Conversations with the Earth

Endapan mineral di Finlandia dan Swedia

Perjalanan saya ke lingkaran kutub utara

Atlas of ore minerals: my collection

Basic information of ore mineralogy from different location in Indonesia

Sketch

I always try to draw a sketch during hiking

Apa itu inklusi fluida?

Inklusi fluida adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya fluida yang terperangkap selama kristal tumbuh. Gas dan solid juga bisa terperangkap di dalam mineral.

Situ Cisanti di Pengalengan, Bandung

50 km dari Bandung, Situ Cisanti terkenal karena menjadi sumber mata air sungai Citarum

Showing posts sorted by date for query besi. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query besi. Sort by relevance Show all posts

Thursday, September 24, 2015

Unsur Tanah Jarang Nan Berlimpah

Ini kedua kalinya saya menulis bukan di blog saya sendiri. Kali pertama saya menulis untuk sebuah blog "anakbertanya.com" yang dibuat untuk menjawab pertanyaaan anak-anak usia 10-12 tahun. Pada saat itu, saya membantu menjawab pertanyaan, "Mengapa ada banyak gunung berapi di Indonesia?"

Kali ini, saya menulis untuk sebuah blog bernama "bersains" yang digagas oleh seorang Professor Hendra Gunawan, Dosen di Prodi Matematika serta Prof Bambang Hidayat (Professor Emeritus di Prodi Astronomi). Saya cantumkan kutipan dari redaksinya, tulisan lengkapnya silahkan baca di blog bersains ya.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Arsip Bulanan: September 2015

UNSUR TANAH JARANG NAN BERLIMPAH

Apakah anda pernah mendengar ‘unsur tanah jarang’ atau Rare Earth Element (REE)? Ahli kimia dari Rusia bernama Dmitri Mendeleev, pada tahun 1800-an telah memprediksi adanya unsur tanah jarang dalam tabel periodik kimia buatannya. Waktu itu, unsur tanah jarang belum ditemukan, namun keberadaannya telah diperkirakan oleh Mendeleev.  Meski namanya unsur tanah yang ‘jarang’, ternyata keberadaannya di permukan bumi sebenarnya berlimpah.

Pada artikel blog Bersains edisi September 2015 kali ini, Andy Yahya Al Hakim membahas mengenai unsur tanah jarang, juga unsur grup platinum (PGE, Platinum Group Element), dan kemajuan Indonesia dalam teknologi  nuklir yang dilakukan oleh Badan Teknologi Nuklir Nasional (BATAN). Bahkan pada 15 September 2015, Indonesia mendapatkan apresiasi dari International Atomic Energy Agency (IAEA).



========================================================================
UNSUR TANAH JARANG NAN BERLIMPAH?

Sejak tahun 1800-an, sudah banyak ahli kimia yang mencoba untuk merumuskan tabel periodik kimia, namun tabel ini baru diakui pada tahun 1869, saat dipublikasikan oleh ahli kimia dari Rusia, Dmitri Mendeleev. Mendeleev mempresentasikan tabel itu di Russian Physico-chemical Society, yang kemudian dipublikasikan di Zeitschrift fϋr Chemie (Gambar 1). Pada tahun itu, sebanyak 60 unsur dari total 118 unsur disusun berdasarkan kenaikan masa atom dan Mendeleev membiarkan beberapa unsur yang belum diketahui dibiarkan kosong. Tabel periodik awalnya disusun dengan arah horizontal untuk menunjukkan grup, sedangkan golongan dalam arah vertikal. Hal ini berbeda dengan tabel periodik yang kita jumpai sekarang.

Apa yang menarik dari tabel periodik Mendeleev tersebut? Mendelev berhasil memprediksi beberapa unsur tanah jarang (REE) dan unsur grup platinum (PGE). Jika pada tahun tersebut sudah ada beberapa unsur yang ditemukan dan diprediksi oleh Mendeleev, namun mengapa masih disebut unsur tanah jarang? 
Gambar 1. Susunan tabel periodik dari Mendeleev tahun 1869

