Conversations with the Earth

Endapan mineral di Finlandia dan Swedia

Perjalanan saya ke lingkaran kutub utara

Atlas of ore minerals: my collection

Basic information of ore mineralogy from different location in Indonesia

Sketch

I always try to draw a sketch during hiking

Apa itu inklusi fluida?

Inklusi fluida adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya fluida yang terperangkap selama kristal tumbuh. Gas dan solid juga bisa terperangkap di dalam mineral.

Situ Cisanti di Pengalengan, Bandung

50 km dari Bandung, Situ Cisanti terkenal karena menjadi sumber mata air sungai Citarum

Showing posts sorted by relevance for query besi. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query besi. Sort by date Show all posts

Friday, May 8, 2015

Glittering Hematite in Waldenstein

"The master has failed more times than beginner has ever tried". 

I am still learning to draw a geological cartoon of the deposits than can be easily understand by the peoples. Since I am not a master to draw a geological sketch, this is the best I can imagine, interpret, and draw as a geological sketch
The basic things of this cartoon, is the replacement of the hematite (ferrous) ore body with the marbles, and remobilized, enriched by the iron-rich fluid and metamorphic fluid, and minor meteoric fluids. The chloritisation occur near the ore vein, and pegmatite occur older than the mineralization. The mineralisation tends to be epigenetic, means, the ore deposit mineralised later than the host rock

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Empat hari ini saya beraktivitas di kedalaman 70 meter di bawah permukaan sejak jam 06.30-13.30 di tambang hematit bawah tanah Waldenstein, Karinthia. Saya mengambil kuliah berjudul "Montangeologische aufnahme", atau pemetaan geologi di dalam terowongan. Lokasi nya sekitar 100 km di Selatan kota saya tinggal, Leoben. Kalau saya boleh kupas sedikit sejarahnya, tambang ini ditambang sejak "Roman Empire" (saya pun kurang paham itu berapa tahun Masehi ya,, :D). Tambang ini berlanjut dan ditambang dengan metode "gophering", dengan mengikuti arah kemenerusan dari bijih. Bijih yang ditambang adalah hematite (Fe2O3), yang mempunyai sifat fisik paramagnetik, atau tidak tertarik kuat oleh magnet. Apa itu paramagnetik, diamagnetik, dan ferromagnetik bisa dibaca di artikel ini.


Ini pertama kalinya saya mengunjungi tambang besi bawah tanah, karena yang pernah saya datangi sebelumnya umumnya ditambang dengan metode tambang terbuka yang berdekatan dengan pantai (artikel tambang pasir besi di Indonesia) , atau masih dalam tahap eksplorasi seperti di Merangin, Jambi . Tambang ini dijalankan hanya oleh 25 orang manajemen dan karyawan, dan hanya mempunyai 1 shift operasional tambang, dan kadang 2 hingga 3 shift pengolahan. Kegiatan pengangkutan dan pemuatan mineral dilakukan dengan Bobcat, semacam loader dengan ukuran kecil, yang memuat bijih yang sudah diberaikan (diledakkan) ke dalam lori (kereta kecil di dalam tambang).

Komoditi dari tambang ini adalah "specularite hematite", yaitu varian dari hematite yang mengandung besi, berwarna perak kehitaman, dan mempunyai habit tabular (flakes). Jika kita memegang mineral ini, tangan kita seperti dilumuri "glitter" yang berkilauan. Itu yang terjadi selama 4 hari ini di dalam tambang. Baju kerja dan jaket kerja saya sangat berkilauan jika terkena sinar, dan jika saya kibaskan, maka butiran dari "specularite" itu akan sangat mudah terbang dan menempel di tempat lain.

