Conversations with the Earth

Endapan mineral di Finlandia dan Swedia

Perjalanan saya ke lingkaran kutub utara

Atlas of ore minerals: my collection

Basic information of ore mineralogy from different location in Indonesia

Sketch

I always try to draw a sketch during hiking

Apa itu inklusi fluida?

Inklusi fluida adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya fluida yang terperangkap selama kristal tumbuh. Gas dan solid juga bisa terperangkap di dalam mineral.

Situ Cisanti di Pengalengan, Bandung

50 km dari Bandung, Situ Cisanti terkenal karena menjadi sumber mata air sungai Citarum

Tuesday, September 4, 2012

Kuliah Alam di Atas Sadel (Oleh Ferry Hakim)

Foto: Andy Yahya

 Foto: Andy Yahya
 Foto: Andy Yahya
 Foto: Andy Yahya
 Foto: Andy Yahya
 Foto: Andy Yahya
Foto: Andy Yahya


Kuliah Alam di Atas Sadel (Oleh Ferry Hakim)

(artikel tentang Gowes Bareng Geolog III Kawah Putih Patuha – Situ Patengan, yang dimuat di Lembar Back to Boseh, Pikiran Rakyat, Minggu 30 Desember 2012; versi uncut)
Bandung Selatan, 15 Desember 2012. Di Sabtu pagi itu 16 mobil Elf dan L300 sarat muatan sepeda dan pesepedanya, menderu-deru melibas jalan menanjak terjal menuju tempat start di puncak Gunung Patuha, tepatnya di Kawah Putih.  Jalanan yang basah akibat tak henti diguyur hujan sejak sore sehari sebelumnya, masih meninggalkan genangan di sana sini. Hutan hujan tropis primer yang masih alami menebar bau khas daun basah yang perlahan jatuh saat digayut embun pagi. Di Kawah Putih itu, akhirnya 100 lebih peserta Gowes Bareng Geolog  III Ikatan Alumni Teknik Geologi ITB (IAGL-ITB) tiba di titik awal.

Nuansa Kawah Putih selalu mempesona dan memanjakan mata. Itu yang dirasakan semua peserta gowes yang berkumpul dulu di tepai Kawah Putih. Namun, ia juga menyimpan misteri dan banyak cerita. Dahulu kala, penduduk setempat menyebutnya sebagai tempat keramat para leluhur menabur kedigdayaan, hingga tiada seorangpun berada di sana tanpa meregang nyawa. Bahkan konon burung dan serangga pun enggan terbang di atasnya. Hingga datanglah Junghuhn, seorang Belanda keturunan Jerman menguak segala tabir berdasarkan logika.
Semua cerita bencana sesungguhnya hanya fenomena alam biasa. Di saat gas belerang dari kepulan kawah solfatara tak dapat kemana-mana di saat angin berhenti tak bersuara, gas menggumpal tebal dan pekat. Asapnya berubah menjadi kepulan malapetaka. Demikian sedikit ilmu yang tertangkap dari kuliah volkanologi singkat oleh Dr. Budi Brahmantyo yang sarat ilmu dunia dan makna. Selebihnya bagi saya, nuansa Kawah Putih adalah ceceran surga yang jatuh ke dunia.
Suasana selanjutnya begitu menggetarkan jiwa, di kala ratusan peserta gowes kemudian mendengungkan bait-bait sacral lagu wajib nasional “Bagimu Negeri” dipimpin langsung Mang Okim sebagai pesepeda angkatan tertua, namun semangatnya laksana pemuda. Sungguh terasa berbeda bernyanyi di tempat menakjubkan ini sembari diiringi semilir angin pagi. Saat itu dada terasa sesak oleh hanya satu kata: INDONESIA.