Unsur Tanah Jarang (Rare Earth Element - REE)
Rare Earth Element, yang diterjemahkan menjadi unsur tanah jarang adalah 17 unsur yang menyusun sistem periodik. Unsur ini tersusun atas Scandium (Sc)-Yttrrium (Y) dan 15 unsur lain dari grup lantanida, secara berturut-turut: Lanthanum (La)-Cerium (Ce)-Praseodymium (Pr)-Neodymium (Nd)-Promethium (Pm)-Samarium (Sm)-Europium (Eu)-Gadolinium (Gd)-Terbium (Tb)-Dysprosium (Dy)-Holmium (Ho)-Erbium (Er)-Thulium (Tm)-Ytterbium (Yb)-Lutetium (Lu). Pada tahun 1869, Mendeleev sudah berhasil menghitung masa atom dari unsur La-Ce, yang sebelumnya sudah diklasifikan sebagai logam tanah jarang. Terminologi unsur ini mengacu pada keterdapatan dari unsur tanah jarang yang sangat sedikit pada akhir tahun 1700-, dan terbukti memang jumlah dari logam tanah jarang ini dalam jumlah yang signifikan dalam deposit tunggal. Hal ini yang membuat terminologi unsur tanah jarang tetap digunakan hingga saat ini.

Sangat jarang di kerak bumi?
Unsur yang terkandung dalam mineral atau batuan harus mengalami proses konsentrasi untuk mencapai kadar yang ekonomis untuk ditambang. Perbandingan antara kandungan unsur dibandingkan keterdapatannya di kerak bumi disebut sebagai konsentrasi Clarke. Jika konsentrasi suatu unsur masih lebih rendah dibandingkan konsentrasinya di alam, maka unsur itu belum bernilai ekonomis. Sebagai contoh, konsentrasi Clarke dari emas (Au) di kerak bumi sebesar 0,004 ppm. Untuk mencapai nilai ekonomis, emas harus mengalami konsentrasi sebesar 1.000 kali lipat atau sebesar 4 ppm sehingga emas bernilai ekonomis. Part-per-million atau ppm adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan kadar dari suatu unsur dalam satu per-sejuta, dalam ilmu kebumian biasanya dinyatakan sebagai gram per ton.

Gambar 2. Ilustrasi volume satu-per-seribu, ppm, ppb, ppt

Sebagai gambaran, konsentrasi elemen tanah jarang di kerak bumi rata-rata berkisar 150 hingga 220 ppm, dibandingkan keterdapatan unsur seng (Zn) sebesar 70 ppm, tembaga (Cu) sebesar 50 ppm dan emas berkisar 10 ppm. Keterdapatan unsur elemen tanah jarang (Sc,Y,La,Ce,Pr,Nd,Sm,Eu,Gd,Tb,Dy,Ho,Er,Tm,Yb,Lu) di kerak bumi masih lebih banyak dibandingkan unsur perak (Ag) dan emas (Au), raksa (Hg), bahkan beberapa unsur elemen tanah jarang keterdapatannya masih lebih banyak dibandingkan uranium (U) (Gambar 3).
Gambar 3. Keterdapatan beberapa unsur di kerak bumi 

Dimana mendapatkan elemen tanah jarang?
Apple, perusahaan dari Steve Jobs, tahun 2014 lalu sempat dibuat “geger” karena adanya tuduhan tentang tingginya jam kerja di perusahaan perakitan elektronik itu, serta adanya isu tentang eksploitasi anak di bawah umur di tambang timah di pulau Bangka Belitung. Apple sempat dianggap sebagai salah satu perusahaan yang menampung banyak timah “illegal” dari koperasi maupun perusahaan pengepul timah, walaupun menurut dari hasil audit hal tersebut tidak terbukti. Apple pun membuat satu laman berjudul “supplier-responsibility”, untuk menjelaskan bahwa selama proses pembuatan produk berlogo apel yang digigit ini sudah berwawasan lingkungan. Mirisnya, Indonesia yang jelas-jelas menambang timah tersebut tidak dicantumkan sebagai eksportir, malah negara kecil di selat Malaka yang tertulis sebagai salah satu penyuplai untuk Apple (http://www.apple.com/supplier-responsibility/ ).

Timah terakumulasi di sepanjang meander (lekukan sungai), di dasar sungai dan laut, terbentuk akibat lapukan dari batuan granit yang disebut sebagai endapan greisen. Logam timah di tambang di sekitar Selat Malaka ditambang dengan dua metode, tambang terbuka (open pit) di daratan dan tambang lepas pantai dengan menggunakan kapal keruk dan kapal sedot. Di daratan, singkapan timah disemprot dengan pompa air yang bertekanan tinggi (dalam istilah tambang mesin semprot disebut monitor), untuk memberaikan timah untuk kemudian disaring dan dialirkan untuk dicuci, untuk dimurnikan di smelter.

