Awal bulan Oktober ini, saya berkesempatan kembali lagi ke Kabupaten yang berbatasan dengan 3 provinsi, Kalimantan Utara-Kalimantan Barat-Kalimantan Tengah dan dan 1 negara tetangga-Serawak (Malaysia), yaitu Kabupaten Mahakam Ulu. Kalau bulan Juni lalu kebanyakan waktu saya selama mengeksplorasi daerah ini saya habiskan di Kecamatan Long Bagun dan Long Pahangai, sekarang saya menghabiskan waktu di Long Apari, dan setengah yang lain saya habiskan di perjalanan. Mengapa habis di perjalanan? Tidak lain dan tidak bukan karena permasalahan kabut asap kiriman dari hutan yang terbakar, akhirnya mengharuskan saya menempuh perjalanan darat dari Balikpapan menuju Tering, Melak.
Kesampaian Wilayah, Budaya dan Kehidupan di Long Apari
Lokasi Kecamatan Long Apari
Early sketch map of Borneo, showing distribution of Jurassic-Cretaceous oceanic deposits of the Danau Fm (Molengraaff 1909) - dikutip dari http://www.vangorselslist.com/borneo.html
Untuk menuju Long Apari, target eksplorasi kali ini, perjalanannya tidak kalah lama. Kalau dibuat poin,
- Balikpapan - Tering : 10 jam (darat)
- Pelabuhan sungai Tering - Ujoh Bilang: 4 jam (speedboat)
- Ujoh Bilang - Tiong Ohang (Long Apari): 9 jam (speedboat+jalan kaki)
Pelabuhan Tering yang ditutupi kabut asap
Kalau di total, untuk mencapai lokasi yang saya tuju, hampir 3 hari perjalanan harus ditempuh. Kenapa saya tulis harus berjalan kaki? Untuk menuju hulu, ada beberapa riam yang harus ditembus, seperti riam Udang dan riam panjang di Long Bagun. Dan saya pun harus berjalan kaki karena air sungai Mahakam kali ini sangat surut karena kemarau yang berkepanjangan. Speed boat tidak berani menhambil resiko dengan melintasi sungai, karena aungai yang dangkal, membuat baling-baling dari speedboat menabrak dasar sungai yang penuh dengan gravel dan kayu.
Semua penumpang speed harus turun, supaya speed bisa bermanuver meliuk di antara dua bongkah batuan. Karena itu, dinamakan Riam Beliu
Bukan hanya sekali dua kali saya harus jalan kaki. Hampir 10x saya harus jalan kaki, dengan jarak paling pendek 500 meter hingga 1km. Tidak jauh memang, cuma medan yang harus dilewati yang membuat perjalanan tidak santai. Jalan di gravel batuan basah sama seperti pijat akupuntur, nah kalau jalan kaki nya pas terik, batuan metamorf yang disinari matahari terus terusan panasnya naudzubillah.
Sore hari tepat sebelum maghrib, sampai juga saya di Tiong Ohang. Sampai disana, saya langsung berdecak kagum, ada jembatan panjang yang membelah sungai Mahakam. Ada kawan yang bilang, jembatan itu sudah ada sejak jaman Belanda, pemerintah Indonesia hanya merenovasinya beberapa kali. Beeuh,,, jembatan yang di bangun di daerah perbatasan dengan Serawak itu menjadi hal yang membuat Tiong Ohang begitu megah. Namun setelah saya naik ke daratan, saya langsung dibuat terheran-heran.
Jembatan panjang yang menghubungkan Tiong Ohang dan Tiong Bu'u, Long Apari
- Di Long Apari, warga belum merasakan listrik yang disalurkan melalui PLN. Setahu saya, di Long Pahangai juga mengalami hal yang sama. Warga secara swadaya menggunkan genset untuk memenuhi kebutuhan listrik mereka. Apa yang membuat saya tercengang? Listrik hanya menyala dari jam 6 malam hingga jam 9.30 malam. Setelah itu, listrik kembali padam, tinggal lampu-lampu darurat LED yang menerangi, itu pun kalau ada
Nenek Bulan, yang mempunyai daun telinga yang panjang, khas Suku Dayak
- Sudah ada tower provider komunikasi berdiri sejak 2 tahun ini, namun belum ada transmitter dan receiver terpasang. Warung telekomunikasi alias wartel lah yang menyambungkan warga Long Apari dengan dunia luar. Dulu beberapa orang sempat mempunyai telepon satelit, terutama untuk keperluan medis dan beberapa orang saja yang memakainya secara bergantian
Hasil pendulangan emas salah satu ibu-ibu di Sungai Cehan, Long Apari
- Karena lokasinya yang sangat terpencil dan hanya menggantungkan transportasi dari sungai Mahakam, harga harga kebutuhan pokok serba membumbung tidak karuan. Bensin 17rb/L , normalnya Rp 6.500/L, telur ayam 4rb/butir, normalnya 19-20rb/kg isi sekitar 14 butir, zak semen 350rb/zak, normalnya 70rb /zak. Sudah mulai terbayang kondisi disana? Bandingkan dengan harga emas hasil penduangan mereka yang dihargai sama, 400rb/gram, betapa besar keperluan mereka. Oh iya, sebagai tambahan, mayoritas bekerja di ladang di hutan (masih membakar hutan untuk bercocok tanam), pada musim kemarau mencari emas di sungai atau gunung, dan hanya sebagian kecil menjala di sungai
Rawon daging Payau, alias daging Rusa
Hasil jeratan di hutan,, waktunya membersihkan perutnya..