Kemudian dengan menyebut nama Illahi, dimulailah perjalanan bersepeda kami. Sejejak jalan berbatu setengah menanjak mengantar deru nafas kami yang pertama. Angin pagi yang menerpa langsung muka, sapa hangat sinar sang surya, tegur sapa kawan lama, cipratan air dari genangan pinggir jalan, dan seluruh renik kehidupan yang kami jumpai, terasa mempesona dan penuh nostalgia. Jalan macadam berbatu yang cukup licin dan rawan tergelincir, membawa sepeda-sepeda meluncur ke arah barat daya. Akhirnya sebuah turunan panjang mengantar kami sampai di desa Cileueur, sebuah desa kecil nan bersahaja, di tengah perkebunan teh yang luas dan lapangan-lapangan panas bumi.
Desa ini adalah desa terdekat dari Puncak Patuha dibandingkan desa-desa lainnya. Hanya ada sekitar 20 rumah di sana. Tak banyak hiburan di sana, bahkan sinyal telepon genggam pun tak pernah terbaca. Namun pagi itu yang kami lihat hanyalah wajah-wajah gembira. Anak-anak kecil pun berlarian menyambut kami laksana rombongan raja. Paket-paket sembako dan buku-buku ilmiah populer kami sumbangkan. Terima kasih untuk Waviv dan Pertamina sebagai sponsor utama. Semoga kelak berguna bagi mereka.
Setelah usai bakti sosial kepada Desa Cileueur, kuliah komprehensif ilmu panas bumi menjadi menu selanjutnya. Sebuah sumur panas bumi menjadi saksi betapa kaya negeri ini akan berbagai potensi energi tiada dua. Demikian kira-kira sedikit kupasan dari Dr. Prihadi yang bisa kami cerna, untuk kemudian kami lanjutkan perjalanan bersepeda.
Sebuah turunan makadam panjang belasan kilometer membelah perkebunan teh Patuha, kami jelajahi. Di latar belakang hamparan bukit-bukit teh hijau berpunuk-punuk, tampak cantik sekali. Awan mega terasa rendah menyentuh pucuk-pucuk daun di kejauhan sana, sementara sayup-sayup pula tampak sebuah bentukan telaga yang airnya tenang menghanyutkan. Benar-benar sebuah sketsa alam yang menakjubkan. Ganasnya batu-batuan makadam yang menghadang roda sepeda kadang membuat tangan serasa nyeri, namun semua hilang terbayar pesona alam Priangan Selatan yang menakjubkan.
Di lapangan SD Cikidang kami beristirahat sejenak menghadapi etape selanjutnya. Etape terakhir menjelang finish di Situ Patengan adalah sebuah rute tanjakan yang cukup melelahkan. Di sinilah para pesepeda diuji fisik dan mental. Sejengkal demi sejengkal, setapak demi setapak roda-roda sepeda menjejak jalan berbatu. Nafas tersengal, dengkul bergetar, dan dahaga yang datang menjadi tambahan ujian di ketinggian yang mulai digayut awan mendung hitam. Hingga akhirnya gerimis rintik kecil mengiringi kami sampai di tepian Situ Patengan, tempat usainya perjalanan bersepeda hari itu.
Nasi Timbel hangat dan ayam goreng yang disantap sembari memandang kabut tipis perlahan menutup danau, menjadi suntikan energi sebelum kembali ke Kota Kembang. Senja menjelang saat iring-iringan kendaraan turun melewati jalur macet Bandung Selatan. Namun indahnya lembayung dan barisan pegunungan di kejauhan menggugah lamunan dan membawa sebait lagu mahakarya Ismail Marzuki yang tak pernah usang:
*Bandung Selatan di waktu malam
Berselubung sutra mega putih
Laksana Putri lenggang kencana*
*Bandung Selatan di waktu malam
Jauh terdengar suara nyanyian
Sungguh indah sinarnya rembulan
Riwayatnya tiada dilupakan
Ferry Hakim, geologiwan bekerja di industri migas, aktif di IAGL – ITB.
Share:

Monday, December 26, 2011

Journey to Cileat Waterfall, Subang

Curug Cileat berada di kota Subang, Jawa Barat. Ditempuh dengan perjalanan darat sejauh 2 jam menggunakan angkot menuju Terminal Ledeng, kemudian oper menuju Jalan Cagak, kemudian oper elf sekali lagi ke Sayang Heulang, Subang. 


Perjalanan dari Ledeng hingga Jalan Cagak menempuh waktu sekitar 1 hingga 1.5 jam (kalau angkot nya ga ngetem), dengan ongkos Rp 10rb rupiah, kemudian oper ke elf berikutnya seharga Rp 2500 hingga Rp 5000, tergantung sopirnya. Setelah sampai di Sayang Heulang, kita harus naik angkot 1 kali ke kaki Curug yang memakan waktu sekitar 15 menit hingga pos terakhir.

Sampai di bawah pos terakhir, seperti biasa kita foto2 dulu. Ada saya, Khairul Anwar alias Anwar, Muhammad Irfannidan alias John, Anindito Mahendra alias Pije, Galang Budiansyah alias Galang, dan Rahmat Fadhillah alias Kudil ato Fadhil. 