Beberapa lokasi penghasil timah antara lain pulau Bangka dan Belitung, Singkep, Bengara (Kalbar) merupakan sabuk timah yang membentang di sepanjang Selat Malaka hingga Malaysia, dan Thailand. Timah diekstrak dari mineral kasiterit (SnO2), dengan mineral asosiasi ilmenite (FeTiO3), zirkon (ZrSiO4), monazit (Ce,La,Nd,Th)(PO4,SiO4), xenotim (YPO4), markasit (FeS2), hematit (Fe2O3), rutil (TiO2), allanit (Ce,Ca,Y,La)2(Al,Fe+3)3(SiO4)3(OH), pirit (FeS2) dan turmalin (Na,Ca)(Mg,Li,Al,Fe2+)3Al6(BO3)3Si6O18(OH)4. Beberapa mineral tersebut (monazit, xenotim dan allanit) mengandung elemen tanah jarang seperti Ce-La-Nd-Th-Y yang harganya sangat jauh dibandingkan dengan timah (Sn) sebagai logam utama yang didapat dari tambang timah (Gambar 4).

Lagi-lagi, Indonesia hanya bisa mengekstrak logam timah (Sn) dari smelter yang ada di Indonesia. Dengan kondisi ekonomi global saat ini, banyak smelter yang berhenti beroperasi karena harga logam, terutama timah, nikel, emas dan tembaga jauh lebih rendah daripada tahun-tahun sebelumnya. Perusahaan lebih memilih melakukan perampingan jumlah pekerja dan tidak melakukan penambangan dalam skala besar.

Selain dari aktivitas penambangan timah, mineral seperti ilmenit, rutil dan zirkon juga menjadi mineral ikutan di aktivitas penambangan pasir besi di pantai. Pantai Barat Sumatera dan Pantai Selatan Jawa pun juga mengandung unsur tanah jarang, walaupun dengan jumlah yang kurang signifikan dibanding endapan greisens di Bangka Belitung.
Gambar 4. Perbandingan harga logam per-September 2015(http://mineralprices.com/)

Unsur Grup Platinum (Platinum Group Element)
Mungkin masih banyak yang belum banyak paham tentang unsur yang berada di golongan ini. Platinum-Group Element sering disingkat menjadi PGE (beberapa referensi menulis Platinum-Group Metals-PGM) adalah unsur yang keterdapatannya di alam lebih sedikit dibandingkan elemen lain yang ada di alam. Elemen grup platinum dan logam mulia (precious metal) menjadi unsur yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Enam unsur lain yang termasuk dalam unsur grup platinum adalah Ruthenium (Ru), Rhodium (Rh), Paladium (Pd), Osmium (Os), Iridium (Ir) dan Platinum (Pt).



Sama seperti elemen tanah jarang (REE), unsur ini digunakan sebagai katalis pada industri otomotif, kimia dan penyulingan di industri perminyakan (petroleum refining industries). Sejauh ini, Afrika Selatan tercatat menjadi negara penghasil PGM terbesar di dunia dengan kontribusi 80% produksi platinum dan 44% produksi palladium. PGM didapat dari sebuah kompleks tambang yang bernama Bushveld Complex, 9 dari 10 tambang ditambang dengan metode tambang bawah tanah.

Mineral Radioaktif, REE dan PGM?
Bicara tentang radioaktif, banyak orang langsung menganalogikan dengan uranium, dengan bom atom yang dijatuhkan di Jepang, atau dengan pembangkit listrik tenaga nuklir. Pembangkit listrik tenaga nuklir belum pernah kehabisan berita untuk dibahas, mengingat dampaknya yang sangat massif karena merupakan solusi energi di masa mendatang, namun juga kegagalan pembangkit jenis ini membuat banyak orang masih “ngeri-ngeri sedap” kalau pembangkit ini dibangun di Indonesia. Tercatat, kebocoran pembangkit pernah terjadi di Chernobyl di Ukraina tahun 1986 dan di Fukushima tahun 2011 akibat gempa dengan magnitudo 9 yang memicu adanya tsunami, serta beberapa kebocoran lain pernah terjadi di Inggris (Sellafield-1957), Rusia (Kysthym-1957), Amerika Serikat (Idaho-1961, Three Mile Island-1979), Perancis (Saint Laurent-1969) dan Argentina (Buenos Aires-1983), Brazil (Goinia-1987), Jepang (1999). Tahun 2015 ini, pembangkit listrik tenaga nuklir di Iran masih terus dibahas mengingat kekhawatiran memanasnya suasana di negara Teluk.

