Conversations with the Earth

Endapan mineral di Finlandia dan Swedia

Perjalanan saya ke lingkaran kutub utara

Atlas of ore minerals: my collection

Basic information of ore mineralogy from different location in Indonesia

Sketch

I always try to draw a sketch during hiking

Apa itu inklusi fluida?

Inklusi fluida adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya fluida yang terperangkap selama kristal tumbuh. Gas dan solid juga bisa terperangkap di dalam mineral.

Situ Cisanti di Pengalengan, Bandung

50 km dari Bandung, Situ Cisanti terkenal karena menjadi sumber mata air sungai Citarum

Thursday, December 20, 2012

Sukabumi dan Penambang Emas

Rasanya sudah lama sekali saya tidak menulis. Ya memang semua berubah dengan cepat. Waktu yang dulu masih bisa saya luangkan untuk menulis, membaca, sekarang sudah hampir tidak ada waktu untuk bersantai, kecuali untuk bersepeda... wajib hukumnya. Hehehe

Sekarang, saya ingin mengangkat sedikit tentang potensi tambang di Sukabumi, terutama Kabupaten Sukabumi. Entah terbersit untuk menulis, karena besok saya harus memberikan briefing adik-adik Teknik Pertambangan ITB sebelum mereka berangkat ekskursi awal Januari 2013.

Sukabumi merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang mempunyai potensi tambang yang sangat melimpah. Mulai dari pasir besi, zeolit, batu gamping, pasir kuarsa, bentonit, emas dan sebagainya. Potensi ini dibarengi dengan reputasi nya yang terkenal di se-antero Indonesia, menurut opini saya sih, sebagai tempat lahirnya para jagoan tambang.

Para jagoan tambang yang saya maksud, adalah banyaknya penambang dari Sukabumi yang merantau ke pulau lain, terutama pada tambang-tambang emas, dimana kebanyakan dari mereka datang sebagai tukang dulang. Pekerjaan mendulang memang bukan pekerjaan yang gampang, sangat bergantung pada keberuntungan, keberuntungan dan keberuntungan. Teknik nya sih memang tidak susah, namun ketekunan untuk berendam selama sehari penuh untuk mendapatkan beberapa gram emas, itu yang membuat saya salut kepada para penambang tersebut.

Nah, sekarang saya coba bahas beberapa potensi tambang di Sukabumi

-Pasir – Sirtu, Cimangkok


Secara Geologi, daerah ini termasuk ke dalam satuan Breksi dan lahar dari Gunung Gede (0-100 m). satuan ini terdiri dari Batupasir tufaan, serpih tufaan, breksi tufaan, dan aglomerat tufaan (terbentuk pada zaman quarter). Satuan ini membentuk dataran Cianjur.
Sistem Penambangan yang digunakan adalah sistem semprot. Tekanan air yang disemprotkan ke dinding  batuan, menghanyutan fraksi  pasir yang berukuran kecil, dan mengendapkan partikel batuan yang berukuran besar. Hal tersebut memudahkan pemisahan pasir dan batuan berdasarkan ukuran besar fraksi batuan.

-Pasir Kuarsa, PT. Holcim Indonesia – Unit Kuari Cibadak, Cimandak
Lokasi ini berada di daerah Gn Walat Kecamatan Cibadak, 15 km sebelah baratdaya Kota sukabumi. Daerah ini termasuk ke dalam Formasi Walat berumur Oligosen (Tow), terdiri dari litologi batupasir kuarsa, konglomerat, batulempung karbonan, lignit dan lapisan arang tipis-tipis yang diendapkan pada lingkungan fluvial-deltaik. Batuan-batuan tersebut tersingkap di daerah Gn Walat dan di daerah sekitarnya.
Pasir Kuarsa yang juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa, dan felspar. Hasil pelapukan kemudian tercuci dan terbawa oleh air atau angin yang diendapkan di sungai, danau, atau laut. Di alam pasir kuarsa ditemukan dengan kemurnian yang bervariasi bergantung kepada proses terbentuknya di samping adanya proses pengendapan. Material pengotor tersebut bersifat sebagai pemberi warna pada pasir kuarsa, dan dari warna tersebut dapat diperkirakan kemurniannya. Pada umunya, pasir kuarsa yang ditemukan di alam mempunyai ukuran butir yang bervariasi dan dalam distribusi yang melebar, mulai dari fraksi halus (0,06 mm) sampai dengan ukuran kasar (2 mm).