Hal yang membuat saya kagum, seorang asisten profesor (Pak Heinrich Mali) yang sudah senior mendampingi grup kami selama pemetaan di terowongan selama 4 hari ini, dan mengontrol pemetaan kami, naik turun tiap 1 jam dari 1 kelompok ke kelompok lain. Beliau harus naik turun terowongan melalui ramp (terowongan melingkar) untuk mengecek dan mengulang-mengulang "Fragen?" atau ada pertanyaan. Penjelasan diberikan dalam 2 bahasa, Jerman dan Inggris. Beberapa kali saya ampun-ampunan karena bahasa jerman saya masih belepotan, sehingga banyakan ga ngertinya karena saya satu-satunya penduduk baru yang belum bisa bahasa jerman. Akhirnya, saya harus rajin bertanya supaya tidak menjadi penonton di tengah diskusi dosen dengan mahasiswa. 


 Ini namanya kloritisasi, yaitu proses berubahnya marmer akibat adanya fluida meteorik/ fluida yang kaya akan unsur besi yang masuk melalui rekahan
Hematite (warna merah dan hitam). Specularite yang semula berwarna hitam, akibat tergerus oleh sesar atau kekar menjadi berukuran lebih halus, dan berubah warna menjadi merah  
 Lori untuk mengangkut bijih untuk diremukkan di crusher, kemudian dibawa dengan belt conveyor
Pegmatit dicirikan oleh mineral yang mempunyai ukuran yang kasar, sebagai contoh muskovit (yg ditunjuk bolpoin berukuran cukup besar)
Specularite yang menyebabkan tangan saya mengkilap
Kondisi 70 meter di bawah permukaan. Gelap, dingin, basah
 Persiapan sebelum masuk ke terowongan
Mobil dari kampus untuk membawa mahasiswa ekskursi


Penginapan di atas bukit
Bobcat, loader dengan ukuran yang lebih kecil, tingginya hanya 1,9 meter
Klik Gambar di bawah untuk melihat artikel lain







Share:

Monday, June 9, 2014

Gemludug Gelundung Pengolah Emas di Bunikasih, Pengalengan



Hari Jumat lalu, baru saja saya mengunjungi salah satu perkebunan teh di Selatan Bandung, bukan untuk survey teh atau berencana survei lahan untuk diakusisi oleh pemilik baru. Tahun ini, saya dan Dosen saya, mendapatkan dana hibah untuk melakukan penelitian emas di lokasi tambang rakyat, yang berlokasi di Bunikasih, Desa Sukaluyu, Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung. Hampir 3 jam kami mencapai lokasi tersebut, mengingat lokasi nya yang sangat jauh dan terpencil. Saya memang belum pernah kesana, namun adik-adik saya di Himpunan Mahasiswa Tambang (HMT) ITB, dan Himpunan Mahasiswa Biologi (Nymphaea) ITB memang sudah pernah mampir ke lokasi tersebut untuk melakukan pengabdian masyarakat (Community Development) ke masyarakat yang berada di sekitar tambang tersebut.Misi penelitian kali ini, adalah memberikan edukasi kepada masyarakat di sekitar tambang rakyat, supaya lebih berhati-hati dalam penggunaan merkuri atau air raksa. Video aktivitas mereka bisa dilihat disini.
Dibalik hijaunya perkebunan teh yang saya jumpai di Bunikasih, ternyata sekelebat saya lihat tenda-tenda berwarna biru berada di lembah. Kalau kita berada di lokasi tambang rakyat, tenda-tenda itu menunjukkan lokasi keterdapatan tambang rakyat. Dan memang benar, di bawah tenda tersebut, banyak penambang rakyat yang sedang menggelundung batuan yang didapat dari urat kuarsa yang diambil dari dalam lubang. 



Kalau dilihat secara lebih cermat, secara mineralisasi dan alterasi, tampak komoditi tambang yang ditambang  di Bunikasih, merupakan emas, dengan tipe endapan berupa urat (vein). Urat kuarsa nampak teramati bersama-sama sedikit mineral sulfida berupa pirit dan kalkopirit. Sedangkan alterasi yang teramati adalah argillik yang didominasi oleh mineral lempung, serta alterasi propilitik yang didominasi oleh kemunculan klorit, albit dan epidot. Jika kita akan mengklasifikasikan secara lebih mendalam, tipe endapan nya merupakan endapan sulfidasi rendah. Bentuk endapan yang menyerupai urat ini mengharuskan penambang harus menambang dengan metode tambang bawah tanah. Hal ini lebih menguntungkan, karena volume tanah yang dikupas akan jauh lebih sedikit, dibandingkan dengan tambang terbuka. 