Kombinasi orang-orang yang demen ngesot ceria (tapi perjalanan kali ini akhirnya ternoda karena salah satu rombongan terpaksa harus pulang cepat2 ke Bandung). Perjalanan dari Pos terakhir ke Curug CIleat memakan waktu sekitar 3 jam dengan perjalanan normal. Setelah persawahan, jalanan terus menanjak hingga curug 1. Perjalanan dari sawah menuju curug 1 merupakan perjalanan yang paling berat, yang akhirnya memakan 1 orang korban muntah di jalan walopun akhirnya bisa segera sembuh setelah dipijit oleh Anwar (siapa itu yang muntah? hehehe, diam2 aja ya).

Setelah curug 1, tidak sampai 10 menit langsung dijumpai curug 2, yang lebih lebar dibandingkan curug 1. Curug 2 berukuran lebih tinggi dibandingkan curug 1 dan lebih besar, sehingga semangat untuk melanjutkan perjalanan pun meningkat secara drastis (maklum, perjalanan tidak menjadi membosankan setelah ini). Perjalanan antara curug 2 dan curug 3 menjadi lebih menantang, karena medan yang berbatu dan licin karena lembab menjadikan perjalanan ini semakin menantang.

Sesampai dari curug 3, kita sampai di perladangan yang cukup luas, dimana para petani menggembalakan kerbau dan menanam padi di lereng yang relatif datar. Disini kami sempat tersesat selama 45 menit, karena jalur yang tertutup alang-alang. Akhirnya kami bisa menemukan jalurnya kembali, dan kami melanjutkan perjalanan ke curug yang paling indah, curug 4 atau curug cileat.

Curug cileat terdiri dari 2 curug yang sangat tinggi, kira2 mencapai 100 meter dengan debit air yang sangat deras. Curug kanan jauh lebih lebar dibandingkan curug di sisi kiri, dan karena debit air yang sangat tinggi, air yang jatuh ke batuan di bawah membuat angin bertiup sangat kencang, sehingga ini yang membuat hambatan  terbesar kami selama kemping di curug ini. Air, air dan air. Air yang jatuh serasa badai, sehingga sangat dianjurkan untuk membawa tenda atau fly sheet serta jaket yang anti air dan anti angin. 


Menurut opini saya, dari skala 1-10, curug ini layak dapat nilai 9, karena pemandangan yang sangat indah, terutama ketika air terjun disinari oleh hangat nya matahari. Sangat, sangat, sangat dianjurkan membawa jaket wind breaker karena saat anda mencuci alat makan atau mengambil air di sungai, seluruh badan akan basah karena angin dari air terjun yang sangat kencang. Bawalah baju kering yang cukup, persediaan makanan yang cukup, dan kurangi bawa air secara berlebihan, karena selama perjalanan, air nya sangat melimpah dan hutan nya yang tertutup membuat anda tidak akan terlalu haus dalam perjalanan (kalau perjalanan ke curug ya haus,, hehhe).
duo badak mejeng di bawah curug cileat

saking kencangnya air terjun, sudah mirip badai aja

Share:

Friday, May 20, 2011

Kisah dari Jepang - Kisah Seekor Kadal Yang Terjepit Selama 10 Tahun

Rumah di Jepang biasanya memiliki ruang kosong diantara tembok yang terbuat dari kayu. Ketika tembok mulai rontok, dia menemukan seekor kadal terperangkap diantara ruang kosong itu karena kakinya melekat pada sebuah paku. Dia merasa kasihan sekaligus penasaran. Lalu ketika dia mengecek paku itu, ternyata paku tersebut telah ada disitu 10 tahun lalu ketika rumah itu pertama kali dibangun.

Apa yang terjadi? Bagaimana kadal itu dapat bertahan dengan kondisi terperangkap selama 10 tahun?

Dalam keadaan gelap selama 10 tahun, tanpa bergerak sedikitpun, itu adalah sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal. Orang itu lalu berpikir, bagaimana kadal itu dapat bertahan hidup selama 10 tahun tanpa berpindah dari tempatnya sejak kakinya melekat pada paku itu!

Orang itu lalu menghentikan pekerjaannya dan memperhatikan kadal itu, apa yang dilakukan dan apa yang dimakannya hingga dapat bertahan. kemudian, tidak tahu darimana datangnya, seekor kadal lain muncul dengan makanan di mulutnya …. astaga!!