-Batugamping, Cikembar

Batugamping ini termasuk pada Anggota Batugamping Terumbu (Toml) yang berumur Oligosen-Miosen terdiri dari batugamping terumbu koral dengan sejumlah fosil yang terdolomitkan tersingkap baik di Pasir Kutamaneuh, Pasir Aseupan di Selatan Sukabumi, dan di Liunggunung di selatan Cibadak.
 Batu gamping dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, mekanik, atau secara kimia.  Sebagian besar batu gamping di alam terbentuk secara organik. Jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang.

Zeolit, Cikembar



Zeolit adalah kelompok mineral yang merupakan senyawa alumino silikat hidrat dan logam alkali dengan rumus umum Mx/n.(AlO2)x.(SiO2)y.xH2O.
Kelompok mineral zeolit  memiliki kesamaan sifat dan struktur, yaitu  terdiri dari framework/rangka aluminosilikat  yang tersusun dari cincin tetrahedra alumina dan silica. Di dalamnya terdapat rongga-rongga yang diisi oleh ion dan molekul air.  Rongga-rongga tersebut saling berhubung, sehingga ion dan molekul air yang berada di dalamnya dapat bergerak bebas sampai batas permukaan yang memungkinkan terjadinya pertukaran ion maupun dehidrasi secara reversible . Karena sifatnya yang unik ini maka zeolit dimanfaatkan dalam industri sebagai penukar kation, adsorben dan penyaring molekul. Kristal zeolit yang telah terdehidrasi merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas adsorpsi yang tinggi

Endapan Emas, PT. Hunamas Group, Ciawitali-Simpenan

Pada abad 19-20 lalu, produksi emas di Indonesia hampir semuanya diperoleh dari urat-urat epitermal polymetallic yang dikenal  terbentuk pada umur Miosen (Sunarya, 1989). Selama beberapa tahun terakhir (1984-1993), demam emas di Indonesia  telah menyebabkan adanya identifikasi  terhadap geologi sumberdaya, dihasilkan jumlah sumberdaya emas lebih dari 3500 ton berasal dari  endapan epitermal dan porfiri Cu di Sulawesi (Mesel), kalimantan (kelian), Wetar (Lerokis), Jawa (Pongkor), Irian jaya (Grasberg), dan dengan variasi pada lokasi-lokasi yang lain (Van Leeuwen, 1994; Carlile dan Mitchell, 1994).
 Endapan emas Jawa Barat terletak diantara dan pada panggul kubah Bayah, baratdaya kota Jakarta . Satuan geologi, terpapar pada area 40x80 km, terdiri dari Oligosen sampai Quartenary calc – alkalitik ryolitik sampai batuan andesit dan intrusiv kecil stock dengan beberapa interkalasi dari batu gamping dan batu pasir Miosen. Area Citorek, terletak pada bagian utara kubahmerupakan zona depresi yang luas (60km2), terbentuk sebuah kaldera yang terisi dengan ignimbrit dasitik dan diintrusi oleh plug andesitik-dasitik.

Nah, kita coba gali sedikit lebih dalam tentang tambang emas. Kebetulan, tambang emas yang ada di daerah ini merupakan emas primer, bukan emas alluvial, dimana emas itu tidak bisa serta merta di dulang untuk mendapatkan logam berharganya. Batuan yang keras nya naudzubillah diambil dari lubang-lubang tikus yang lumayan dalam (bisa mencapai 30 meter secara vertikal, dan bisa berkelok2), hanya bersanggakan kayu (istilah kerennya "gophering", kalau istilah lazimnya "gurandil"), mereka harus memukuli batu yang keras itu, memasukkan ke dalam karung dan membawa nya ke permukaan.

Pekerjaan belum berhenti sampai disitu, setelah karung-karung kemenangan itu dibawa ke atas, batu tersebut harus dipukuli berkali-kali sampai halus. Setelah batu berukuran halus, barulah dilakukan penggilingan, dengan menggunakan gelundung (bahasa kerennya ball mill). Mereka pun menambahkan raksa ke dalam gelundung, supaya butiran emas yang hancur akibat proses gelundung itu bisa terikat ke dalam raksa. 

Setelah di gelundung 8-10 jam, baru lah konsetrat mereka olah, bisa dengan didulang terlebih dahulu, namun ada juga yang langsung menekan2 butiran yang terikat itu dengan tangannya yang tidak lagi halus. Memang agak miris, mereka harus bermain dengan raksa, yang dalam jangka panjang bisa merusak syaraf mereka, sehingga jari2 mereka bisa seperti tertekuk, bahkan kadang2 berimplikasi sampai ke keturunan mereka.

