Conversations with the Earth

Endapan mineral di Finlandia dan Swedia

Perjalanan saya ke lingkaran kutub utara

Atlas of ore minerals: my collection

Basic information of ore mineralogy from different location in Indonesia

Sketch

I always try to draw a sketch during hiking

Apa itu inklusi fluida?

Inklusi fluida adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya fluida yang terperangkap selama kristal tumbuh. Gas dan solid juga bisa terperangkap di dalam mineral.

Situ Cisanti di Pengalengan, Bandung

50 km dari Bandung, Situ Cisanti terkenal karena menjadi sumber mata air sungai Citarum

Tuesday, March 25, 2014

Taman Bermain Struktur Geologi di Bantarujeg, Majalengka



Menghabiskan akhir pekan di lapangan untuk menemani adik-adik dan teman-teman senasib karena harus bermandikan air sungai dan berkubang di tanah yang "muddy" memang mengasyikkan. Bantarujeg, yang ditempuh sekitar 4 jam perjalanan darat menggunakan mobil, atau pun 5 jam jika menggunakan Bus Medal Sekarwangi atau Bintang Sanepa, merupakan salah satu lokasi di Kabupaten Majalengka, yang sudah menjadi tujuan kuliah lapangan atau ekskursi mahasiswa yang berkecimpung di ilmu geologi, eksplorasi maupun pertambangan.



 
Bantarujeg merupakan daerah yang terkenal akan adanya struktur geologi lipatan maupun perlapisan, serta adanya batuan beku hasil letusan gunung api (diperkirakan berasal dari Tampomas atau Ciremay), menjadi tempat belajar menggunakan kompas dan peralatan geologi lainnya. Batuan yang umum dijumpai di lokasi ini adalah batuan sedimen, berupa perselingan antara batupasir dan batulempung, serta secara setempat kita jumpai adanya breksi vulkanik, konglomerat, serta munculnya batuan karbonatan yang diperkirakan muncul secara sekunder akibat presipitasi air bikarbonat. Namun karena pengetahuan geologi saya yang masih terbatas, kami pun (saya dan dosen-dosen Teknik Eksplorasi ITB) masih belum sepaham tentang batuan tersebut.




 
Disini, mahasiswa bisa mempraktekkan ilmu yang didapat selama perkuliahan mengenai kegiatan pemetaan geologi dan eksplorasi, seperti mempraktekkan cara penggunaan kompas, membuat lintasan pemetaan, belajar mengenai geologi struktur, petrologi, serta geomorfologi. Memang, lokasi ini merupakan laboratorium yang bisa dibilang komplit untuk mempelajari ilmu geologi dan eksplorasi tersebut. Belum cukup? Secara geoteknik dan mekanika batuan, potensi longsoran juga dapat dijadikan wahana belajar yang lengkap.

Kali ini, saya hanya mengupas sedikit tentang penggunaan kompas, supaya kita semua tahu, bahwa kompas tidak hanya digunakan oleh Jack Sparrow untuk menunjukkan arah berlayar nya kapal atau sebagai penunjuk solat, namun juga dapat menentukan arah umum dari perlapisan batuan.

Gambar kiri menunjukkan adanya bidang perlapisan. Dengan kompas geologi, kita bisa menghitung arah dan kemiringan perlapisan tersebut. Bisa kah dengan kompas biasa yang biasa di tempelkan di kulkas? Hmm, rasanya tidak bisa, karena yang ditunjukkan hanyalah arah magnetik saja, sedangkan kemiringan tidak bisa dihitung. Strike atau Jurus adalah arah garis yang dibentuk dari perpotongan bidang planar dengan bidang horizontal ditinjau dari arah utara. Sedangkan Dipadalah derajat yang dibentuk antara bidang planar dan bidang horizontal yang arahnya tegak lurus dari garis strike. Dari gambar di samping, yang disebut sebagai strike adalah yang bertanda (1), arah dip atau dip direction ditunjukkan oleh nomor (2), apparent dip adalah nomor (3), dan besar kemiringan (dip) ditunjukkan dengan nomor (4). Bagaimana cara menggunakan kompas? Ternyata setelah saya browsing, sudah banyak blogger yang menjelaskan cara penggunaannya, beserta gambarnya. Supaya tidak terlalu menyita waktu, saya kutip dari Tim Olimpiade Ilmu Kebumian Indonsia (http://www.toiki.or.id/2010/07/cara-menggunakan-kompas-geologi.html ) yang sangat komunikatif, yang kalau dijabarkan dalam gambar adalah sebagai berikut.










