto, di Sumatera Barat. Tambang batubara tertua tersebut juga diabadikan sebagai museum, mulai dari rumah sakitnya, stasiun, kantor perusahaannya. Karena penulis belum pernah mengunjungi Sawahlunto, penulis coba berbagi gambar yang dikutip dari http://pecintawisata.wordpress.com/2011/09/02/melihat-kejayaan-batubara-di-sawahlunto/. Kalau ada kesempatan berwisata ke Sumatera Barat, tidak ada salahnya mengunjungi museum tersebut. Sama juga kalau berkesempatan ke Fukuoka, sempatkan untuk melihat indahnya Manda Pit Coal Mine. 

Andai saja museum yang bisa mengedukasi seperti ini bisa ada di tambang-tambang yang sudah tidak beroperasi di Indonesia, pastinya akan sangat bagus dan bermanfaat. Karena banyak orang yang menganggap bahwa tambang itu merusak lingkungan, walaupun sebenarnya, perusahaan wajib melakukan reklamasi di lahan tambang, atau juga pemanfaatannya dapat juga dimanfaatkan sebagai sarana edukasi, seperti museum tambang di Fukuoka, maupun museum di Sawahlunto.

Selamat berwisata ke dunia tambang.

Klik Gambar di bawah untuk melihat artikel lain

Museum Batubara Sawahlunto



































Referensi:

1. http://www.mfa.org/collections/object/miners-at-work-in-manda-pit-miike-coal-mines-

2. http://www.kyuyama.jp/e/kyushuyamaguchi/ky_miike_02.html

3. http://www.visitkyushu.org/?mode=detail&id=9999901003688&isSpot=&isEvent=

4. http://pecintawisata.wordpress.com/2011/09/02/melihat-kejayaan-batubara-di-sawahlunto/

Share:

Blog Archive

Kontak ke Penulis

Name

Email *

Message *