Lubang-lubang yang ada umumnya mempunyai kedalaman mencapai 40 meter, bahkan ada yang lebih. Diameter lubang pun hanya muat untuk 1 orang, sambil merayap keluar masuk dari lubang tersebut. Di dalam lubang, mereka mengikuti arah dari urat kuarsa yang berwarna putih, tanpa memberikan penyanggaan di sekitar lubang bukaan tersebut. Mengerikan, sudah banyak penambang yang akhirnya tertimbun akibat tidak adanya penyanggaan di dalam lubang. Kegiatan penambangan bawah tanah dengan metode gophering ,yaitu membuat lubang untuk mengejar bijih berharga (ore). 



Tipe endapan epitermal banyak dijumpai di Jawa Barat bagian Selatan, dan memang banyak penambang bawah tanah yang berkeliling di Indonesia berasal dari Jawa Barat, seperti dari Tasikmalaya, Sukabumi dan Garut. Saya pernah mengulas kehebatan mereka di tulisan sebelumnya, sebagai contoh kegiatan penambangan emas di Purwakarta  , penambangan di Garut , dan kehebatan penambang dari Sukabumi .



Di atas, sudah ada rekan yang siap menggerus batuan tersebut menjadi lebih kecil dengan meremukkan batuan dengan bantuan palu dan semacam alat yang digunakan untuk menggengam batuan yang dibuat dari potongan ban. Batuan yang sudah halus, kemudian dikumpulkan, untuk kemudian digelundung dalam tabung yang terbuat dari besi, untuk diputar dengan bantuan mesin atau bantuan air, yang di bagian dalamnya sudah diberi bola-bola besi. Fungsi bola besi ini adalah meremukkan batuan yang ada di dalamnya, sehingga mineral akan terliberasi dengan sempurna, sehingga emas yang semula terinklusi dalam batuan akan menjadi butiran bebas. Dalam metalurgi, istilah gelundung kita kenal dengan metode ball mill, yang ilustrasinya bisa dilihat di bawah ini.





Untuk memudahkan kerja penambang, kadang kala mereka menambahkan air raksa, yang sering disebut sebagai Kuik, yang berfungsi mengikat emas yang sudah terliberasi sehingga menjadi amalgam, yaitu emas murni yang diselimuti raksa. Amalgam yang ada, kemudian dibakar, dan ulasannya sudah pernah saya bahas di tulisan sebelumnya, tentang betapa bahayanya pengolahan tambang dengan membakar amalgam, atau istilah umumnya gebos atau menge-joss-kan emas, berdasarkan kunjungan saya ke Pongkor, Bogor.


Saya pun kebingungan bagaimana akan menutup tulisan ini, karena realita yang ada, sangat banyak penambang yang sukses berkat lubang-lubang emas tersebut, namun lebih banyak juga orang yang meninggal, bukan hanya tertimbun dalam lubang galian mereka, terutama keluarga yang dapat saja terkena dampak akibat air yang tercemar oleh merkuri. Jadi, mari kita berhati-hati dengan penggunaan merkuri.


Sumber:
http://projects.inweh.unu.edu/inweh/inweh/content/1223/IWLEARN/Outreach%20Materials/issue-1-august-2006-englishs.html



Share:

Wednesday, July 22, 2015

Aplikasi Identifikasi Kekerasan Batuan di Sekitar Kita

http://thoughtchalk.com/2011/06/29/hardness-scale/

Skala Mohs sempat beberapa kali saya ulas di beberapa artikel saya, tapi saya tidak pernah kehabisan materi untuk diceritakan dari si Bapak yang bernama lengkap Carl Friedrich Christian Mohs. Kali ini saya coba kupas aplikasi skala Mohs , yang kadang tidak kita sadari bahwa penemuan beliau ada di sekitar kita. Sekedar me-refresh, skala kutip tulisan saya dari tulisan saya yang lain.