Nah, mari kembali ke Bantarujeg. Dengan mengerti cara menggunakan kompas, maka kita bisa mengukur arah perlapisan yang ada di daerah ini, dimana arah kemenerusan lapisan ini akan digunakan untuk mengetahui arah dari batuan yang ada. Hanya batuan sedimen yang menunjukkan perlapisan, walaupun pada batuan metasedimen ataupun metamorf, sering kita jumpai adanya lapisan-lapisan, yang nantinya bukan lagi disebut dengan srike dan dip lagi, namun disebut sebagai foliasi.

Coba kita lihat variasi batuan, serta aktivitas yang dilakukan selama di lapangan , siapa tahu ada yang setelah baca tulisan ini jadi pengen mampir ke Bantarujeg, Majalengka, hehehe.

Sisipan batuan karbonatan antara batupasir dan batulempung

Batuan karbonatan yang masih membingungkan darimana asalnya. Air bikarbonat sebagai endapan sekunder, atau ketika deposisi saat pertama terbentuk (?). Kemudian, apa mineralnya? kalsit kah?

Konglomerat dengan ukuran yang kasar terendapkan di antara batupasir dan batulempung

Breksi vulkanik dengan butiran menyudut tajam di Sungai Cijurey

Breksi di Sungai Cijurey, yang ditunjuk oleh bolpoin adalah bongkah karbonatan pada batuan vulkanik

Batuan karbonatan dilihat lebih dekat

Fold

Perlapisan batupasir dan batulempung, sebagian berfoto, sebagian sibuk mengukur arah perlapisan, termasuk saya lagi berfoto :D

Lipatan di salah satu dinding sungai

Bersusah payah menyeberang sungai yang arusnya lagi deras-derasnya. Akhirnya saya buat deh jembatan darurat,, :D

Saking asyiknya, Pak Nur Heriawan mengabadikan momen-momen penting penyeberangan, padahal di belakang ada yang sedang menghitung menggunakan metode lintasan kompas

Hikmah dari ekskursi, akhirnya sesama peserta jadi lebih akrab

Dosen pun ikut menyeberang :D

Bahkan ada yang tercebur ke sungai (best moment of the day)

Masih tentang tercebur sungai, daripada malu, cheers dan peace saja lah

korban hanyut karena terlalu kurus dan terbawa arus

Salam hangat dari Tambang Eksplorasi ITB
Share:

Monday, March 17, 2014

Panggilan Untukmu, Sang Yudha Bumi

Sudah lama saya mempunyai hobi untuk membaca, namun baru beberapa tahun saya menggemari hobi saya, untuk menulis dan bercerita. Dan hal yang mengubah hidup saya, adalah ketika saya membaca karya dari penulis yang saya kagumi, Pramoedya Ananta Toer. Penulis yang tidak pernah masuk ke dalam daftar buku atau penulis semasa kita bangku sekolah, karena memang sensor yang sangat ketat dari pemerintah, mengingat keterlibatannya dalam LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakjat), yaitu organisasi kebudayaan yang bersayap kiri, dan sangat kental dengan aroma komunisme. Mas Pram, begitu dia disebut, menelurkan puluhan karya, yang sudah banyak dikutip dan diterjemahkan ke dalam 41 bahasa asing, namun di negeri-nya sendiri, pengakuan akan kehebatannya sebagai satu-satunya penulis Indonesia yang masuk dalam nominasi Nobel Sastra sangat minim. Ironis. Nyai Ontosoroh, tokoh ibu dari Minke dalam novel Tetralogi Pulau Buru, pernah berkata. "Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun ? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. - Anak Semua Bangsa".


Kutipan ini yang saya gunakan untuk mengawali tulisan saya, tentang motivasi menulis, terutama saat ini, apa yang saya tulis mungkin sedikit mengutip salah satu bagian dari tim kecil yang ada di himpunan berlogo merah bergambarkan palu beliung, Yudha Bumi. Saya pun membatasi tulisan saya dalam aspek pertambangan, supaya tidak lari dari topik awal dari blog ini.