Pembangkit listrik ini diekstrak dengan menggunakan reaksi fisi dari mineral yang bernama uraninit/pitchblende (UO2). Uranium adalah merupakan elemen paling berat yang ditemukan secara alami di kerak bumi. Radioaktivitas pada mineral disebabkan adanya inklusi dari elemen yang mengandung elemen radioaktif seperti Kalium (K), uranium (U) dan Thorium (Th). Beberapa elemen tanah jarang seperti samarium, neodymium, gadolinium serta unsur grup golongan platinum seperti platinum, osmium, mengandung tingkat radioaktivitas secara natural di alam. Mineral radioaktif ini akan memancarkan radiasi sinar alfa, beta atau gamma akibat komposisi dari isotopnya yang tidak stabil. Dari tiga jenis peluruhan radiasi dari elemen radioaktif, radiasi sinar gamma membawa dampak yang perlu diwaspadai, terutama kepada makhluk hidup. Jika radiasi sinar alfa dapat di blok dengan kertas atau kulit, sinar beta dapat di blok dengan foil, sinar gamma ini hanya bisa dinetralisasi dengan mengisolasi dengan elemen yang mempunyai nomor atom yang tinggi dengan densitas yang lebih besar, sebagai contoh timbal (lead-Pb). Peluruhan Electron Capture (EC) sangat jarang dijumpai dan terjadi akibat adanya pengikatan nukleus yang kaya akan proton mengikat satu atom netral dari orbital lain.

Gambar 5. Ilustrasi radiasi sinar alfa, beta dan gamma


Jika membahas tentang mineral yang bersifat radioaktif, uraninit bukan merupakan satu-satunya mineral yang mempunyai sifat radioaktif. Beberapa mineral lain seperti monazit, zirkon, apatit dan xenotim juga mengandung tingkat radiasi yang berbeda-beda. Radioaktivitas uranium diukur dengan menggunakan alat bernama geiger counter atau scintillometer. Alat ini mengukur intensitas radiasi dengan mengukur fluktuasi dari indeks refraksi dari udara akibat adanya variasi temperatur, kelembapan dan tekanan. Pada bagian dalam scintillometer, terdapat beberapa sensor (transmitter) yang mengidentifikasi gelombang optik atau radio, yang berundulasi (scintillation). 

Tabel 2. Keterdapatan Unsur Radioaktif di Alam
Unsur
Isotop Simbol
Keterdapatan di Alam
Waktu Paruh (tahun)
Peluruhan
130Te
33.97%
2,400,000,000,000,000,000,000.00

50V
0.25%
390,000,000,000,000,000.00
EC
96Zr
2.80%
360,000,000,000,000,000.00

149Sm
13.80%
10,000,000,000,000,000.00
Alpha
148Sm
11.30%
7,000,000,000,000,000.00
Alpha
186Os
1.58%
2,000,000,000,000,000.00
Alpha
145Nd
8.30%
1,100,000,000,000,000.00
Alpha
192Pt
0.79%
1,000,000,000,000,000.00
Alpha
115In
95.70%
600,000,000,000,000.00
Beta
152Gd
0.20%
110,000,000,000,000.00
Alpha
123Te
0.89%
13,000,000,000,000.00
EC
190Pt
0.01%
690,000,000,000.00
Alpha
147Sm
15.00%
108,000,000,000.00
Alpha
87Rb
27.83%
49,000,000,000.00
Beta
187Re
62.60%
45,000,000,000.00
Beta
176Lu
2.59%
22,000,000,000.00
Beta
232Th
100.00%
14,000,000,000.00
Alpha
238U
99.28%
4,460,000,000.00
Alpha
40K
0.01%
1,250,000,000.00
Beta
235U
0.72%
704,000,000.00
Alpha
sumber: http://webmineral.com/help/Radioactivity.shtml tanggal akses 19 September 2015

PGM di Indonesia?
USGS dan Direktorat Sumberdaya Mineral Indonesia pada tahun 1990 telah melakukan eksplorasi dengan mengumpulkan sampel konsentrat dulang dari beberapa lokasi di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi. Umumnya, PGM dilaporkan dari beberapa sungai (endapan plaser) yang berasosiasi dengan endapan pasir besi, emas, intan dan kromit. Indikasi lokasi PGM dilaporkan di Cilacap, Jampang Kulon; di Sumatera dilaporkan di Woyla, Kotonapan, Muara Sipongi, Bengkalis; di Kalimantan dilaporkan di Cempaka, Riam Pinang, Pasir, Tabang, Sungai Marah dan di Sulawesi dilaporkan di Barru, Danau Towuti, Momo dan Baubuang (USGS, 1990). Eksplorasi pendahuluan ini masih bersifat prospektif dan perlu dilakukan studi lanjutan.

