Sering sekali kita jumpai batugamping di dekat kita, yang rata-rata lokasinya akan berdekatan dengan laut, seperti di Gunung Kidul (Yogyakarta), Palimanan (Cirebon), Padalarang (Bandung), Trenggalek dan Tulungagung (Jawa Timur) ataupun yang sangat eksotis di kepulauan Rajaampat (Papua Barat). Nah, tahukah teman-teman, di Sulawesi Selatan kita mempunyai sebuah Taman Nasional yang menyajikan hamparan karst terluas di Indonesia? Itulah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, yang terletak di Kab Maros dan Kab Pangkep, karst terluas di dunia kedua setelah karst yang terletak di Guilin, China.
Masih asing dengan kedua nama daerah tersebut? Saya berikan gambaran. Maros, merupakan lokasi dari Bandara Hasanuddin, jadi bandara bukan berada di Makassar, namun di Kab Maros. Di Kab Maros, terdapat juga pabrik semen Bosowa dan semen Tonasa, yang nantinya dikapalkan melalui pelabuhan di Pangkep. Nah, karena Kab Pangkep mempunyai pelabuhan, otomatis di daerah itu, masakan lautnya sangat nikmat, sehingga, sering kita jumpai ikan bakar Pangkep. Nah, sesuai judul, kita akan ulas perbukitan karst yang ada di Maros-Pangkep, yaitu Karst Bantimurung Bulusaraung.
Dari contekan jaman kuliah dulu ketika saya mengambil kuliah Geomorfologi dan Geologi Foto yang diajarkan Dosen saya, Pak Budi Brahmantyo, "karst dari bahasa Slavia krs: daerah gersang berbatu-batu di pegunungan Kaukasus, sebelah timur dari Laut Adriatik. Oleh Cvijic dipelajari dan makalahnya ditulis dalam bahasa Jerman, dengan istilah karst".
Bentukan karst umumnya sangat indah, karena air akan melarutkan batugamping, sehingga muncuk bentukan-bentukan unik, seperti gua, sungai bawah laut, karena menyuguhkan bentukan seperti gunung-gunung yang berundulasi, kadang dijumpai gua, yang dapat terisi air maupun yang kering. Sering kali muncul speleotem yang indah (hiasan dalam gua).
Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung juga menjadi tempat wisata taman kupu-kupu. Yang saya sayangkan ketika berkunjung di kawasan wisata bantimurung, adalah mahalnya tiket untuk wisatawan asing, tidak dibarengi dengan perbaikan kualitas dari pelayanan tempat wisata. Bayangkan saja, untuk wisatawan lokal, kita dikenai tiket Rp 25.000,- sedangkan untuk wisatawan asing, 10x lipat, Rp 255.000,-. Jika di dalam kualitas tempat wisatanya bagus, tidak ada masalah. Namun di dalam, banyak sekali jebmen (jebakan betmen), seperti untuk duduk di tikar, ternyata kita harus membayar, masuk ke dalam goa, harus memakai senter yang disewakan. Ckckck, sangat tidak sebanding untuk harga semahal itu. Dan hal lain yang sangat disayangkan, menjual kupu-kupu sebagai oleh-oleh itu tidak benar, karena di sekitar lokasi wisata, banyak anak-anak maupun remaja yang memburu kupu-kupu dengan penangkap kupu-kupu. Sangat disayangkan memang..
Di dalam Taman Nasional Bantimurung, kita dapat menjumpai air terjun bantimurung, yang sangat deras, yang mengalir melewati basement batugamping dengan beda tinggi 15 meter, dengan lebar mencapai 20 meter. Di sisi samping dari air terjun, air juga dialirkan melalui pipa, mungkin untuk pembangkit listrik saya rasa. Di dalam lokasi air terjun, pengunjung bisa berenang di sisi sungai yang lebih tenang, dan anak-anak bisa bermain di lokasi yang lebih aman. Tidak jauh dari air terjun, jika kita masuk ke lebih dalam, maka kita dapat menjumpai goa dengan mulut yang tidak terlalu besar, namun ketika kita masuk ke dalamnya, kita akan mendapati ruangan yang sangat besar, dengan adanya danau yang terbentuk akibat adanya rembesan dari stalaktit di dalam mulut goa. Namun, karena kamera saya habis, saya belum sempat mengabadikannya dalam gambar. Lain kali harus lebih "prepare" nih.
Di kawasan taman nasional Bantimurung, kita juga dapat menjumpai prasasti Leang-Leang. Saya sendiri belum mencari tahu arti dari leang-leang, namun saya menduga leang ada hubungannya dengan liang, kalau kita analogikan dengan karst Maros, maka yang dimaksud adalah goa yang ada di batugamping. Kalau benar, ya syukur, kalau salah, nanti saya ralat ya. Hehehe. Disana, kita bisa menjumpai bentukan batugamping yang sangat indah, yang membentang di sepanjang persawahan, yang terbentuk akibat pelarutan dari batugamping oleh air. Memang, goa dan lubang yang terbentuk di kawasan karst sangat dikontrol oleh interaksi antara air (H2O) dan kalsit (CaCO3). Kalau dihubungkan dengan wisata Leang-Leang, maka disinilah manusia purba dulu sempat tinggal dan menetap. Hal ini ditunjukkan oleh adanya lukisan-lukisan yang indah yang ada di dinding bagian atas dari goa. Cukup tinggi lo, lebih dari 5 meter. Sepanjang perjalanan, kita akan menjumpai Leang Burung, dan yang paling menakjubkan, Leang Pettakere.
Di Leang Burung, kita dapat melihat hanya beberapa lukisan tangan di bagian atas dari goa. Namun di Leang Pettakere, kita tidak hanya menjumpai satu lukisan tangan dari manusia purba, ada juga lukisan babi di dinding tersebut. Lukisan ini bisa juga kita jumpai di Karst Berau-Mangkalihat, yang berada di Kutai Timur. Untuk menggapainya, sepertinya mustahil, karena kita akan diingatkan oleh petugas keamanan dari situs wisata, untuk tidak naik ke batugamping yang lebih tinggi. Cukup bagus memang, daripada akhirnya lukisan tangan dan babi dari manusi prasejarah itu bisa rusak karena vandalisme.
Dan, kini waktunya berpisah... Saya pamit sekolah dulu di tempat kelahiran Adolf Hitler, Austria. Semoga saya masih bisa berkarya,,,