Orang itu merasa terharu melihat hal itu. Ternyata ada seekor kadal lain yang selalu memperhatikan kadal yang terperangkap itu selama 10 tahun. Sungguh ini sebuah cinta…cinta yang indah. Cinta dapat terjadi bahkan pada hewan yang kecil seperti dua ekor kadal itu. apa yang dapat dilakukan oleh cinta? tentu saja sebuah keajaiban. Bayangkan, kadal itu tidak pernah menyerah dan tidak pernah berhenti memperhatikan pasangannya selama 10 tahun. bayangkan bagaimana hewan yang kecil itu dapat memiliki karunia yang begitu menganggumkan.



http://www.nps.gov/ozar/naturescience/images/WUPA_Collared-Lizards_710x340_1_1.jpg

Source:


Share:

Thursday, March 24, 2011

Di Antara Tenda Biru, Gelundung Emas dan Merkuri


Sejauh mata memandang, hanya tenda-tenda plastik berwarna biru, orange, kadang beberapa bagian telah tampak seng, bahkan genteng. Hampir seragam pemandangan yang terlihat di daerah itu, terkesan kumuh dan acak-acakan, genangan air berwarna hijau kecoklatan terdapat dimana-mana. Tidak setetes air pun yang dapat dimanfaatkan daro kubangan tersebut. Namun setelah kita masuk jauh ke dalam daerah tersebut, pemandangan berbeda pun muncul, banyak mobil Daihatsu Carry yang diparkir dan berjajar dengan rapi, bahkan sebuah sebuah mobil Honda Jazz, Toyota Kijang, serta puluhan mobil Suzuki Carry. Agak kontras memang pemandangan yang disajikan, namun seperti ini lah realita kehidupan penambang emas liar di Desa Ciguha. Dari kantong batu yang digerus menjadi halus ini lah mereka hidup, namun jangan salah, penghasilan  yang mereka punyai tidak bisa dibilang sedikit. Di tengah kemewahan yang mereka miliki, ada pemandangan yang kontras, karena penambang-penambang tersebut harus menggadaikan sisa hidupnya dengan berkutat dengan merkuri.



Pemurnian logam mulia itu dilakukan dengan melakukan reduksi ukuran dari batuan yang mempunyai indikasi keterdapatan emas atau batuan pembawa emas, dari ukuran sebesar kepalan tangan, dihancurkan hingga ukuran yang sangat halus dengan “gelundung” (dalam bahasa pengolahan bahan galian modern, alat tersebut disebut dengan ball mill). Prinsip kerja gelundung adalah memutar sebuah tong yang terbuat dari baja, yang diisi bola-bola baja, batuan yang diindikasikan membawa emas, serta air yang dicampur merkuri, kesemuanya diputar sekitar 6-8 jam. Ketika gelundung berputar, batu-batu akan bertumbukan dengan bola-bola baja yang ada yang mengakibatkan batu menjadi hancur berkeping-keping dan berukuran halus dengan ukuran yang seragam. Material yang berat, akan dipisahkan dengan material dengan berat jenis ringan, sehingga dapa diketahui bahwa nantinya emas akan terpisah dengan batuan-batuan pengotor lainnya, serta luas penampang dari mineral-mineral, terutama emas akan lebih luas.



Setelah dilakukan proses penggelundungan dan pemisahan material yang mengendap, fraksi yang telah halus itu kemudian ditambahkan air raksa, yang berguna untuk penangkap atau pengikat emas, kemudian di aduk dengan tangan. Air raksa akan mengikat butiran-butiran emas tersebut, dan proses tersebut sering disebut dengan amalgam,diambil untuk dipisahkan dari pasirnya, lalu ditaruh dalam kain penyaring yang terbuat dari parasut, diperas sampai sebagian besar air raksa keluar lolos kain saringan. Air raksa ini bisa digunakan lagi untuk menangkap emas dalam pekerjaan amalgamasi berikutnya. Setelah disaring dan air raksa terpisah, butiran emas terlihat tertinggal dalam kain. Butiran ini disebut dengan “jendil” yang kemudian akan dibakar di atas cawan tanah liat, dan dibakar dengan kompor yang sangat panas, mirip pekerjaan menge las. Pada saat dilakukan pelelehan, ditambahkan material berwarna putih mirip garam yang ditambahkan untuk menangkap pengotor, sehingga emas menjadi makin murni. Dan ironisnya, pekerja yang melakukan pekerjaan tersebut, sudah jelas akan terkontaminasi dengan merkuri, entah masuk ke dalam pori-pori, atau bahkan sudah terhirup masuk ke dalam tubuhnya.