Henry Hilliard (2003) juga menuliskan dalam laporannya di USGS (United States Geological Survey), bahwa Indonesia, Cina, Papua Nugini dan Filipina, serta beberapa lokasi lain, diyakini juga menghasilkan PGM, namun belum dilaporkan berapa jumlah yang dihasilkan. Jumlah ini oleh Hilliard diklasifikasikan sebagai produksi dari Jepang, karena proses pemurnian dilakukan di negara matahari terbit (Tabel 2).
Tabel 2. Produksi Platinum-Group Metals di dunia (Hilliard, 2003)
 
Indonesia Masa Mendatang
Pada 15 September 2015, Yukiya Amano, General Director IAEA (International Atomic Energy Agency) memberikan apresiasi ke Indonesia dalam pidato pembukaannya di Konferensi International Atomic Energy Agency ke-59 di Wina, Austria. Indonesia memberikan bantuan untuk korban bencana gempa bumi di Nepal bulan April yang lalu, dengan pemanfaatan dan aplikasi teknologi nuklir dalam bidang pangan. Indonesia memanfaatkan teknologi iradiasi, pada makanan siap saji untuk korban bencana, yaitu teknologi nuklir memungkinkan bahan makanan menjadi lebih tahan lama namun tetap aman untuk dikonsumsi.

Teknologi ini tidak hanya dimanfaatkan dalam bidang pangan. Dalam bidang pertanian, teknologi nuklir juga dapat dimanfaatkan untuk, yaitu pemuliaan tanaman menggunakan teknologi irradiasi, dimana Indonesia telah memperoleh penghargaan outstanding achievement dari IAEA dan FAO. Indonesia juga siap membantu negara-negara berkembang lainnya untuk mengembangkan aplikasi teknologi nuklir dalam pemuliaan tanaman tersebut, khususnya kepada negara-negara di kawasan Pasifik.

Dari data di atas, makin banyak pekerjaan rumah untuk generasi mendatang di Indonesia. Pemerintahan baru pun diuji keseriusannya untuk mengimplementasikan larangan ekspor bahan mentah sejak tahun 2014 yang lalu, yang ternyata belum diaplikasikan dengan pembangunan smelter di Indonesia.  Smelter yang ada di Indonesia saat ini digunakan untuk mengolah logam nikel, besi/baja, tembaga, aluminium, tembaga dan mangan. Masih banyak unsur lain yang masih bisa diekstrak dari mineral yang didapat di alam, terutama mengekstrak elemen tanah jarang dan golongan grup platinum . Saat ini, sementara kita hanya bisa “legowo” unsur-unsur ikutan dari proses ekstraksi dari unsur utama terbawa di mineral-mineral untuk diolah di negara lain.
BATAN, 2010 (MGEI-IAGI, 2011)
Sumaryanto, IAEA- 2014 

Tantangan di masa mendatang, rantai ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir perlu dirancang secara terintegrasi. Rantai yang dimulai dari pemahaman tentang keterdapatan mineral strategis tersebut di alam, teknologi pengambilan material, serta ekstraksi bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan bahan jadi. Kemajuan teknologi nuklir yang sudah ditunjukkan Badan Teknologi Nuklir Nasional (BATAN) harus di imbangi kemampuan generasi penerus bangsa ini, serta kemauan pemerintah untuk mendukung industri strategis untuk anak cucu di masa mendatang. Sangat indah rasanya melihat sumberdaya alam Indonesia bisa dipelajari, diolah, dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa yang besar ini.

Ibarat sedang bertanding sepakbola, kiper yang tangguh tidak ada artinya tanpa penyerang yang hebat, serta tim yang hebat tidak akan pernah mungkin tercipta tanpa kerjasama tim yang baik. Mustahil negara ini sukses tanpa kerjasama semua elemen penunjangnya. Jadi, mari bekerja bersama-sama, tidak ada kontribusi yang sia-sia untuk bangsa ini.