Yah, memang hidup ini berat untuk mereka. Tapi dibalik itu semua, mereka ber"gamble" dengan emas yang nilainya bisa berlipat2 ganda ketika mereka jual nanti. Mereka melupakan kesehatan, yang sejatinya lebih mahal dari apapun. Semoga suatu saat nanti, siapa pun lah bisa membuat teknologi yang ramah lingkungan dan mensosialisasikan ke penambang liar, bukan untuk me-legalkan penambang liar, namun menyelamatkan mereka demi masa depan bangsa kita.


di tengah gemuruh hujan, di lantai 3 eksplorasi
2012-2012

-AYAH-




Share:

Wednesday, November 21, 2012

[VIDEO] Cara Fitting Variogram dengan Software SGems




Klik gambar di bawah untuk melihat video tutorial lainnya.
Share:

[VIDEO] Cara Membuat Variogram SGeMS



Cara membuat variogram dengan menggunakan software SGems


Klik gambar di bawah untuk melihat video tutorial lainnya.



Share:

[VIDEO] Cara Membuat Histogram dengan Software SGeMS




Cara membuat histogram dengan menggunakan SGems.


Klik gambar di bawah untuk melihat video tutorial lainnya.



Share:

[VIDEO] Cara meng-Load Project pada Software SGeMS





Cara memasukkan project ke dalam software SGems


Klik gambar di bawah untuk melihat video tutorial lainnya.



Share:

[VIDEO] Cara Menentukan Nilai Kriging dan Varians Error Data 3D - SGems





Cara menentukan kriging dan varians error pada data 3D menggunakan software SGems.


Klik gambar di bawah untuk melihat video tutorial lainnya.




Share:

[VIDEO] Kriging dan Varians Error Pada Software SGems




Cara menentukan kriging dan varians error menggunakan program SGems


Klik gambar di bawah untuk melihat video tutorial lainnya.



Share:

Tuesday, September 4, 2012

Kuliah Alam di Atas Sadel (Oleh Ferry Hakim)

Foto: Andy Yahya

 Foto: Andy Yahya
 Foto: Andy Yahya
 Foto: Andy Yahya
 Foto: Andy Yahya
 Foto: Andy Yahya
Foto: Andy Yahya


Kuliah Alam di Atas Sadel (Oleh Ferry Hakim)

(artikel tentang Gowes Bareng Geolog III Kawah Putih Patuha – Situ Patengan, yang dimuat di Lembar Back to Boseh, Pikiran Rakyat, Minggu 30 Desember 2012; versi uncut)
Bandung Selatan, 15 Desember 2012. Di Sabtu pagi itu 16 mobil Elf dan L300 sarat muatan sepeda dan pesepedanya, menderu-deru melibas jalan menanjak terjal menuju tempat start di puncak Gunung Patuha, tepatnya di Kawah Putih.  Jalanan yang basah akibat tak henti diguyur hujan sejak sore sehari sebelumnya, masih meninggalkan genangan di sana sini. Hutan hujan tropis primer yang masih alami menebar bau khas daun basah yang perlahan jatuh saat digayut embun pagi. Di Kawah Putih itu, akhirnya 100 lebih peserta Gowes Bareng Geolog  III Ikatan Alumni Teknik Geologi ITB (IAGL-ITB) tiba di titik awal.

Nuansa Kawah Putih selalu mempesona dan memanjakan mata. Itu yang dirasakan semua peserta gowes yang berkumpul dulu di tepai Kawah Putih. Namun, ia juga menyimpan misteri dan banyak cerita. Dahulu kala, penduduk setempat menyebutnya sebagai tempat keramat para leluhur menabur kedigdayaan, hingga tiada seorangpun berada di sana tanpa meregang nyawa. Bahkan konon burung dan serangga pun enggan terbang di atasnya. Hingga datanglah Junghuhn, seorang Belanda keturunan Jerman menguak segala tabir berdasarkan logika.
Semua cerita bencana sesungguhnya hanya fenomena alam biasa. Di saat gas belerang dari kepulan kawah solfatara tak dapat kemana-mana di saat angin berhenti tak bersuara, gas menggumpal tebal dan pekat. Asapnya berubah menjadi kepulan malapetaka. Demikian sedikit ilmu yang tertangkap dari kuliah volkanologi singkat oleh Dr. Budi Brahmantyo yang sarat ilmu dunia dan makna. Selebihnya bagi saya, nuansa Kawah Putih adalah ceceran surga yang jatuh ke dunia.
Suasana selanjutnya begitu menggetarkan jiwa, di kala ratusan peserta gowes kemudian mendengungkan bait-bait sacral lagu wajib nasional “Bagimu Negeri” dipimpin langsung Mang Okim sebagai pesepeda angkatan tertua, namun semangatnya laksana pemuda. Sungguh terasa berbeda bernyanyi di tempat menakjubkan ini sembari diiringi semilir angin pagi. Saat itu dada terasa sesak oleh hanya satu kata: INDONESIA.