Yudha Bumi, dikutip dari bahasa Sansekerta dan Indonesia. Kalau kita coba telusuri makna Yudha, maka yang akan kita dapat adalah "peperangan". Tidak heran memang, dalam tokoh pewayangan, sering kita dengar Perang Baratayudha, yaitu perang di Kurusetra antara Pandawa dan Kurawa, yang merupakan klimaks dari kisah Mahabarata. Nah, apakah Yudha disini bermakna perang? Ketika saya masih berstatus mahasiswa dulu, saya mendapat penjelasan seperti ini, Yudha bermakna "penjaga", dan Bumi, tetaplah bermakna "bumi". Yup, penjaga bumi. Yap, semua dari kita adalah Sang Penjaga Bumi.

Masuk ke hal yang lebih detail, di tempat saya berpijak sekarang, dunia pertambangan, sekelumit kecil dari bentuk industrialisasi, kadang saya masih belum nyaman, walaupun saat ini saya bisa hidup dari hal yang membuat tidak nyaman tersebut. Pertambangan, mempunyai dampak positif:  
1. membutuhkan modal yang besar, 
2. memberi kesempatan kerja warga sekitar dan meningkatkan kondisi sosial, ekonomi dan budaya daerah setempat. (ilustrasi kegiatan pengeboran eksplorasi yang membutuhkan puluhan orang untuk memindahkan peralatan bor dari satu lokasi ke lokasi lain)
3. memberi kemungkinan alih teknologi
4. menjadi pusat pengembangan wilayah dan masyarakat setempat. 
5. menambah pendapatan daerah, dan devisa untuk negara. 


Namun, ada hal negatif dari kegiatan pertambangan, yang justru oleh banyak orang dikemas sedemikian rupa, sehingga malah isu ini yang selalu menyudutkan dunia tambang, terutama oleh aktivis lingkungan, warga, dan orang-orang yang bergerak di sektor pariwisata. Dampak negatif dari pertambangan antara lain:
1. Merusak (mengubah) lingkungan hidup, 
a. Tanah atas yang subur
b. Vegetasi dibabat, daerah menjadi gundul, maka akan mudah tererosi dan 
c. Kondisi fauna dan flora rusak, sehinga ekosistemnya juga 
d. Mencemari sungai, danau, dan 
e. Terjadi polusi suara dan udara (debu batu bara, debu jalan angkut, dll)
2. Mengubah morfologi dan tata guna lahan
3. Dapat menimbulkan kesenjangan sosial, ekonomi, dan budaya diwilayah setempat.



Apakah solusi nya dengan menutup tambang? Mari kita tidak bermunafik diri, industri yang sudah ada bahkan semenjak peradaban manusia, tidak dapat lepas dari kehidupan kita. Industri ini sudah muncul bersama-sama dengan industri pertanian, yang saat ini sangat dekat dengan kebutuhan kita. Emas kita pakai bukan hanya sebagai perhiasan, namun juga di telepon seluler atau di laptop kita; tembok memerlukan semen untuk bisa kuat berdiri; sehingga mustahil untuk meng-stop kegiatan tambang. Kita tidak bisa mengulang masa lalu dengan menutup semua tambang dan hidup tanpa bahan tambang. Yang bisa dilakukan adalah mengontrolnya supaya tetap berada dalam kaidah good mining practices, yang berwawasan lingkungan, mengingat sumberdaya alam merupakan non renewable resources, yang bisa habis bila kita tidak bersikap bijaksana dalam mengelolanya. (ilustrasi Jatam)


Dari situ, ada hal-hal yang sering luput dari pengamatan masyarakat.  Pertambangan tidak selalu berkaitan dengan mengambil sumberdaya bumi sampai habis, namun juga harus memikirkan konservasi bahan galian untuk masa depan, dan perusahaan pun wajib untuk melakukan reklamasi, rehabilitasi dan revegetasi. Ironis memang, kebijakan di Indonesia tidak berpihak di sektor ini. Ekspor batubara sangat gencar, padahal jumlah batubara kita hanya sedikit. Siapa yang jadi kambing hitam? Selalu pemerintah, namun tidak kah kita sadar, ketika orang-orang itu kelak akan pensiun, kita lah sebagai generasi muda yang akan menggantikannya. (gambar ilustrasi diambil dari tulisan ini)