Andy Yahya Al Hakim, MT
Penulis menyelesaikan studi di Teknik Pertambangan ITB pada tahun 2011 dan tahun 2013, kemudian bekerja sebagai Asisten Akademik di Kelompok Keahlian Eksplorasi Sumberdaya Bumi FTTM – ITB. Saat ini penulis sedang menempuh program Doktor di Montanuniversität Leoben, Austria dalam bidang mineralogi dan geologi ekonomi. Penulis juga aktif menulis di blog edukasi tentang geologi, petualangan dan motivasi di Geo-Educative Blog yang dapat di akses di laman andyyahya.com.

Referensi
 http://www.periodni.com/rare_earth_Elements.html tanggal akses 18 September 2015
http://webmineral.com/help/Radioactivity.shtml tanggal akses 19 September 2015
Hilliard, H.E. 2003. Platinum-Group Metals: USGS Mineral Resources. Open-File Report.
Zientek, M.L., Page, N.J. 1990. Consultancy Services in Platinum-Group Mineral Exploration for the Directorate of Mineral Resources. Open-File Report 90-527. USGS  

Zientek, M.L., Pardiarto, B., Simandjuntak, H.R.W., Wikrama, A., Oscarson, R.L., Meier, A.L., Carlson, R.R., 1992. Placer and lode platinum group minerals in south Kalimantan, Indonesia — evidence for derivation from Alaskan-type ultramafic instrusions. Aust. J. Earth Sci. 39, 405–417.
Share:

Monday, August 3, 2015

Memilih Masa Depan



Seorang anak lahir di Batu, Malang, hidup di keluarga yang sangat kekurangan. Bapaknya sopir angkot, tidak lulus pendidikan SMP, dan Ibunya yang hanya berkutat di dapur dulunya juga tidak lulus SD. Si anak tinggal bertujuh dalam dua kamar di rumah yang berukuran 6x7 meter. Di balik rumah yang kecil itu, cita-cita kedua orang tuanya sangat besar, nasib anak tidak boleh sama seperti orangtuanya, harus lebih baik. Di rumah yang kecil itu, si anak rajin sekali belajar saat dini hari, karena sepanjang hari kondisi rumah sangat berisik membuat dia tidak bisa belajar.

Sampai akhirnya beranjak dewasa, si anak mendapatkan kesempatan untuk berkuliah di jurusan statistika di IPB melalui jalur PMDK. Namun, si anak ini tidak mempunyai uang untuk berangkat ke Bogor. Dengan berat hati, orang tuanya merelakan untuk menjual angkot untuk membiayai kuliah anaknya. Singkat cerita, si anak akhirnya sukses untuk merampungkan kuliahnya, dan bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta selama 3 tahun, dan akhirnya mendapatkan kesempatan untuk bekerja di Amerika Serikat hingga 10 tahun.

Selang 10 tahun, si anak memutuskan untuk kembali pulang ke Indonesia supaya lebih dekat dengan keluarganya. Dia akhirnya bekerja sebagai motivator, menulis buku, berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk memberikan semangat kepada anak-anak muda, bahwa kesuksesan bukan milik orang-orang berada, namun milik orang-orang yang bekerja keras, kehangatan keluarga, yang dibarengi oleh doa restu orang tua, terutama ibu. Anak tadi bernama Iwan Setyawan, penulis "9 Summers 10 Autumns, Dari Kota Apel Ke The Big Apple".

*) Tahun 2013, saya pergi untuk melakukan eksplorasi bijih besi di pedalaman Aceh dan bertemu kedua anak ini. Saya lupa namanya. Mereka bersekolah kelas 2 SD dan meminta saya untuk membantu mengerjakan pekerjaan rumahnya setelah saya pulang dari lapangan di sore hari. Saya baru tahu ternyata mereka mengalami kesulitan untuk membaca. Tidak banyak orang di kampung itu karena dulunya daerah itu adalah kantong separatis militer dan sebagian orang-orang tua di kampung itu yang sebagian besar meninggal karena tsunami. Kemauan kedua anak itu untuk belajar itu sangat besar, namun kondisi sekitar menghambat proses belajarnya. Semoga kamu mendapatkan guru yang sabar membimbing mu ya, Dik.

Sudahkah kita bersyukur dengan kondisi kita sekarang dan berbuat sesuatu untuk masa depan dan orang-orang sekitar kita? Masihkah kita mengeluh karena kesulitan yang sebenarnya tidak seberapa? Masihkah kita berleha-leha dan berharap kita bakal sukses padahal kita tidak melakukan apa-apa untuk mengejar kesuksesan itu?