Kemudian dengan menyebut nama Illahi, dimulailah perjalanan bersepeda kami. Sejejak jalan berbatu setengah menanjak mengantar deru nafas kami yang pertama. Angin pagi yang menerpa langsung muka, sapa hangat sinar sang surya, tegur sapa kawan lama, cipratan air dari genangan pinggir jalan, dan seluruh renik kehidupan yang kami jumpai, terasa mempesona dan penuh nostalgia. Jalan macadam berbatu yang cukup licin dan rawan tergelincir, membawa sepeda-sepeda meluncur ke arah barat daya. Akhirnya sebuah turunan panjang mengantar kami sampai di desa Cileueur, sebuah desa kecil nan bersahaja, di tengah perkebunan teh yang luas dan lapangan-lapangan panas bumi.
Desa ini adalah desa terdekat dari Puncak Patuha dibandingkan desa-desa lainnya. Hanya ada sekitar 20 rumah di sana. Tak banyak hiburan di sana, bahkan sinyal telepon genggam pun tak pernah terbaca. Namun pagi itu yang kami lihat hanyalah wajah-wajah gembira. Anak-anak kecil pun berlarian menyambut kami laksana rombongan raja. Paket-paket sembako dan buku-buku ilmiah populer kami sumbangkan. Terima kasih untuk Waviv dan Pertamina sebagai sponsor utama. Semoga kelak berguna bagi mereka.
Setelah usai bakti sosial kepada Desa Cileueur, kuliah komprehensif ilmu panas bumi menjadi menu selanjutnya. Sebuah sumur panas bumi menjadi saksi betapa kaya negeri ini akan berbagai potensi energi tiada dua. Demikian kira-kira sedikit kupasan dari Dr. Prihadi yang bisa kami cerna, untuk kemudian kami lanjutkan perjalanan bersepeda.
Sebuah turunan makadam panjang belasan kilometer membelah perkebunan teh Patuha, kami jelajahi. Di latar belakang hamparan bukit-bukit teh hijau berpunuk-punuk, tampak cantik sekali. Awan mega terasa rendah menyentuh pucuk-pucuk daun di kejauhan sana, sementara sayup-sayup pula tampak sebuah bentukan telaga yang airnya tenang menghanyutkan. Benar-benar sebuah sketsa alam yang menakjubkan. Ganasnya batu-batuan makadam yang menghadang roda sepeda kadang membuat tangan serasa nyeri, namun semua hilang terbayar pesona alam Priangan Selatan yang menakjubkan.
Di lapangan SD Cikidang kami beristirahat sejenak menghadapi etape selanjutnya. Etape terakhir menjelang finish di Situ Patengan adalah sebuah rute tanjakan yang cukup melelahkan. Di sinilah para pesepeda diuji fisik dan mental. Sejengkal demi sejengkal, setapak demi setapak roda-roda sepeda menjejak jalan berbatu. Nafas tersengal, dengkul bergetar, dan dahaga yang datang menjadi tambahan ujian di ketinggian yang mulai digayut awan mendung hitam. Hingga akhirnya gerimis rintik kecil mengiringi kami sampai di tepian Situ Patengan, tempat usainya perjalanan bersepeda hari itu.
Nasi Timbel hangat dan ayam goreng yang disantap sembari memandang kabut tipis perlahan menutup danau, menjadi suntikan energi sebelum kembali ke Kota Kembang. Senja menjelang saat iring-iringan kendaraan turun melewati jalur macet Bandung Selatan. Namun indahnya lembayung dan barisan pegunungan di kejauhan menggugah lamunan dan membawa sebait lagu mahakarya Ismail Marzuki yang tak pernah usang:
*Bandung Selatan di waktu malam
Berselubung sutra mega putih
Laksana Putri lenggang kencana*
*Bandung Selatan di waktu malam
Jauh terdengar suara nyanyian
Sungguh indah sinarnya rembulan
Riwayatnya tiada dilupakan
Ferry Hakim, geologiwan bekerja di industri migas, aktif di IAGL – ITB.
Share:

Monday, December 26, 2011

Journey to Cileat Waterfall, Subang

Curug Cileat berada di kota Subang, Jawa Barat. Ditempuh dengan perjalanan darat sejauh 2 jam menggunakan angkot menuju Terminal Ledeng, kemudian oper menuju Jalan Cagak, kemudian oper elf sekali lagi ke Sayang Heulang, Subang. 