"........... skala Mohs adalah skala kekerasan relatif dari mineral. Metode ini digunakan untuk mengetahui, seberapa keras mineral yang kita lihat dibanding dengan mineral atau benda lain. Secara berurutan, skala mohs dari 1-10 adalah sebagai berikut.
Skala mohs 1: talk
Skala mohs 2: gypsum
Skala mohs 3: kalsit
Skala mohs 4: fluorit
Skala mohs 5: apatit
Skala mohs 6: feldspar
Skala mohs 7: kuarsa
Skala mohs 8: topaz
Skala mohs 9: korundum
Skala mohs 10: intan

Skala Mohs Relatif:
Kuku: 2.5
Koin "penny" : 4,5
Kaca: 5.5
Ujung pisau lipat atau paku besi:6.5

https://www.indiegogo.com/projects/periodic-table-of-super-elements#/story

Dari kekerasan tersebut, kita bisa uji, dimana mineral keras pasti bisa menggores mineral dengan skala mohs lebih rendah, namun mineral dengan skala mohs rendah tidak akan bisa menggores mineral yang lebih keras. Hal ini yang bisa kita aplikasikan, untuk mengetahui batu mulia yang kita miliki asli atau tidak. Caranya? Ya tinggal goreskan saja ujung pisau atau paku besi ke mineral tersebut. Kalau tergores, ya berarti skala mohs nya lebih rendah dari 6.5. Begitu lah kalau teman-teman berniat beli intan, minta izin sama mas yang jual, terus gores aja sama pisau. :D ......................."

Sekarang, saya coba ulas asal usul tentang sifat fisik dari mineral, yaitu kekerasan.

1. Manusia purba dan alat berburu
Manusia purba jelas tidak mengenal Friedrich Mohs, tapi manusia purba secara tidak sadar belajar bahwa ada batuan yang lebih keras dibandingkan batuan yang lain. Batu yang lebih keras kemudian dipakai untuk mengasah batu yang lebih lunak, sehingga akhirnya manusia purba bisa membuat ujung tombak, yang terbuat dari flint (varian dari grup mineral silika) serta obsidian (silika yang tidak mempunyai sistem kristal atau sering disebut amorf). 

Aplikasi ini akhirnya mengubah pola berburu dari manusia purba yang semula berburu tanpa alat, kemudian menggunakan batu untuk menghantam target buruannya, menjadikan batu yang diikat dengan kayu seperti parang, dan akhirnya menjadikan batu sebagai ujung mata tombak. 



Hal ini berlangsung hingga akhirnya muncul seorang filsuf Yunani yang menjadi suksesor dari Aristoteles bernama Theophratus. Theophratus awalnya belajar kepada Plato sebelum akhirnya menjadi murid Aristoteles. Dia yang juga menekuni ilmu tentang batuan menulis tentang sifat dari beberapa gemstone jika dipanaskan serta bermacam-macam perbedaan batuan dalam hal kekerasan. Di tulisannya, ada mineral yang dapat digores dengan besi dan ada yang tidak bisa. Dia juga menuliskan kalau intan adalah mineral yang sangat keras dan bisa menggores mineral yang lain. Setelah itu, tidak ada penelitian lagi yang menyebutkan tentang sifat fisik mineral yang berhubungan dengan "kekerasan."