Sudahkah kita berterima kasih kepada kedua orang tua kita? Jangan-jangan kesuksesan kita sekarang bukan semata-mata karena usaha kita sendiri, namun berkat kedua orang tua yang tidak berhenti mendoakan kita di heningnya malam.
"Kita tidak bisa memilih masa lalu kita, namun kita masih bisa melukiskan masa depan kita"


Leoben,
AYAH


Klik Gambar di bawah untuk melihat artikel lain





Share:

Wednesday, July 22, 2015

Aplikasi Identifikasi Kekerasan Batuan di Sekitar Kita

http://thoughtchalk.com/2011/06/29/hardness-scale/

Skala Mohs sempat beberapa kali saya ulas di beberapa artikel saya, tapi saya tidak pernah kehabisan materi untuk diceritakan dari si Bapak yang bernama lengkap Carl Friedrich Christian Mohs. Kali ini saya coba kupas aplikasi skala Mohs , yang kadang tidak kita sadari bahwa penemuan beliau ada di sekitar kita. Sekedar me-refresh, skala kutip tulisan saya dari tulisan saya yang lain.

"........... skala Mohs adalah skala kekerasan relatif dari mineral. Metode ini digunakan untuk mengetahui, seberapa keras mineral yang kita lihat dibanding dengan mineral atau benda lain. Secara berurutan, skala mohs dari 1-10 adalah sebagai berikut.
Skala mohs 1: talk
Skala mohs 2: gypsum
Skala mohs 3: kalsit
Skala mohs 4: fluorit
Skala mohs 5: apatit
Skala mohs 6: feldspar
Skala mohs 7: kuarsa
Skala mohs 8: topaz
Skala mohs 9: korundum
Skala mohs 10: intan

Skala Mohs Relatif:
Kuku: 2.5
Koin "penny" : 4,5
Kaca: 5.5
Ujung pisau lipat atau paku besi:6.5

https://www.indiegogo.com/projects/periodic-table-of-super-elements#/story

Dari kekerasan tersebut, kita bisa uji, dimana mineral keras pasti bisa menggores mineral dengan skala mohs lebih rendah, namun mineral dengan skala mohs rendah tidak akan bisa menggores mineral yang lebih keras. Hal ini yang bisa kita aplikasikan, untuk mengetahui batu mulia yang kita miliki asli atau tidak. Caranya? Ya tinggal goreskan saja ujung pisau atau paku besi ke mineral tersebut. Kalau tergores, ya berarti skala mohs nya lebih rendah dari 6.5. Begitu lah kalau teman-teman berniat beli intan, minta izin sama mas yang jual, terus gores aja sama pisau. :D ......................."

Sekarang, saya coba ulas asal usul tentang sifat fisik dari mineral, yaitu kekerasan.

1. Manusia purba dan alat berburu
Manusia purba jelas tidak mengenal Friedrich Mohs, tapi manusia purba secara tidak sadar belajar bahwa ada batuan yang lebih keras dibandingkan batuan yang lain. Batu yang lebih keras kemudian dipakai untuk mengasah batu yang lebih lunak, sehingga akhirnya manusia purba bisa membuat ujung tombak, yang terbuat dari flint (varian dari grup mineral silika) serta obsidian (silika yang tidak mempunyai sistem kristal atau sering disebut amorf). 

Aplikasi ini akhirnya mengubah pola berburu dari manusia purba yang semula berburu tanpa alat, kemudian menggunakan batu untuk menghantam target buruannya, menjadikan batu yang diikat dengan kayu seperti parang, dan akhirnya menjadikan batu sebagai ujung mata tombak. 



Hal ini berlangsung hingga akhirnya muncul seorang filsuf Yunani yang menjadi suksesor dari Aristoteles bernama Theophratus. Theophratus awalnya belajar kepada Plato sebelum akhirnya menjadi murid Aristoteles. Dia yang juga menekuni ilmu tentang batuan menulis tentang sifat dari beberapa gemstone jika dipanaskan serta bermacam-macam perbedaan batuan dalam hal kekerasan. Di tulisannya, ada mineral yang dapat digores dengan besi dan ada yang tidak bisa. Dia juga menuliskan kalau intan adalah mineral yang sangat keras dan bisa menggores mineral yang lain. Setelah itu, tidak ada penelitian lagi yang menyebutkan tentang sifat fisik mineral yang berhubungan dengan "kekerasan."