Saya sendiri sempat ragu ketika akan melihat lebih dekat dengan para penambang tersebut, karena saya khawatir merkuri tersebut akan masuk ke dalam tubuh saya. Namun, bermodalkan keingintahuan – karena belum pernah saya lihat dengan mata kepala saya sendiri – akhirnya saya memegang jendil yang belum dibakar dan mencoba meremas-remas nya. Seperti memegang plastisin, namun tekstur nya sangat halus. Dan ketika saya melihat proses pembakaran jendil – dalam bahasa lokal disebut gebos -, tidak ada masker ataupun penutup hidung yang mencegah uap raksa tersebut masuk ke dalam tubuhnya.


Bukan hanya satu orang yang melakukan hal tersebut, ratusan warga pendatang berduyun-duyun datang hanya untuk mendapatkan gram-gram emas yang nantinya akan ditukarkan dengan kesehatan mereka. Mungkin saat ini mereka mendapatkan banyak, bahkan sangat banyak harta, dari tiap gram emas hasil gebosan, tapi di kemudian hari, harta yang mereka dapat dari hasil tersebut yang malah akan membuat mereka jatuh sakit, dan bisa berdampak pada keluarga dan keturunan mereka. Bukan untuk melempar sebuah permasalahan untuk dunia yang makin pelik ini, karena praktek ini tidak hanya berlangsung di Desa Ciguha ini saja, namun hampir di semua penambangan liar yang ada di tanah air tercinta kita. Menyalahkan Dinas Pertambangan yang tidak memberikan peringatan, rasanya bukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang sudah jauh mengakar hingga lapisan masyarakat terbawah. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh kita, masyarakat yang melek dengan ilmu pengetahuan untuk menangani hal tersebut, bukan malah saling menyalahkan dan lepas tangan dari rantai setan yang tiada akhirnya.




*) Banyak “peran” yang dapat dimainkan dalam kehidupan pertambangan nasional ini, ada yang mengambil peran di sektor swasta, ada peran di sektor pemerintah, peneliti, pendidik, yang semuanya harus harus sinergis satu sama lain.  

Kita sebagai generasi muda, sudah banyak berhutang pada negara ini, dan sekarang waktu nya kita mengabdi pada negara ini. Bukan hanya dengan memperkaya diri sendiri, namun melupakan orang-orang yang kurang mampu di sekeliling kita. Buka mata, karena kita tidak buta. Buka hati, karena tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Semua bisa berubah, asal kita mau berusaha dan bertekad untuk mencapainya. Majulah pertambangan demi pembangunan.

Baca juga


Share:

Wednesday, March 16, 2011

Pendamping Hidup - Dulu, Saat Ini, dan Sampai Mati

Tanyakan kepada orang yg paling anda cintai,siapkah dia ada untukmu di saat senang maupun sedih,siapkah dia menemanimu di kala sehat maupun sakit,dan siapkah dia setia di kala kaya maupun miskin.Jika dia bisa menjawab iya,maka pertimbangkanlah dia menjadi pendamping terbaikmu hingga salah satu dari kalian menghembuskan nafas terakhir .

 membagi keceriaan dengan istri, hammocking di Gunung Puntang
 Kelak, kamu akan hammocking bersama kami ya, Aqila
Share:

Saturday, March 5, 2011

Mari Menulis, Mari Berkarya

Menguatkan keinginan untuk menulis atau membaca hanya akan sia-sia jika anda tidak mencoba untuk belajar menulis dan membaca..tak peduli hanya satu kalimat yang anda goreskan, atau satu larik yang anda baca, melainkan anda telah MELAKUKANNYA, bukan hanya MEMIKIRKANNYA.
https://www.flickr.com/photos/alancleaver/4460976042/
Share:

Friday, March 4, 2011

Refleksi untuk hari kemarin, hari ini, dan esok

Setelah melewati banyak hal dalam cerita bergambar yang bernama kehidupan, saya banyak mendapat pelajaran dari banyak orang hebat, yang ternyata mengiringi kehidupan saya hingga saat ini. Dimulai dari orang tua saya, keluarga saya, teman-teman dan sahabat, guru, bahkan seorang sopir yang mendampingi saya ketika di lapangan. Disadari atau tidak, saya berhutang banyak terhadap orang-orang tersebut, yang kepada semua nya tidak akan dapat saya balas satu persatu, dan hutang tersebut yang akan sangat sulit untuk kita bayarkan. Karena masalahnya, hutang harta itu sangat mudah untuk dibayar dan dilunasi, namun hutang budi dan hutang pembelajaran, hal tersebut yang tidak akan mungkin dibayar, dan lunas serta tanpa bekas. 