Dari situlah, kita seharusnya bisa menentukan, dimana posisi kita seharusnya berada. Kita harusnya masih tetap bisa berpegang teguh dengan idealisme kita, kita yang harusnya menyuarakan idealisme itu dalam semua aspek pekerjaan yang akan kita jalani (tidak hanya di dunia tambang saja), namun tak hanya itu, kita juga harus bisa menuangkan dalam suatu karya, Indonesia Baru Yang Bermartabat dari Saat Ini juga. Yup, kita lah Sang Yudha Bumi yang membawa karya tersebut.


Banyak informasi yang sebenarnya kita tahu, namun mirisnya, media selalu memanfaatkan hal-hal untuk membawa keuntungan untuk mereka. Pengaruh media di dunia maya sudah sangat kuat, kita ini kecil, namun bukan kita harus melawan kedigdayaan atau meluruskan berita yang ada, namun berkepribadian lah, berorasi lah secara bebas, karena banyak hal yang kita tahu tentang dunia tambang, namun suara itu tak pernah sampai di dunia luar. (Gambar bekas tambang batubara Manda Pit di Fukuoka, yang diusulkan menjadi salah satu warisan budaya Unesco)

Kita mengenal akan program reklamasi tambang, kita mengenal adanya uang jaminan penutupan tambang, kita juga bisa bercerita ke dunia bebas tentang genesa emas atau panas bumi di gunung-gunung berfumarol atau bersolfatar, namun banyak dari kita yang termenung dan membiarkan semuanya seperti angin lalu. Hai Sang Yudha Bumi, bangun dari tidurmu, sebarkan informasi yang tidak sampai ini ke seluruh penjuru negeri, karena hanya 4% dari 235 juta rakyat Indonesia yang menjadi kaum intelek. 

Bekas tambang emas diurug dan direvegetasi/dihutankan kembali, Halmahera Utara, Maluku Utara (Tain dkk., 2005)

Luruskan lah apa yang memang salah, namun jangan pernah membenarkan apa yang sudah salah menjadi benar. Tambang tidak merusak lingkungan, kita lah yang memastikan untuk mengawal misi besar ini.  Katakan salah pada kapitalisme yang ada di tanah Indonesia ini, namun masalah tak kunjung selesai hanya dengan menyalahkan.  Kita lah yang akan memegang bangsa ini 10 atau 15 tahun mendatang, sehingga mari kita bergerak menjadi bagian dari solusi. Menyebarlah di seluruh Indonesia ini, hai Sang Yudha Bumi. Setiap kita bisa memilih jalan yang berbeda untuk penghidupan kita, namun satu hal yang sama, darah kita merah dan kita berdiri di atas bumi pertiwi Indonesia.  

Membaca lah kawan, kemudian berceritalah. Bercerita Atau, menulis lah kawan, karena hanya dengan menulis, kau bekerja untuk keabadian.

Selamat berkarya di dunia-mu masing-masing.
(klik gambar ini untuk masuk ke dalam web Yudha Bumi HMT ITB)

1. http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/12/30/reklamasi-tambang-itu-bagaimana-sih-622440.html
2. TINJAUAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG DAN ASPEK KONSERVASI BAHAN GALIAN,Sabtanto Joko Suprapto, Kelompok Program Penelitian Konservasi “Pusat Sumber Daya Geologi". http://psdg.bgl.esdm.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=609&It
3. http://yudhabumi.blogspot.com/


Klik Gambar di bawah untuk melihat artikel lain




Share:

Sunday, March 2, 2014

Mitos Gunung Ciremay yg "katanya" Dijual ke Chevron


Let be a smart reader.  Saya awali dengan kutipan itu, ketika sore ini saya membaca berita yang mengagetkan saya, terutama ketika saya baca headline berita di dengan judul "Gunung Ciremay Dijual Ke Chevron". Saya lebih terkaget-kaget lagi karena ternyata konten berita yang ada di dalamnya tidak sesuai secara keilmuan, dan malah cenderung menyesatkan. Bukannya saya mendukung Chevron untuk mengakuisisi Ciremay, namun ada hal yang secara aspek geologi tidak sesuai dengan naluri saya sebagai orang yang sedikit paham akan ilmu geologi. Saya pun langsung membuat twit ngebut, cuma untuk meluruskan berita yang kurang benar dan tidak sedap dipandang, kalau orang hanya mencerna mentah-mentah. 
Saya kutip dulu twit saya, supaya saya ndak perlu nulis dua kali tentang apa yang sudah ditulis tadi. Kalau mau lihat detail twit saya, silahkan mampir di http://chirpstory.com/li/192151 , yang print screen nya ada di blog ini.