- Kambing dan sapi merupakan makanan langka, bahkan jarang dijumpai. Ayam pun hampir sama. Warga lebih lazim memakan daging payau (rusa), kijang, maupun pelanduk (kancil). Mayoritas warga merupakan Dayak Oheng/ Dayak Penihing, Dayak bahau dan sedikit Dayak Kenya memakan babi, dari hasil menjerat ataupun berburu di hutan. Pada musim kemarau seperti ini, orang Dayak sudah menyiapkan tombak yang sudah diolesi racun dari akar atau dari katak untuk bersiap-siap menunjamkan tombak ketika babi rusa menyeberang sungai Mahakam yang sangat lebar.
Geologi
Kalimantan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang terbentuk dari kerak benua. Berbeda dibandingkan dengan Jawa bagian Selatan, yang mempunyai topografi yang kasar yang dipengaruhi akibat tumbukan antara lempeng samudera dengan lempeng benua. Secara umur relatif, semakin ke Utara, umur batuan di Mahakam Ulu jauh lebih tua dibandingkan di sisi Selatan. Emas yang saat ini didulang oleh warga, diyakini berasal dari formasi intrusi Sintang.
Secara regional, kondisi geologi Kab. Mahakam Ulu dikontrol oleh struktur geologi berupa perlipatan dan sesar yang memiliki arah tenggara – barat laut dan barat daya – timur laut. Satuan batuan yang menempati wilayah Kab. Mahakam Ulu terdiri dari batuan beku plutonik (intrusi), batuan sedimen, dan batuan gunungapi (ekstrusi).
Secara fisiografis, Kab. Mahakam Ulu terletak di Tinggian Kuching. Tinggian yang mengelilingi wilayah Kab. Mahakam Ulu merupakan pertemuan antara Pegunungan Muller yang berada di arah selatan dan barat daya, Pegunungan Kapuas yang berada di arah barat dan utara, dan Pegunungan Iran yang berada di arah timur laut dan timur. Tinggian Kuching ini terbentuk akibat dari pengangkatan yang terjadi pada busur kepulauan dengan daerah perairan dangkal yang berada di sekitarnya. Daerah ini merupakan bagian yang tinggi di Kalimantan Utara pada Zaman Paleogen. Daerah ini terpisah dari Kalimantan Barat Laut yang mengalami penurunan cepat. Tinggian Kuching merupakan sumber untuk sedimentasi di daerah barat laut dan tenggara selama Zaman Neogen
Formasi Gunung Api Nyaan, didominasi batuan beku dan sedimen yang sudah termetamorfkan
Pengecekan keradioaktifan dengan scintillometer
Potensi uranium? Hmmm,, baru indikasi saja.. karena bacaan di daerah lokal yang tidak terganggu batuan radioaktif berkisar 200 cps. Di lokasi ini, lebih tinggi, mungkin karena batuan metamorf
Di tempat yang sama, batuan nya super besar
Aktivitas penambangan emas di Long Apari sangat banyak, terutama pada saat musim kemarau, seperti ketika saya datang ke daerah ini. Umumnya, mereka menyelam untuk mengambil gravel yang ada di dasar sungai, kemudian di dulang oleh ibu-ibu, atau di lewatkan melalui sluice box. Jika kita lihat, hampir semua kegiatan penambangan selalu pada daerah yang dekat dengan intrusi, bisa jadi memang para penambang sudah melakukan "eksplorasi" dengan pengalaman mereka selama ini. Ketika saya tanya, hanya 1 penambangan yang dilakukan di darat dengan cara memberaikan batuan, sedangkan sisanya dengan mengambil aluvial yang ada di sepanjang sungai Mahakam dan anak-anak sungainya. Ternyata, harga 1 gram emas di hulu Mahakam, hampir sama dengan emas di hilir, berkisar Rp 390rb-Rp410rb per gram. Wah wah, padahal biaya hidupnya jauh lebih tinggi dibanding daerah lain. Miris bukan? Warga disini tidak memerlukan belas kasihan, mereka hanya membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah. Listrik, Kesehatan, Komunikasi,, sebagai awal, itu sudah cukup.
Saya mendulang emas bersama warga Long Apari, dilihat orang banyak grogi juga,, hahaha
Emas yang disedot dan dilewatkan sluice box
Tambang sedot di sepanjang Mahakam