Perjalanan dari Ledeng hingga Jalan Cagak menempuh waktu sekitar 1 hingga 1.5 jam (kalau angkot nya ga ngetem), dengan ongkos Rp 10rb rupiah, kemudian oper ke elf berikutnya seharga Rp 2500 hingga Rp 5000, tergantung sopirnya. Setelah sampai di Sayang Heulang, kita harus naik angkot 1 kali ke kaki Curug yang memakan waktu sekitar 15 menit hingga pos terakhir.

Sampai di bawah pos terakhir, seperti biasa kita foto2 dulu. Ada saya, Khairul Anwar alias Anwar, Muhammad Irfannidan alias John, Anindito Mahendra alias Pije, Galang Budiansyah alias Galang, dan Rahmat Fadhillah alias Kudil ato Fadhil. 

Kombinasi orang-orang yang demen ngesot ceria (tapi perjalanan kali ini akhirnya ternoda karena salah satu rombongan terpaksa harus pulang cepat2 ke Bandung). Perjalanan dari Pos terakhir ke Curug CIleat memakan waktu sekitar 3 jam dengan perjalanan normal. Setelah persawahan, jalanan terus menanjak hingga curug 1. Perjalanan dari sawah menuju curug 1 merupakan perjalanan yang paling berat, yang akhirnya memakan 1 orang korban muntah di jalan walopun akhirnya bisa segera sembuh setelah dipijit oleh Anwar (siapa itu yang muntah? hehehe, diam2 aja ya).

Setelah curug 1, tidak sampai 10 menit langsung dijumpai curug 2, yang lebih lebar dibandingkan curug 1. Curug 2 berukuran lebih tinggi dibandingkan curug 1 dan lebih besar, sehingga semangat untuk melanjutkan perjalanan pun meningkat secara drastis (maklum, perjalanan tidak menjadi membosankan setelah ini). Perjalanan antara curug 2 dan curug 3 menjadi lebih menantang, karena medan yang berbatu dan licin karena lembab menjadikan perjalanan ini semakin menantang.

Sesampai dari curug 3, kita sampai di perladangan yang cukup luas, dimana para petani menggembalakan kerbau dan menanam padi di lereng yang relatif datar. Disini kami sempat tersesat selama 45 menit, karena jalur yang tertutup alang-alang. Akhirnya kami bisa menemukan jalurnya kembali, dan kami melanjutkan perjalanan ke curug yang paling indah, curug 4 atau curug cileat.

Curug cileat terdiri dari 2 curug yang sangat tinggi, kira2 mencapai 100 meter dengan debit air yang sangat deras. Curug kanan jauh lebih lebar dibandingkan curug di sisi kiri, dan karena debit air yang sangat tinggi, air yang jatuh ke batuan di bawah membuat angin bertiup sangat kencang, sehingga ini yang membuat hambatan  terbesar kami selama kemping di curug ini. Air, air dan air. Air yang jatuh serasa badai, sehingga sangat dianjurkan untuk membawa tenda atau fly sheet serta jaket yang anti air dan anti angin. 


Menurut opini saya, dari skala 1-10, curug ini layak dapat nilai 9, karena pemandangan yang sangat indah, terutama ketika air terjun disinari oleh hangat nya matahari. Sangat, sangat, sangat dianjurkan membawa jaket wind breaker karena saat anda mencuci alat makan atau mengambil air di sungai, seluruh badan akan basah karena angin dari air terjun yang sangat kencang. Bawalah baju kering yang cukup, persediaan makanan yang cukup, dan kurangi bawa air secara berlebihan, karena selama perjalanan, air nya sangat melimpah dan hutan nya yang tertutup membuat anda tidak akan terlalu haus dalam perjalanan (kalau perjalanan ke curug ya haus,, hehhe).
duo badak mejeng di bawah curug cileat

saking kencangnya air terjun, sudah mirip badai aja

Share:

Blog Archive

Kontak ke Penulis

Name

Email *

Message *