Foto Ricky Elson: PLT Angin Palindi, Sumba Timur. Salah satu karya anak muda untuk bangsa

Kadang kala kita meremehkan seseorang, seperti "ah, siapa sih anda, baru "anak kemarin" sudah bisa mengatur orang", dan sebagainya dan sebagainya. Tapi alangkah baiknya kalau kita coba mengubah paradigma tersebut, dan anggap siapa pun yang ada di sekitar kita sebagai seseorang dewasa dan "mempunyai nilai" yang dari padanya kita dapat belajar, walau hanya sedikit saja. Tapi tanpa mengesampingkan banyak atau sedikit, kita coba untuk mau menghargai hasil karya orang lain, dimana kita tidak mendewakan hasil yang dicapai dan melupakan proses yang sudah terjadi. Jika ditinjau dalam hal ini, kepribadian seseorang muncul akibat proses pembelajaran yang dia alami selama hidupnya, dan sudah waktunya kita untuk maklum dan mengerti, bahwa ternyata, bukan hanya kita lah orang yang mengalami proses pembelajaran tersebut. Sehingga dari hal tersebut, muncul lah kemakluman untuk mau menerima orang per orang dengan segala kelebihan dan kekurangannya. 

Saya sadar, ternyata kesuksesan kita tidak ditentukan oleh kita sendiri, namun banyak faktor di sekitar kita yang nanti nya akan menentukan kesuksesan kita. Untuk berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain, sangat mustahil sekali dapat terwujud, sehingga perlu kita pertimbangkan lagi, akankah kita akan mendongakkan dagu ke atas dan berjalan dengan angkuhnya, atau mau untuk merakyat dan mendengarkan apa yang terjadi di sekitar kita. Dan tulisan ini saya buat karena saya perlu lebih banyak lagi untuk ber refleksi diri, karena kita sebagai manusia harus berubah menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, bukan malah menujukkan kemunduran dalam perjalanan hidup kita. Berani merefleksikan diri dan berubah menjadi lebih baik. Mengutip pernyataan seorang pemuka agama, untuk mau merubah suatu kondisi, kita ubah dari yang kecil, dari diri kita sendiri, dan dimulai dari sekarang. 

Cobaan yang kita alami saat ini tidak lah seberapa dibanding orang-orang yang kurang beruntung di sekitar kita, karena itu banyak-banyak lah kita bersyukur atas apa yang kita miliki saat ini, dan berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan banyak hal bermanfaat untuk orang-orang di sekitar kita.

*) Terinspirasi dari orang-orang yang "bukan" apa-apa dan dipandang sebelah mata di kehidupan ini, namun mereka lebih dapat melakukan banyak hal besar daripada yang kita lakukan. 
Share:

Wednesday, March 2, 2011

Motivasi Hidup

Ketika semuanya tampak tidak berpihak kepada Anda, ingatlah bahwa pesawat terbang lepas landas melawan arah angin, bukan sebaliknya (Henry Ford).

Betapa banyak jalan keluar yang datang setelah rasa putus asa,dan betapa banyak kegembiraan datang setelah kesusahan.Siapa yang berbaik sangka pada Pemilik 'Arasy, dia akan memetik manisnya buah yang dipetik di tengah-tengah pohon berduri  (Al Qarni – La Tahzan)

Know something is a valuable thing, but understanding is the most precious one (no name)

Orang Yang Berbahagia Bukanlah Orang Yang Hebat Dalam Segala Hal, Tapi Orang Yang Bisa Menemukan Hal Sederhana Dalam Hidupnya dan Mengucap Syukur.” (Warren Buffet)

Pelaut dan kapal terbaik tidak pernah muncul dari samudera yang tenang. Terbanglah terbang walau aral menghalang, berani lah bermimpi, karena kamu, adalah pelaut terbaik di samudera mu

Jangan pernah  menggantungkan harapan kepada sesama ciptaan Tuhan, karena tidak ada yang bisa menjanjikan apapun. Yang ada hanyalah kekecewaan.  (no name)

http://usimages.detik.com/content/2013/10/04/1036/154853_bjhabibiehasan8.jpg
Share:

Blog Archive

Kontak ke Penulis

Name

Email *

Message *