Friedrich Mohs, yang sempat bekerja sebagai foreman di sebuah tambang di Jerman, akhirnya memutuskan untuk bekerja pada seorang banker yang juga kolektor mineral, dan mulai mengidentifikasi mineral di Graz. Pada tahun 1812, Mohs membagi mineral ke dalam 10 kelompok, dimana talk merupakan mineral paling lunak, sedangkan intan merupakan mineral paling keras. Semasa hidupnya, dia sempat menjadi professor di bidang mineralogi di Graz, Freiberg, Wina, serta sempat menjadi konselor di Leoben yang akhirnya menjadi cikal bakal kampus saya di Leoben, sebelum akhirnya meninggal tahun 1839. Nama Mohs diabadikan sebagai nama sebuah jalan di kota WIna dan Graz, Austria, serta di jalan tersebut, terdapat sebuah plakat yang menunjukkan 10 skala dari mineral, dimulai dari talk yang berada di bawah, hingga intan yang berada di paling atas. Saya sempat mengunjungi jalan Mohsgasse dan berfoto bersama plakat itu di Wina.

2. Uji kekerasan material
Skala Mohs memang sangat aplikatif untuk diterapkan bagi geologis untuk mengidentifikasi mineral di lapangan, namun kurang baik untuk mengetahui kekerasan dari sebuah material, karena skala mohs hanya memberikan rentang kekerasan relatif terhadap material lain. 

Untuk mengetahui kekerasan suatu material secara presisi, dilakukan sebuah pengujian dengan cara menggores material yang sangat keras dengan intan atau material lain seperti tungsten karbisa. Metode ini umum digunakan oleh kawan-kawan teknik mesin dan teknik material, yang diaplikasikan sebagai metode vickers, knoop, rockwell. Intan yang dipasang di ujung dari "pin", kemudian di tekan dengan gaya yang sudah ditentukan sebelumnya. Luas dari area yang ditinggalkan dari intan yang ditekan diukur untuk di konversi menjadi kekerasan dari material yang diukur.


3. Ujung mata bor dan Tunnel Boring Machine 
Ujung mata bor (drill bit) yang digunakan untuk mengebor tanah maupun batuan selalu dilengkapi dengan intan atau material sintetis lain yang harus mempunyai kekerasan yang lebih tinggi daripada batuan yang akan di bor. Sudah jelas, kalau mata bor nya tidak lebih keras dan lebih tajam, analoginya seperti mengiris daging dengan pisau yang tumpul. Tunnel Boring Machine (TBM) yang umum digunakan untuk membuat terowongan untuk konstruksi sipil sudah dengan mata bor dari intan atau material sejenisnya. 



4. Eksplorasi mineral berharga
Gambar di samping adalah prinsip yang digunakan oleh seorang geologis maupun eksplorer dalam mencari mineral berharga (misalnya emas), dengan memanfaatkan sifat fisik dari batuan yang diamati di lapangan. Kita dapat menentukan jauh tidaknya material itu sudah tertansport dari sumbernya dengan melihat kebundaran dari mineral berharga yang kita temukan. Misalnya kita melakukan pendulangan emas/ intan dan mendapatkan mineral berharga di alat dulang kita. Jika mineral yang kita cari yang didapat masih kasar, runcing dan butirannya menyudut, maka sumbernya sudah tidak jauh dari lokasi kita. Begitu pula sebaliknya. Emas merupakan mineral yang sangat lunak dan sangat mudah tergores. Kadang sering kali kita susah membedakan antara emas dengan mineral lain seperti pirit dan kalkopirit dari hasil pendulangan di lapangan. Cara paling mudah yang biasa saya lakukan, adalah dengan menekan emas dengan kuku kita. Emas sangat mudah berubah bentuk, berbeda dengan pirit dan kalkopirit yang lebih keras.


Hal ini yang menjelaskan mengapa butiran pasir pantai umumnya membundar dan berukuran sangat halus, tidak seperti butiran pasir yang ada di dekat gunung. Pasir pantai sudah tertransport sangat jauh dari gunung, sehingga ukurannya sudah sangat halus.

Bagaimana, sudah dapat gambaran dari aplikasi identifikasi kekerasan batuan yang ada di sekitar kita? Semoga bermanfaat.

Artikel lain tentang aplikasi skala Mohs bisa juga dilihat di link di bawah.


Klik Gambar di bawah untuk melihat artikel lain





Share:

Blog Archive

Kontak ke Penulis

Name

Email *

Message *