Friedrich Mohs, yang sempat bekerja sebagai foreman di sebuah tambang di Jerman, akhirnya memutuskan untuk bekerja pada seorang banker yang juga kolektor mineral, dan mulai mengidentifikasi mineral di Graz. Pada tahun 1812, Mohs membagi mineral ke dalam 10 kelompok, dimana talk merupakan mineral paling lunak, sedangkan intan merupakan mineral paling keras. Semasa hidupnya, dia sempat menjadi professor di bidang mineralogi di Graz, Freiberg, Wina, serta sempat menjadi konselor di Leoben yang akhirnya menjadi cikal bakal kampus saya di Leoben, sebelum akhirnya meninggal tahun 1839. Nama Mohs diabadikan sebagai nama sebuah jalan di kota WIna dan Graz, Austria, serta di jalan tersebut, terdapat sebuah plakat yang menunjukkan 10 skala dari mineral, dimulai dari talk yang berada di bawah, hingga intan yang berada di paling atas. Saya sempat mengunjungi jalan Mohsgasse dan berfoto bersama plakat itu di Wina.

2. Uji kekerasan material
Skala Mohs memang sangat aplikatif untuk diterapkan bagi geologis untuk mengidentifikasi mineral di lapangan, namun kurang baik untuk mengetahui kekerasan dari sebuah material, karena skala mohs hanya memberikan rentang kekerasan relatif terhadap material lain. 

Untuk mengetahui kekerasan suatu material secara presisi, dilakukan sebuah pengujian dengan cara menggores material yang sangat keras dengan intan atau material lain seperti tungsten karbisa. Metode ini umum digunakan oleh kawan-kawan teknik mesin dan teknik material, yang diaplikasikan sebagai metode vickers, knoop, rockwell. Intan yang dipasang di ujung dari "pin", kemudian di tekan dengan gaya yang sudah ditentukan sebelumnya. Luas dari area yang ditinggalkan dari intan yang ditekan diukur untuk di konversi menjadi kekerasan dari material yang diukur.


3. Ujung mata bor dan Tunnel Boring Machine 
Ujung mata bor (drill bit) yang digunakan untuk mengebor tanah maupun batuan selalu dilengkapi dengan intan atau material sintetis lain yang harus mempunyai kekerasan yang lebih tinggi daripada batuan yang akan di bor. Sudah jelas, kalau mata bor nya tidak lebih keras dan lebih tajam, analoginya seperti mengiris daging dengan pisau yang tumpul. Tunnel Boring Machine (TBM) yang umum digunakan untuk membuat terowongan untuk konstruksi sipil sudah dengan mata bor dari intan atau material sejenisnya. 



4. Eksplorasi mineral berharga
Gambar di samping adalah prinsip yang digunakan oleh seorang geologis maupun eksplorer dalam mencari mineral berharga (misalnya emas), dengan memanfaatkan sifat fisik dari batuan yang diamati di lapangan. Kita dapat menentukan jauh tidaknya material itu sudah tertansport dari sumbernya dengan melihat kebundaran dari mineral berharga yang kita temukan. Misalnya kita melakukan pendulangan emas/ intan dan mendapatkan mineral berharga di alat dulang kita. Jika mineral yang kita cari yang didapat masih kasar, runcing dan butirannya menyudut, maka sumbernya sudah tidak jauh dari lokasi kita. Begitu pula sebaliknya. Emas merupakan mineral yang sangat lunak dan sangat mudah tergores. Kadang sering kali kita susah membedakan antara emas dengan mineral lain seperti pirit dan kalkopirit dari hasil pendulangan di lapangan. Cara paling mudah yang biasa saya lakukan, adalah dengan menekan emas dengan kuku kita. Emas sangat mudah berubah bentuk, berbeda dengan pirit dan kalkopirit yang lebih keras.


Hal ini yang menjelaskan mengapa butiran pasir pantai umumnya membundar dan berukuran sangat halus, tidak seperti butiran pasir yang ada di dekat gunung. Pasir pantai sudah tertransport sangat jauh dari gunung, sehingga ukurannya sudah sangat halus.

Bagaimana, sudah dapat gambaran dari aplikasi identifikasi kekerasan batuan yang ada di sekitar kita? Semoga bermanfaat.

Artikel lain tentang aplikasi skala Mohs bisa juga dilihat di link di bawah.


Klik Gambar di bawah untuk melihat artikel lain





Share:

Blog Archive

Kontak ke Penulis

Name

Email *

Message *