Sebenarnya yang dijual itu bukan gunung, namun potensi panas bumi yang kala itu ditenderkan pada akhir tahun 2012. Berita ini masih bisa diakses di portal berita pikiran rakyat tanggal 4 Juni 2012.  Saya beri screenshoot nya biar sama2 paham juga. Saya sendiri juga heran, kenapa berita lama ini di blow up lagi menjelang pemilu 2014, yang akhirnya bisa diinterpretasikan berlebihan oleh banyak orang. Kalau memang proses nya adalah tender terbuka, ya artinya tidak ada masalah seharusnya karena semua perusahaan yang berkompeten dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, bila memang secara aspek teknis dan keekonomian mampu untuk mengelola, ya sangat wajar jika diberi hak untuk mengelola potensi tersebut. Sekali lagi, kalau masalahnya adalah nasionalisme, ya memang tidak sesuai, jika kita memandang seharusnya Pertamina lah yang seharusnya diberi wewenang mengelola.




Saya berikan juga beberapa gambaran lokasi geotermal yang pernah saya jumpai, semoga tidak sampai salah persepsi mengenai geotermal ya, yang seharusnya malah bisa men-generate listrik untuk bisa disalurkan ke penduduk sekitar yang ramah akan lingkungan.

PLTP KAMOJANG, GARUT

 KAWAH KERETA API, GARUT

KAWAH KERETA API - INDONESIA POWER, GARUT



GEOTHERMAL DIENG - GEODIPA, WONOSOBO

 SUMUR PRODUKSI GEODIPA, DIENG, WONOSOBO

DIENG PLATEAU, WONOSOBO

DRAJAT, GARUT


DRAJAT, GARUT


Semoga bisa sedikit menggambarkan kondisi geotermal di Indonesia, yang banyak membangun daerah di sekitarnya. Saya sendiri kenapa tergerak untuk menulis tentang geotermal, yaitu karena Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai sumberdaya geotermal yang sangat besar, dan sudah saatnya Indonesia beralih dari pembangkit konvensional yang menggunakan minyak bumi dan batubara yang relatif tidak ramah lingkungan, dan beralih ke pembangkit yang ramah lingkungan seperti geotermal. Tidak ada tendensi apa pun terhadap Gunung Ciremay maupun Chevron, karena saya pun pernah mendaki Gunung Ciremay 2007 yang lalu. Selama AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sudah dilaksanakan oleh Chevron dan tidak menyalahi ketentuan tentang pemeliharaan lingkungan dan hutan lindung, serta tidak mengganggu keberlanjutan pendakian di Gunung Ciremay, sepertinya potensi itu malah seharusnya kita support, sambil terus kita kawal perjalanannya supaya tetap on the track. 

Let be a smart reader 

Salam lestari Indonesia.

Saya coba kutip beberapa informasi yang bisa jadi renungan mengenai sisi baiknya geothermal, supaya saya pun tidak terjebak dalam debat tentang topik Chevron dan Gunung Ciremay.
1. Pemanfaatan Geothermal dan Dampaknya Terhadap Lingkungan ==> www.http://www.kamase.org/?p=569
2. Geothermal yang ramah lingkungan ==>
http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2013/11/04/geothermal-ebt-ramah-lingkungan-605304.html

3. Salah satu metode untuk mengetahui mineralisasi emas di bawah permukaan menggunakan ilmu geofisika oleh teman saya, Alvin, Teknik Geofisika 2006. Nah, yang ini terbukti secara ilmiah, bukan tiba2 keluar petir dari permukaan bumi yang nyamber ke pesawat seperti di uraian di atas. ==>



















Share:

Blog Archive

Kontak ke Penulis

Name

Email *

Message *